Pemerintah-DPR Sepakat Bentuk UU Penanggulangan Bencana
Berita

Pemerintah-DPR Sepakat Bentuk UU Penanggulangan Bencana

Pemerintah dan DPR menyadari penanganan bencana yang dilakukan selama ini belum terkoordinasi dengan baik. Perlu dibentuk undang-undang khusus sebagai panduan bagi penanganan bencana ke depan.

Zae
Bacaan 2 Menit
Pemerintah-DPR Sepakat Bentuk UU Penanggulangan Bencana
Hukumonline

 

Sebelumnya, anggota DPR Komisi VIII Mochammad Ichwan Syam melontarkan isu perlunya dibentuk undang-undang khusus ini. Menurutnya, perlu ada undang-undang yang bisa mendasari pelaksanaan penanganan bencana mulai dari tahap tanggap darurat, tahap rehabilitasi, sampai pada tahap rekonstruksi.

 

Pasalnya, kata politisi Golkar ini, ada kesan bahwa proses penanggulangan bencana selama ini hanya menjadi ajang bancakan (bagi-bagi) anggaran, proyek dan lain-lain antara pihak-pihak pelaksana bantuan, sebagai akibat tidak adanya aturan yang menjadi dasarnya.

 

Tak ada koordinasi

Satu hal lagi yang menjadi perhatian anggota DPR adalah soal koordinasi antara departemen perihal penanganan bencana. Anggota Komisi VIII, Syafriansyah. Mengatakan bahwa belum ada koordinasi yang baik antara pihak-pihak baik DPR maupun pemerintah dalam melaksanakan bantuan ke daerah bencana. Beberapa anggota DPR lainnya juga melontarkan pendapat senada.

 

Misalnya, ujar Syafriansyah, dalam hal penyusunan program rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Dari paparan para menteri terlihat bahwa masih ada tumpang tindih kebijakan dari beberapa departemen terhadap satu hal tertentu. Misalnya soal rehabilitasi Madrasah Ibtidaiyah yang masuk dalam rencana anggaran Departemen Agama dan Departemen Pendidikan.

 

Menanggapi hal tersebut, pada dasarnya para menteri dalam rapat gabungan itu setuju dengan usul dari anggota DPR. Soal undang-undang khusus misalnya, Menteri Sosial Bachtiar Chamsah mengatakan bahwa aturan itu memang penting untuk pelaksanaan penanggulangan bencana.

 

Dalam kesempatan itu, Bachtiar juga mengakui bahwa proses penanganan bencana tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Sumatera Utara baru-baru ini terkesan carut-marut. Sistem yang disiapkan tidak berjalan dan fasilitas juga tidak tersedia. Belum lagi bencana kemarin merupakan bencana yang boleh dibilang luar biasa. Hal ini semakin menunjukkan pentingnya dibentuk aturan khusus itu.

 

Namun, untuk mewujudkan satu undang-undang khusus perlu waktu yang tidak sedikit. Di sisi lain, dalam waktu dekat perlu adanya panduan khusus untuk mengkoordinasi penanggulangan bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu, mengingat beberapa daerah di Indonesia dikenal rawan bencana.

 

Oleh sebab itu, DPR dan pemerintah juga sepakat bahwa dalam waktu dekat akan dibentuk tim gabungan komisi dan kementerian yang membidangi Kesra. Tugas tim itu adalah meningkatkan koordinasi dan mensinkronkan program Kesra di daerah pasca bencana.

Demikian salah satu kesimpulan hasil rapat kerja gabungan antara Komisi VIII, Komisi IX dan Komisi X DPR dengan lima orang menteri kabinet Indonesia bersatu yang membahas soal rekonstruksi daerah pasca bencana di DPR, (2/3).

 

Lima menteri tersebut adalah Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari, Menteri Sosial Bachtiar Chamsah, Menteri Agama Miftah Basyuni, Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo serta Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

 

Pimpinan rapat gabungan, Heri Akhmadi, dalam kesimpulannya mengatakan  penanganan bencana di berbagai daerah masih diwarnai suasana panik dan improvisasi. "Karena itu kami memandang perlu adanya inisiatif untuk membentuk undang-undang penanggulangan bencana," tegas Heri.

 

Ditambahkan Heri, hal itu penting karena secara keseluruhan, apa yang dilakukan sampai saat ini belum menunjukkan kesiapan secara sistemik dalam menghadapi bencana. Hal ini, menurutnya, tercermin dari belum adanya kemampuan memberikan respon yang cepat, perencanaan yang matang dan pelaksanaan yang terkendali.

Tags: