Perlindungan Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas Nasional
Kolom

Perlindungan Paten dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas Nasional

Diharapkan akan terbit dasar hukum yang mengatur lebih lanjut mengenai Hak atas Paten sebagai benda bergerak tidak berwujud (intangible asset) dalam kegiatan usaha hulu migas.

Bacaan 10 Menit
Stanislaus F. Lumintang. Sumber: Istimewa
Stanislaus F. Lumintang. Sumber: Istimewa

Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) mempunyai risiko yang tinggi, baik dari segi teknis maupun dari segi ekonomis, atas dasar itu perlu terus melakukan inovasi untuk dapat melaksanakan kegiatan operasi kegiatan usaha hulu migas. Para pelaku kegiatan usaha hulu migas perlu untuk terus melakukan adaptasi dengan melakukan pengembangan teknologi dan penemuan baru untuk dapat mengatasi berbagai risiko yang terdapat di dalamnya dengan proses riset yang dibiayai oleh negara melalui mekanisme cost recovery.

Terdapat berbagai cara yang digunakan oleh negara-negara penghasil migas untuk meminimalisir risiko dalam kegiatan usaha hulu migas agar dampak yang ditimbulkan dapat sebisa mungkin ditekan. Seperti misalnya risiko terkait efisiensi jika inovasi yang dibiayai oleh suatu negara melalui mekanisme cost recovery tersebut kemudian tidak dapat menjadi Hak atas Kekayaan Intelektual milik negara tersebut.

Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (terutama Paten) atas hasil inovasi tersebut dapat membantu negara penghasil migas untuk melindungi negaranya dari risiko dalam kegiatan usaha hulu migas dan sekaligus mengembangkan kepentingan nasional dalam kegiatan usaha hulu migas di negara-negara tersebut.

Terkait dengan hal di atas, selanjutnya kita akan coba untuk melihat bagaimana negara penghasil migas lainnya melakukan pendekatan untuk mengembangkan Paten sebagai perlindungan risiko dan pengembangan kepentingan nasional dalam kegiatan usaha hulu migas di negara tersebut.

Perlindungan Paten di Qatar

Kewenangan regulator terkait migas di Qatar berada ada di Ministry of Energy Affairs. Sedangkan kewenangan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga berada pada Qatar Petroleum (Law No. 10 of 1974 on the Establishment of Qatar Petroleum sebagaimana terakhir diubah oleh Law No. 15 of 1988).

Dengan demikian peran regulator berada pada Ministry of Energy Affairs, sedangkan Qatar Petroleum bertindak sebagai commercial arm yang dapat melaksanakan eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga (Law No.3 of 2007 on the Exploitation of Natural Resources).

Sumber daya alam yang berada di Qatar, termasuk migas, dikuasai oleh negara Qatar, dan tidak boleh ada eksploitasi yang diizinkan kecuali dalam scope yang telah ditentukan dalam Undang-Undang. Qatar Petroleum juga diberikan hak eksklusif untuk melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Qatar Petroleum juga diberikan hak untuk melakukan kerja sama untuk melaksanakan kegiatan operasi migas (Law No.3 of 2007 on the Exploitation of Natural Resources).

Dengan melihat pada ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa kewenangan Qatar Petroleum (sekarang Qatar Energy) dalam kegiatan usaha migas di Qatar sangat besar. Dengan kewenangan tersebut, hal yang menarik adalah Qatar Petroleum mengambil langkah baru dengan fokus pada pengembangan efisiensi energi dan teknologi ramah lingkungan.

Sejak tahun 2009, Qatar Petroleum telah mendirikan Qatar Petroleum Research & Technology Department yang diberikan tugas untuk merencanakan dan melaksanakan strategi Research & Development (R&D) di bidang migas, baik untuk teknologi eksisting maupun untuk teknologi baru. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk memperluas peluang dan pengembangan kesempatan yang lebih baik guna meraih target yang ditetapkan bagi kegiatan usaha migas di Qatar.

Pada bulan Oktober 2021, Qatar Petroleum melakukan penggantian nama menjadi Qatar Energy dengan strategi baru yang fokus pada efisiensi energi dan teknologi ramah lingkungan seperti teknologi penangkapan karbon dioksida. Banyaknya kegiatan R&D menghasilkan banyak inovasi untuk kegiatan usaha migas, dan banyaknya inovasi tersebut turut disertai dengan langkah perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual berupa Paten.

Upaya perlindungan Paten dilakukan dengan komprehensif, seperti pendaftaran paten melalui Patent Cooperation Treaty (PCT) yang merupakan suatu sistem global yang dirancang untuk memfasilitasi perlindungan paten di banyak negara (Novianti. Perlindungan Paten Melalui Patent Cooperation Treaty dan Regulations Under The Patent Cooperation Treaty. Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI. 30 November 2017). Bahkan karena Qatar merupakan negara di kawasan Timur Tengah, maka Qatar juga tergabung dalam Gulf Cooperation Council (GCC) yang mempunyai sistem perlindungan paten tersendiri bagi negara-negara Timur Tengah yang tergabung dalam GCC.

Dengan adanya langkah-langkah pengembangan dan perlindungan Paten di atas, terbukti sekarang Qatar telah memaksimalkan inovasi-inovasi yang mereka miliki untuk kepentingan nasional dan hal tersebut telah berhasil mengubah Qatar dari produsen migas yang tidak diperhitungkan, menjadi produsen Liquefied Natural Gas (LNG terbesar di dunia. Faktor yang tidak dapat diabaikan adalah Qatar memaksimalkan seluruh potensi untuk menghasilkan inovasi melalui Qatar Petroleum Research & Technology Department sebagai Research and Development (R&D) arm untuk pengembangan kegiatan usaha migas di Qatar dan memaksimalkan perlindungan terhadap Paten atas inovasi yang dihasilkan melalui PCT dan GCC.

Perlunya Langkah Strategis Migas Nasional

Dengan melihat pada negara Qatar tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pengembangan dan perlindungan Paten menjadi salah satu yang ingin diraih dalam bidang kegiatan usaha hulu migas di negara-negara tersebut.

Telah menjadi kesadaran bagi negara-negara besar dalam industri hulu migas bahwa pengembangan dan perlindungan Paten dapat mengurangi risiko yang mungkin timbul dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas.

Melalui Paten didapatkan perlindungan atas invensi-invensi yang dihasilkan dalam kegiatan usaha hulu migas. Selain itu, jika perlindungan atas Paten dimaksimalkan, maka Paten tersebut juga akan membuat kegiatan usaha hulu migas di suatu negara dapat semakin berkembang. Seperti penggunaan teknologi yang dapat memudahkan dilakukannya kegiatan usaha hulu migas dalam kegiatan operasi migas di seluruh wilayah negara tersebut jika Paten atas teknologi dimaksud dimiliki oleh instansi negara yang terkait.

Begitu juga jika suatu saat harga minyak dunia kembali mengalami fluktuasi, Paten bisa menjadi salah satu peredam risiko ekonomis dengan cara melakukan lisensi dengan pihak lain atau melakukan penjualan hak atas Paten dengan fee yang dapat disesuaikan, sehingga dapat menjadi salah satu sumber pemasukan bagi negara tersebut.

Langkah Qatar mendirikan Qatar Petroleum Research & Technology Department serta menjadi anggota dari negara-negara PCT dan GCC telah menunjukkan bahwa Qatar berkeinginan untuk memaksimalkan pengembangan dan perlindungan Paten dalam kegiatan usaha migas di Qatar.

Dari langkah-langkah yang diambil oleh negara Qatar di atas, dapat diketahui bahwa terdapat suatu langkah strategis yang diambil untuk mengembangkan dan melindungi Paten untuk kepentingan nasional negara tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan dalam kolom saya sebelumnya di Hukumonline yang berjudul Tinjauan Hukum Paten Dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas, telah dijelaskan bahwa Pemerintah memiliki sumber daya alam sampai di titik penyerahan, serta SKK Migas yang memiliki kewenangan manajemen serta barang yang diadakan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) menjadi Barang Milik Negara.

Dari ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa terdapat tidak seperti Qatar di mana kewenangan manajemen baik dalam kegiatan usaha hulu maupun hilir migas terdapat di Qatar Petroleum (sekarang Qatar Energy). Dalam sistem migas Indonesia, kewenangan manajemen untuk kegiatan usaha hulu migas terdapat di SKK Migas.

