Perlu Dibentuk Panja Divestasi Saham KPC
Berita

Perlu Dibentuk Panja Divestasi Saham KPC

Anggota DPR merasa perlu ada klarifikasi mengenai penetapan harga divestasi KPC yang membengkak lebih dari Rp5 triliun.

CR
Bacaan 2 Menit
Perlu Dibentuk Panja Divestasi Saham KPC
Hukumonline

Menanggapi hal tersebut, Djoko Darmono, Inspektur Jenderal Departemen ESDM mengatakan bahwa pihaknya memang tidak melakukan konsultasi dengan bursa saham ataupun pakar keuangan. Walaupun ada ketentuan yang menyebutkan kewajiban untuk melakukan negosiasi terlebih dahulu.

Menurut Djoko, sebelumnya Departemen ESDM telah melakukan konsultasi dengan Bapepam saat penjualan saham tahun 2001. Saat itu Bapepam berpendapat pemerintah tidak perlu menanyakan divestasi saham tersebut apabila tidak ada niatan untuk listing saham di bursa. Berpijak dari jawaban itulah, Departemen ESDM tidak melakukan konsultasi lagi dengan Bapepam.

Kalaupun akan ditanyakan lagi, pasti jawabannya akan sama. Jadi buat apa ditanyakan lagi, jawab Djoko.

Mengenai harga yang dipersoalkan, Djoko mengatakan bahwa harga yang dipatok dahulu itu sudah melalui proses uji tuntas (due diligence). Sehingga sudah memenuhi ketentuan yang berlaku.

Tidak merugikan negara

Sedangkan Menteri ESDM, Purnomo Yusgiantoro berpendapat tidak terjadi kerugian negara dalam proses divestasi ini. Mengenai perbedaan harga, menurutnya sangat mungkin terjadi, karena nilai tersebut bergantung pada perubahan harga batu bara.

Menjelaskan tentang kronologis proses divestasi saham tersebut, Purnomo mengatakan bahwa pemerintah provinsi Kalimantan Timur ingin membeli seluruh saham, sebanyak 51 persen, namun tidak disepakati. Pasalnya, berdasarkan ketentuan Pasal 26 Perjanjian Karya Pengusahaan Batu Bara (PKP2B), penjualan saham diproritaskan pada Pemerintah Indonesia, yang artinya bisa untuk pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. Artinya, Pemprov Kaltim tidak bisa membelinya sendiri.

Atas dasar itulah, Departemen ESDM menyimpulkan, karena pemerintah pusat tidak mau membeli saham tersebut, maka pemerintah daerah pun tidak bisa membelinya.

Sebelumnya, Presiden Megawati Soekarnoputri telah memutuskan bahwa 51 persen saham KPC yang didivestasi diberikan kepada Pemprov Kaltim sebesar 31 persen dan 20 persen kepada pemerintah pusat yang diwakili oleh PT Aneka Tambang. Dari 31 persen jatah Pemprov Kaltim, sebanyak 18,6 persen diberikan kepada Pemkab Kutai Timur dengan nilai pembelian AS$104 juta.

Dalam rapat kerja dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), anggota Komisi VII DPR, Abdul Manaf mempersoalkan divestasi saham Kaltim Prima Coal (KPC) yang diduga berpotensi pada kehilangan keuangan negara senilai Rp5 triliun. Jumlah tersebut setelah dihitung dari selisih perubahan penetapan harga saham KPC.

Pada 2002, pemerintah menetapan harga divestasi 51 persen saham KPC sebesar AS$ 822 juta. Kemudian 27 Desember 2003, pemerintah menetapkan harga saham tersebut sebesar AS$ 1,4 miliar. Ada kenaikan lebih dari AS$500 juta, atau lebih dari Rp5 triliun. Atas dasar inilah politisi dari PKS itu memandang perlu ada klarifikasi perubahan harga saham KPC.

Seharusnya pemerintah melakukan negosiasi dengan KPC agar harga saham tersebut tidak terlalu tinggi, seperti kemauan KPC, ujar Abdul, di gedung DPR (7/2). Ia menyatakan sependapat dengan usulan anggota DPR lainnya agar permasalahan ini dibahas dalam suatu Panitia Kerja (Panja).

Lebih lanjut dia berpendapat, setelah proses divestasi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur seharusnya berhak untuk membeli saham tersebut, sebelum ditawarkan kepada pihak lain.

Sebagaimana diberitakan, Rio Tinto dan PT Beyond Petroleum, pemegang saham KPC menjual 100 persen sahamnya kepada PT Bumi Resources Tbk, dengan harga AS$ 500 juta, yang kemudian membengkak menjadi AS$1,4 miliar. Namun penjualan ke Bumi Resources ini tidak menghalangi kewajiban proses divestasi 51 persen saham KPC.

Tags: