Pentingnya Kajian Finansial Sebelum Putuskan PKPU atau Pailit
Utama

Pentingnya Kajian Finansial Sebelum Putuskan PKPU atau Pailit

Permasalahan finansial bisa saja bersifat temporer atau permanen. Hal ini dapat mempengaruhi langkah hukum yang akan diambil oleh debitur maupun kreditur.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

“Sisi kejatuhan ini akan menjadi analisa apakah sifatnya temporer atau permanen. Kalau dia permanen seperti misalnya izin dicabut, atau misalnya produk ini dibatasi, atau produk dilarang masuk pada wilayah fokus pasarnya ini ‘kan membuat dia mengalami goncangan. Tapi jika sifatnya temporer maka ini akan membuka kesempatan debitur untuk merestruktur,” kata Ricardo kepada hukumonline, Kamis (25/7).

 

Dalam konteks ini, debitur harus menjadi pihak yang aktif untuk menjelaskan krisis temporer yang menimpa bisnisnya, sehingga kreditur berkenan memberikan kesempatan untuk merestruktur utangnya. Hal ini, lanjutnya, menjadi alternatif yang baik bagi debitur yang memang sudah tidak memiliki cara lain untuk membayar utangnya.

 

Di sisi lain, Ricardo mengingatkan bahwa restruktur utang tak harus melalui PKPU. Bisa saja restrukturisasi utang dilakukan di luar PKPU yang disepakati oleh debitur dan kreditur dan konsep ini biasa disebut konsesual. Hanya saja, posisi kesepakatan yang terjadi di luar pengadilan niaga lemah secara hukum, di mana pihak debitur tidak bisa membatasi gugatan yang masuk ke pengadilan sehingga membuat kesepakatan yang sudah dilakukan menjadi batal.

 

“Restruktur itu tidak harus melalui PKPU tapi juga bisa dilakukan di luar dari PKPU. Nah tapi kalau ini (restruktur di luar PKPU) sulit karena tidak bisa membatasi datangnya gugatan, permohonan, PKPU ataupun pailit. Maka baiknya dilakukan melalui pengadilan karena ketika PKPU, otomatis semua tagihan menjadi berhenti selama 270 hari. Inilah kelebihan PKPU untuk membangun kesempatan untuk merestruktur walaupun pada akhirnya ditentukan oleh majority,” tambahnya.

 

Sementara itu, kurator Jimmy Simanjuntak menyebut jika situasi gagal bayar yang dialami oleh debitur harus dikaji terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menyetujui PKPU atau pailit. Kreditur harus memastikan apakah debitur masih memiliki opportunity atau kesempatan untuk bisa melanjutkan usahanya.

 

Dalam hal ini, kreditur harus menghitung antara beban utang dengan kemampuan membayar debitur. Pasalnya, lanjut Jimmy, dalam kebanyakan kasus PKPU maupun kepailitan, mayoritas rasio equity atau aktiva tidak setara dibandingkan dengan jumlah utang. Rata-rata jumlah aset hanya 20 persen dari 100 persen rasio utang.

 

“Kalau kemampuan dalam arti aset itu jauh dari utang yang ada itu sangat merugikan kreditor sehigga alternatif keduanya adalah apakah opportunity untuk hidup atau going concern usaha tersebut masih bisa. Kalau masih bisa ya pikir pilihan yang lebih tepat bagaimana mengedepankan kelangsungan usaha itu,” kata Jimmy kepada hukumonline, Kamis (25/7).

 

Tags:

Berita Terkait