Perlu Payung Hukum Khusus Agar Opsi Otsus Aceh Tak Sekedar Basa Basi
Berita

Perlu Payung Hukum Khusus Agar Opsi Otsus Aceh Tak Sekedar Basa Basi

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa opsi Otonomi Khusus (Otsus) merupakan solusi final untuk Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di Aceh. Agar tak sekedar basa-basi, sebaiknya dibentuk payung hukum khusus untuk menunjang otsus tersebut.

Zae
Bacaan 2 Menit
Perlu Payung Hukum Khusus Agar Opsi Otsus Aceh Tak Sekedar Basa Basi
Hukumonline
Demikian ditegaskan oleh Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras), Usman Hamid, dalam konferensi pers menyikapi hasil pertemuan informal antara Pemerintah Indonesia dan GAM.

Tuntutan GAM

Dalam perundingan tersebut, sebenarnya GAM sudah menurunkan tuntutannya dari kemerdekaan menjadi pemerintahan sendiri (self government) di Aceh. Tuntutan lainnya adalah pembagian sumber daya yang adil bagi Aceh, dan penyelidikan pelanggaran HAM oleh lembaga independen internasional.

Selanjutnya GAM juga meminta pemerintah Indonesia membebaskan juru runding mereka yang saat ini ditahan di beberapa lembaga pemasyarakatan. Selanjutnya GAM meminta gencatan senjata, pembubaran tentara milisi, serta penarikan seluruh pasukan TNI dari Aceh.

Usman melihat beberapa dari tuntutan itu realistis untuk dilaksanakan, dan beberapa lainnya kemungkinan besar akan ditolak oleh pemerintah Indonesia. Misalnya, soal pemerintahan sendiri, kemungkinan besar ditolak karena pemerintah tetap pada opsi Otsus.

Selanjutnya soal penyelidikan pelanggaran HAM oleh lembaga independen internasional juga kemungkinan tidak akan disetujui oleh pemerintah Indonesia.

Prasyarat

Perundingan selanjutnya, putaran ketiga, antara pemerintah Indonesia dengan pihak GAM rencananya dilaksanakan pada April 2005. "Untuk terciptanya perundingan yang damai sebaiknya pemerintah mempertimbangkan beberapa prasyarat yang perlu dilakukan," ujar aktivis Aceh Working Group (AWG), Otto Iskandar Ishak.

Beberapa prasyarat tersebut yaitu status darurat sipil di Aceh harus dicabut. Tanpa pencabutan status itu, mustahil bagi masyarakat Aceh untuk bisa memberi kontribusi bagi setiap proses pembangunan.

Syarat kedua adalah bahwa kedua belah pihak harus benar-benar melaksanakan demiliterisasi berupa gencatan senjata. Pemerintah Indonesia juga perlu membebaskan tahanan politik, khususnya juru runding GAM yang saat ini ditahan di beberapa LP di Jawa Barat. Pembebasan ini, menurut Otto, juga penting untuk membangun kepercayaan antar kedua belah pihak dan mereklah yang tahu benar bagaimana proses perundingan sebelumnya.

"Tanpa payung hukum khusus yang dibuat oleh pemerintah Indonesia, maka opsi otsus ini tidak mungkin bisa dilakukan," tegas Usman (24/2).

Pemerintah Indonesia memang sudah menegaskan bahwa opsi otsus merupakan solusi final dalam perundingan antar Indonesia dengan GAM. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa dunia tidak akan setuju terhadap GAM yang menghendaki wilayah Aceh lepas dari Indonesia.

Payung hukum yang sudah tersedia saat ini adalah UU No. 18/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi DI NAD. Substansi dalam UU Otsus tersebut, kata Usman, masih menutup peluang GAM untuk mendapatkan hak-hak politik dan sipilnya.

Misalnya bahwa kewenangan legislatif di provinsi NAD dipegang oleh DPRD, yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Sedangkan dalam UU Pemilihan Umum ada aturan di mana pemilih dan calon anggota DPRD tidak pernah menjadi kelompok organisasi terlarang atau berkhianat kepada RI.

Meski dibentuk aturan khusus, lanjut Usman, bukan berarti pemerintah Indonesia membuka peluang agar GAM bisa memperoleh semua tuntutannya. "Saya yakin pemerintah juga tidak akan mau, tapi yang penting sekarang adalah mencari jalan tengah di antara dua tuntutan dari dua pihak yang saling bertolak belakang," saran Usman.

Tags: