Peran Politik TNI/Polri di Parlemen Belum Habis
Berita

Peran Politik TNI/Polri di Parlemen Belum Habis

Jakarta, Hukumonline. Semua fraksi menyetujui pemisahan Polri dengan TNI. Namun, peran politik Fraksi TNI/Polri di parlemen agaknya belum habis. Sebagian fraksi mengusulkan Fraksi TNI/Polri masih ada di Majelis Permusyawaratan Rakyat hingga tahun 2009.

Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Peran Politik TNI/Polri di Parlemen Belum Habis
Hukumonline

Inilah pandangan yang mengemuka dalam pembahasan pertama subkomisi B2 pada 12 Agustus 2000 yang dipimpin oleh Sabam Sirait (F-PDIP), Machrus usman (F-PKB) dan I Ketut Astawa (F-TNI/Polri).

Subkomisi B2 telah membahas Rantap (Rancangan Ketetapan) tentang Pemisahan TNI/Polri dan Rantap tentang Peran TNI dan Peran Polri. Selain itu, subkomisi B2 juga membahas dasar hukum dan peraturan perundang-undangan.

Pada pembahasan Rantap tentang Pemisahan TNI dan Polri dan Rantap tentang peran TNI dan peran Polri, semua anggota majelis yang tergabung dalam subkomisi B2 sepakat terhadap Rantap tentang pemisahan TNI dan Polri, sedangkan pembahasan Rantap tentang peran TNI dan peran Polri masih ada ketidaksepakatan antar fraksi-fraksi yang tergabung dalam subkomisi B2.

Hal-hal yang tidak disepakati yaitu : peran politik TNI dan Polri di parlemen (MPR/DPR/DPRD) dan posisi atau kedudukan Polri apakah di bawah Presiden ataukah di bawah suatu departemen (Departemen Dalam Negeri).

Tiga pasal mengganjal

F-PBB yang diwakili oleh Abdul Kadir Djaelani mengemukakan pandangan fraksinya berkaitan dengan peran TNI dan peran Polri di dalam Rantap tersebut.

Menurut F-PBB, ada 3 pasal yang mengganjal dalam Rantap tersebut. Pertama, Pasal 5 ayat 4 yang berisikan anggota TNI yang tidak menggunakan hak pilih dan memilihnya dengan memasukkan keikutsertaanya dalam menentukan kebijakan nasional melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Kedua, Pasal 7 ayat 2 yang berisikan bahwa Kepolisian Republik Indonesia berada di bawah Presiden sebagai kepala pemerintahan. Ketiga, Pasal 10 ayat 2 yang berisikan anggota Kepolisian yang tidak menggunakan hak pilih dan memilihnya dengan memasukkan keikutsertaanya dalam menentukan kebijakan nasional melalui MPR.

Dari hal-hal tersebut, F-PBB menggangap perlu adanya perubahan dari pasal-pasal tersebut. Posisi Polri seharusnya diletakan di bawah sebuah departemen (Departemen Dalam Negeri) dan bukan di bawah presiden.

Alasannya, menurut Abdul Kadir, itu akan menjadi peran Polri tidak efisien dan kurang dirasakan oleh daerah. Sementara apabila diletakkan dibawah Departemen Dalam Negeri, peran Polri akan semakin dirasakan oleh daerah. Karena dengan posisi Polri di bawah Departemen Dalam Negeri, khususnya di bawah Gubernur, peran Polri akan semakin efisien.

Posisi politik Polri

Berkaitan dengan dengan posisi politik TNI dan Polri, Abdul Kadir menyatakan bahwa masalah pertahanan bukan hanya dari luar, tetapi juga dari dalam. Sebagai contoh, Polri ternyata belum mampu untuk mengatasi bahaya separatis.

Tumbu Saraswati dari F-PDIP mengatakan bahwa Rantap tentang Peran TNI dan Peran Polri adalah Rantap yang pengaturan lebih lanjutnya diatur di dalam Undang-undang, sehingga hal-hal yang diatur dalam Rantap tersebut adalah hal-hal yang bersifat kebijakan yang prinsipil dari peran TNI dan Polri.

Menurut Tumbu, sistem Kepolisian adalah sistem yang sentralistik atau dikenal dengan National Police System. Oleh karena itu ia tidak setuju dengan penepatan polisi terpecah-pecah di daerah.

Aisyah Amini dari F-PPP mengatakan bahwa peran politik TNI dan Polri memang akan dihapuskan secara bertahap. Menurut Aisyah, pada 2004 F-TNI/Polri di DPR/DPRD akan tidak ada dan baru pada 2009 F-TNI/Polri tidak lagi berada di Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Namun Aisyah Amini setuju kalau kedudukan Polri di bawah Presiden karena ini sangat berkaitan dengan independensi Polri. "Ini juga berkaitan dengan pengawasan yang akan dibentuk sebuah dewan kepolisian yang beranggotakan dari anggota masyarakat yang turut serta dalam menetapkan arah kebijakan kepolisian."

Namun seluruh anggota majelis sepakat bahwa peran polisi adalah sebagai alat negara dan bukan sebagai aparatur negara seperti yang tertera di rantap yang dihasilkan Badan Pekerja MPR (PAH II) yang menghasilkan Rantap tersebut.

Selain itu, anggota majelis yang tergabung dalam subkomisi B2 juga sepakat untuk membawa permasalahan terminologi dalam Rantap tersebut dibawa ke dalam tim perumus yang didampingi ahli bahasa.

 

 

Tags: