Pengaturan TKA Masih Jadi Sorotan Selama 2018
Lipsus Akhir Tahun 2018:

Pengaturan TKA Masih Jadi Sorotan Selama 2018

​​​​​​​Terbitnya Perpres No.20 Tahun 2018 menuai kritik dari kalangan serikat buruh sampai akademisi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Teknis integrasi itu diatur dalam beberapa peraturan antara lain Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.10 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penggunaan TKA dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan No.5 Tahun 2018 tentang Proses Peralihan Pelayanan Perizinan Penggunaan TKA.

 

Kedua, Asri melihat ada persoalan dalam hal rencana penggunaan TKA (RPTKA) yang sekaligus merupakan izin mempekerjakan TKA. Menurutnya RPTKA tidak bisa disamakan dengan izin mempekerjakan TKA (IMTA) karena keduanya berbeda. RPTKA merupakan proses yang memuat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Setelah menunaikan kewajiban itu barulah terbit izin atau IMTA sebagai sebuah produk.

 

“Jika RPTKA menjadi produk, maka ini melanggar hukum administrasi,” kata Ketua Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) itu dalam acara diskusi di kampus Universitas Pelita Harapan di Lippo Karawaci, Tangerang, awal November lalu.

 

Ketiga, mengenai kewajiban pemberi kerja memfasilitasi pendidikan dan pelatihan Bahasa kepada TKA. Menurut Asri fasilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) huruf c Perpres ini sifatnya bukan perintah. Padahal, norma itu harusnya tegas memuat perihal perintah atau larangan. Oleh karenanya, tidak ada sanksi yang dikenakan kepada pemberi kerja yang tidak melaksanakan ketentuan ini.

 

Perempuan yang juga menjabat sebagai Ketua Pusat Studi Ketenagakerjaan Universitas Muhammadiyah Surabaya itu mengingat dalam peraturan sebelumnya yakni Permenakertrans No.12 Tahun 2013 ada kewajiban bagi TKA untuk mampu berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Ketentuan itu tegas mengatur kewajiban bagi TKA.

 

Keempat, mengenai TKA yang masuk ke Indonesia melalui mekanisme investasi asing. Asri mencatat pemerintah Indonesia dan China telah menjalin kerjasama dalam rangka investasi. Berbeda dengan investasi dari negara lain, investasi China ke Indonesia bukan sekedar mendanai proyek tapi juga memboyong tenaga kerja yang berketerampilan tinggi sampai rendah. Padahal, TKA yang masuk ke Indonesia harusnya yang memiliki keterampilan tinggi dan tidak bisa digantikan oleh pekerja lokal.

 

Asri mengusulkan kepada pemerintah untuk mengatur lebih detail dan jelas ketentuan mengenai TKA yang masuk melalui mekanisme investasi asing. Hal itu penting dilakukan karena pada prinsipnya peraturan yang ada di Indonesia terkait ketenagakerjaan melarang penggunaan TKA kecuali yang mendapat izin. UU Ketenagakerjaan mengatur penggunaan TKA mulai dari pasal 42-49, peraturan turunannya diperintahkan untuk diatur melalui Peraturan Menteri, bukan Perpres.

 

“Ini perlu pengaturan lebih lanjut karena penggunaan TKA sudah diatur lewat UU Ketenagakerjaan tapi ada perjanjian G to G yang berpotensi menimbulkan penyimpangan,” papar Asri.

 

Kelima, lemahnya penegakan hukum dan sanksi bagi penggunaan TKA yang menyalahi aturan. Asri melihat masih ada pelanggaran yang terjadi dalam penggunaan TKA, namun penegakan hukum dan sanksi yang diberikan selama ini tergolong lemah. Salah satu penyebabnya yakni kurangnya koordinasi antar kementerian dan lembaga yang bertugas melakukan pengawasan terhadap TKA. Kementerian Ketenagakerjaan tidak bisa bertindak sendiri dalam mengawasi penggunaan TKA, butuh peran lembaga lain seperti Imigrasi dan Polri.

Tags:

Berita Terkait