Peran Media Mengawal Anti SLAPP bagi Pejuang Lingkungan
Kolom

Peran Media Mengawal Anti SLAPP bagi Pejuang Lingkungan

Sehingga mendorong legislator dan aparat penegak hukum untuk mempercepat terbitnya peraturan turunan Pasal 66 UU PPLH yang memadai bagi pejuang lingkungan.

Bacaan 5 Menit

Dalam situasi pembaharuan hukum Anti SLAPP dengan peta jalan yang masih abu-abu, maka saat ini dirasa penting untuk memanfaatkan people power melakukan mainstreaming atau generalisasi isu Anti SLAPP kepada masyarakat luas. Hal ini semata-mata agar dapat meningkatkan kesadaran masyarakat akan fenomena SLAPP. Upaya ini bertujuan agar SLAPP yang pada awalnya merupakan suatu langkah taktis bagi kaum pemilik modal untuk dapat meredam suara dan perjuangan masyarakat menjadi tidak lagi dipandang sebagai strategi yang efektif lagi. 

Terkait hal itu, media yang memiliki peran strategis bisa menggaungkan kasus-kasus yang dianggap sebagai SLAPP agar menciptakan paradigma alternatif terhadap kasus yang tengah dikonsumsi publik. Sehingga publik tidak hanya memandang bahwa suatu tindakan merupakan suatu bentuk pelanggaran hukum, namun juga terdapat motif di balik serangan dengan dalih pelanggaran hukum terhadap suatu tindakan yang dilakukan. Harapannya, selain generalisasi konsep dan karakteristik SLAPP, terdapat pula dukungan moral yang masif kepada korban kasus SLAPP untuk tetap teguh dalam melanjutkan perjuangannya atas pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat. 

Keberhasilan dukungan publik dalam mencegah berhasilnya kasus SLAPP tercermin dalam sejumlah contoh kasus. Kasus Trans Mountain Pipeline ULC v. Dutton, dkk di Kanada misalnya. Kasus ini bermula dari aktivitas pengeboran di Gunung Burnaby yang memicu protes dari masyarakat sekitar. Keriuhan tersebut akhirnya membuat Trans Mountain Pipeline ULC selaku korporasi yang melakukan pengeboran menggugat Alan Dutton dan empat orang lainnya dari pihak masyarakat atas dasar perusakan properti korporasi. Penggugat pada akhirnya mencabut gugatan dan memberikan ganti rugi kepada pihak tergugat setelah terdapat desakan yang kuat dari masyarakat bagi korporasi untuk menghentikan tindakannya.

Di Indonesia sendiri, kasus Bambang Hero vs Jatim Jaya Perkasa pada 2018 kiranya dapat menjadi contoh baik bagaimana peran media sangat efektif dalam menghentikan kasus SLAPP. Sebelumnya Bambang Hero Saharjo selaku ahli dalam kasus pembakaran lahan gambut seluas 1000 hektar di Kabupaten Rokan Hilir digugat ganti kerugian sebesar Rp150 Miliar pada tahun 2018 oleh PT Jatim Jaya Perkasa (PT JPP) selaku terpidana pada kasus tersebut. PT JPP kemudian mencabut gugatan setelah terdapat dukungan publik yang besar terhadap Bambang Hero. 

Berangkat dari situasi politik hukum Indonesia yang belum memadai untuk memberantas SLAPP, maka dibutuhkan mekanisme transisi yang strategis dan tepat guna untuk dapat melindungi korban dari dampak negatif SLAPP. Di sisi lain, juga perlu menghimpun dukungan yang masif bagi korban SLAPP untuk dapat terus berjuang mempertahankan perjuangannya dalam mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sebagaimana telah dijamin oleh konsistusi.      

Untuk itu, peran media untuk mengeneralisasi isu dan karakteristik SLAPP serta mendukung korban memegang peranan penting, di samping peran organisasi lingkungan yang melakukan asistensi dan advokasi kepada korban. Harapannya dengan peran media yang efektif, maka terdapat dorongan pula bagi legislator dan aparat penegak hukum untuk mengeskalasi dan mempercepat terbitnya peraturan turunan Pasal 66 UU PPLH yang memadai bagi pejuang lingkungan. 

*) Etheldreda E.L.T. Wongkar adalah Pemerhati Hukum Lingkungan Hidup.

 

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.
Tags:

Berita Terkait