Pendaftaran Hingga Sengketa Ragam Kekayaan Intelektual
Berita

Pendaftaran Hingga Sengketa Ragam Kekayaan Intelektual

Sekalipun suatu merek terkenal dan telah terdaftar di Negara lain, tapi belum terdaftar di DJKI, efeknya merek tersebut tak akan mendapatkan perlindungan di Indonesia.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Penyelesaian Sengketa HKI

Partner pada firma hukum K&K lainnya, Fortuna Alvariza menjelaskan bilamana terjadi sengketa dalam suatu konflik HKI, maka penyelesaiannya dapat dilakukan melalui beberapa cara, pertama, pendekatan secara kekeluargaan/somasi/peringatan tertulis; kedua,Gugatan pada Pengadilan Niaga. Untuk Merek, terdapat 2 jenis gugatan yang bisa diajukan, yakni gugatan pembatalan pendaftaran merek atau melakukan gugatan penghapusan pendaftaran merek.

 

Untuk penghapusan merek, katanya, dapat dilakukan atas prakarsa pemilik merek dan dapat pula dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM maupun pihak ketiga. Dalam penghapusan Merek terdaftar dilakukan atas prakarsa menteri, berdasarkan Pasal 72 ayat (8) dapat dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Komisi Banding Merek. Ketiga, penyelesaian sengketa HKI juga dapat dilakukan melalui Arbitrase. Keempat, tak menutup kemungkinan pula penyelesaian sengketa ini juga dilakukan melalui jalur pidana.

 

Hukumonline.com

Fortuna Alvariza, Partner dari K&K Advocates

 

Ditambahkan Risti, dalam Pasal 100 UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (MIG) tegas disebutkan bahwa penggunaan merek yang sama pada keseluruhannya secara tanpa hak dapat mengakibatkan pidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar.

 

Sedangkan penggunaan tanpa hak atas merek yang sama pada pokoknya, diancam penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 2 miliar. Bahkan, katanya bila hasil pelanggaran tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan, gangguan lingkungan hidup dan/atau kematian manusia maka diancam penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5 miliar.

 

Untuk menghindari berbagai ancaman pidana itu, maka memang penting dilakukan penelusuran terlebih dahulu sebelum menggunakan suatu KI yang berpotensi memunculkan konflik kedepannya. Lebih jauh lagi, pemilik KI juga dituntut mesti mampu menggolongkan suatu ide kedalam jenis KI apa. Jangan sampai terjadi overlapping perlindungan dengan pihak lain. Misalnya, untuk jenis produk yang sama didaftarkan sebagai Paten oleh satu pihak, namun ternyata juga telah didaftarkan oleh pihak lain untuk kategori hak cipta.

 

“Dulu kerap terjadi sebelum UU hak cipta lahir, ada grey area di mana orang bisa daftarkan hak cipta tapi dia bisa daftarkan paten juga. Itu menjadi suatu yang bisa merugikan, sehingga penelusuran menjadi penting dilakukan,” tegasnya.

 

Tags:

Berita Terkait