Kewenangan manajemen pada SKK Migas tersebut membawa pola kemitraan yang unik sebagaimana diatur dalam Kontrak Kerja Sama, di mana KKKS bertindak sebagai Operator yang melaksanakan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi, sedangkan SKK Migas berperan sebagai manajemen. Selain itu KKKS juga wajib untuk menyediakan terlebih dahulu segala dana dan mengadakan segala barang yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan usaha hulu migas tersebut, di mana barang-barang tersebut akan menjadi barang milik negara. KKKS juga harus menanggung semua risiko yang ada dan dana yang ada hanya akan dikembalikan jika terdapat produksi dari kegiatan usaha hulu migas yang dijalankan KKKS tersebut.

Pasal 1 Angka 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (UU 1/2004) mengatur bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Selanjutnya, Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (PP 27/2014) juga mengatur bahwa Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah (Pasal 1 angka 1 jo. Pasal 2 ayat (1) PP 27/2014). Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah antara lain adalah barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 2 ayat (2) PP 27/2014).

Pengaturan dalam UU 17/2003 dan PP 27/2014 di atas sejalan dengan pengaturan Barang Milik Negara dalam Pasal 1 Angka 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 140/PMK.06/2020 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Hulu Minyak dan Gas Bumi (PMK 140/2020) yang mengatur bahwa Barang Milik Negara Hulu Migas adalah semua barang yang berasal dari pelaksanaan Kontrak Kerja Sama antara KKKS dengan Pemerintah, termasuk yang berasal dari Kontrak Karya/Contract of Work (CoW) dalam pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi.

Dalam perkembangannya, terdapat juga benda bergerak tidak berwujud yang berasal dari kegiatan usaha hulu migas seperti Hak atas Paten dari berbagai invensi yang dihasilkan dalam Kegiatan Usaha Hulu Migas. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU 13/2016) yang mengatur bahwa Hak atas Paten merupakan benda bergerak tidak berwujud. Ketentuan Pasal ini yang menjadi penghubung antara ketentuan Paten dalam UU 13/2016 dengan ketentuan mengenai Barang Milik Negara dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Ketentuan Pasal 59 ayat (3) UU 13/2016 di atas memungkinkan pengertian Barang Milik Negara Hulu Migas menjadi lebih luas dari yang sebelumnya terdapat dalam PMK 140/2020 karena yang dapat dijadikan sebagai Barang Milik Negara Hulu Migas tidak hanya benda berwujud namun juga benda tidak berwujud (intangible asset) seperti Hak atas Paten.

Terbukanya jalan untuk menjadikan Hak atas Paten sebagai benda bergerak tidak berwujud menjadi Barang Milik Negara (BMN) perlu untuk ditindaklanjuti dengan pembuatan sebuah peraturan yang secara jelas mengatur bahwa terhadap invensi-invensi yang ditemukan oleh KKKS dalam pelaksanaan kegiatan operasi hulu migas merupakan Hak atas Paten sebagai benda bergerak tidak berwujud dan oleh karenanya termasuk dalam BMN. Peraturan yang disarankan untuk dibuat setidaknya dalam bentuk Peraturan Menteri Keuangan, agar dapat mengisi kekosongan pengaturan Hak atas Paten sebagai BMN pada tingkatan Peraturan Menteri Keuangan.

Dengan demikian, jelas bahwa Hak atas Paten yang diperoleh berdasarkan Kontrak Kerja Sama dari Kegiatan Usaha Hulu Migas merupakan BMN, sehingga pengelolaannya juga harus dilakukan oleh negara, melalui pengaturan yang menjadikan Pemerintah Republik Indonesia cq. SKK Migas sebagai Pemegang Paten. Hak atas Paten tersebut bisa dimanfaatkan oleh seluruh Kontraktor di bawah SKK Migas dalam melaksanakan Kegiatan Usaha Hulu Migas agar dapat mendatangkan manfaat yang maksimal bagi Negara.

Langkah perlindungan Paten kemudian perlu dilihat secara strategis. Pasal 3 huruf e UU 22/2001 telah mengatur bahwa penyelenggaraan kegiatan usaha migas bertujuan meningkatkan pendapatan negara untuk memberikan kontribusi yang sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional dan mengembangkan serta memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia.

Sejalan dengan Pasal 3 huruf e UU 22/2001, Pasal 2 Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Permen ESDM 09/2013) juga telah mengatur bahwa SKK Migas mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan Kontrak Kerja Sama agar pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dengan melihat pada ketentuan UU 22/2001 dan Permen ESDM 09/2013 di atas, dapat diketahui bahwa tujuan besar yang ingin dicapai dari dilaksanakannya kegiatan usaha hulu migas adalah untuk memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara serta untuk memperkuat posisi industri dan perdagangan Indonesia. Tujuan besar dalam UU 22/2001 dan Permen ESDM 09/2013 ini jelas sama dengan tujuan dari dilakukannya perlindungan Paten dalam kegiatan usaha hulu migas sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu sebagai perlindungan risiko dan pengembangan kepentingan nasional dalam kegiatan usaha hulu migas di negara tersebut.

Langkah perlindungan lebih lanjut terhadap Hak atas Paten dengan Pemerintah Republik Indonesia cq. SKK Migas sebagai Pemegang Paten tersebut, dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan sistem global PCT sebagai fasilitas pendaftaran Paten di banyak negara.

Dengan memanfaatkan sistem global PCT untuk pendaftaran Hak atas Paten atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di berbagai negara agar perlindungan atas Hak atas Paten tersebut menjadi lebih efektif.

Pasal 33 UU 13/2016 telah mengatur bahwa Permohonan Paten dapat diajukan melalui Traktat Kerja Sama Paten (Patent Cooperation Treaty) dan ketentuan lebih lanjut mengenai Permohonan Paten tersebut diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 37 Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 38 Tahun 2018 tentang Permohonan Paten (Permenhukham 13/2018) juga telah mengatur lebih lanjut mengenai Permohonan Paten yang dapat diajukan melalui Traktat Kerja Sama Paten (Patent Cooperation Treaty).

Dengan demikian, dapat diketahui bahwa telah terdapat dasar hukum yang berlaku di Indonesia untuk dapat memanfaatkan sistem global PCT sebagai fasilitas pendaftaran Paten di banyak negara sebagai langkah perlindungan yang efektif bagi Hak atas Paten dari kegiatan usaha hulu migas.

Langkah perlindungan tersebut penting untuk dilakukan karena berdasarkan Pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Paten telah diatur Hak atas Paten merupakan benda bergerak tak berwujud, sehingga dengan pendaftaran atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas, sehingga perlu adanya perlindungan secara komprehensif terhadap benda bergerak tak berwujud berupa Hak atas Paten tersebut.

Dengan demikian, Pasal 33 UU 13/2016 dan Pasal 37 Permenhukham 13/2018 telah memberikan dasar hukum yang jelas bagi pelaksanaan Pendaftaran Paten melalui sistem global PCT sebagai fasilitas pendaftaran Paten di banyak negara, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendaftarkan Hak atas Paten sebagai benda bergerak tak berwujud berdasarkan Pasal 59 ayat (3) UU 13/2016 atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di banyak negara agar dapat melindungi kepentingan Indonesia secara komprehensif dari adanya risiko pelanggaran Paten dalam kegiatan usaha hulu migas kedepannya baik yang terjadi di Indonesia maupun di negara yang telah mendaftarkan Hak atas Paten atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di negara tersebut.

Perlindungan Hak atas Paten atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas di berbagai negara melalui sistem global PCT juga dapat membawa manfaat ekonomi bagi Indonesia. Pendaftaran Hak atas Paten tersebut di negara penghasil migas lain akan membawa potensi penggunaan Paten tersebut di industri negara bersangkutan dan akan menghasilkan royalti dari industri migas yang menggunakan Paten tersebut di negara dimaksud. Royalti ini tentunya dapat berpotensi menjadi sumber Penerimaan Negara Bukan Pajak bagi Indonesia karena Hak atas Paten yang digunakan adalah atas nama Pemerintah RI cq. SKK Migas.

Diharapkan ke depannya juga akan diterbitkan dasar hukum yang mengatur lebih lanjut mengenai Hak atas Paten sebagai benda bergerak tidak berwujud (intangible asset) dalam kegiatan usaha hulu migas. Tujuannya agar perlindungan Hak atas Paten dari kegiatan usaha hulu migas nasional dapat dijalankan dengan maksimal, sehingga pengambilan sumber daya alam migas milik negara dapat semakin meningkatkan kemampuan nasional serta memberikan kontribusi sebesar-besarnya bagi perekonomian nasional sebagaimana diamanatkan oleh Pasal 3 UU 22/2001.

*)Stanislaus F. Lumintang, S.H., M.H. adalah Legal Counsel & Pengamat Hukum Migas.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait