Perusahaan Jasa Keuangan Akan Diwajibkan Rekam Perjanjian Transaksi
Terbaru

Perusahaan Jasa Keuangan Akan Diwajibkan Rekam Perjanjian Transaksi

Lantaran terus meningkatnya pengaduan konsumen di sektor jasa keuangan. Tanpa bukti kuat penyelesaian pengaduan konsumen dengan perusahaan jasa keuangan sulit dilakukan.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES

Terus meningkatnya pengaduan konsumen jasa keuangan menjadi perhatian khusus Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Salah satu penyebab pengaduan tersebut karena konsumen menganggap perusahaan jasa keuangan tidak menepati suatu perjanjian. Hal ini diperparah dengan lemahnya bukti perjanjian antara konsumen dengan perusahaan jasa keuangan.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Tirta Segara, menyatakan pihaknya akan mewajibkan perusahaan jasa keuangan untuk melakukan perekaman saat bertransaksi dengan konsumen. Dengan demikian, rekaman tersebut dapat diketahui perjanjian yang ditawarkan perusahaan jasa keuangan kepada konsumen pada proses awal transaksi.

Dia mencontohkan pada kasus sektor asuransi unitlink yang marak pengaduan nasabah atau pemegang polis karena merasa pelaksanaan perjanjian dengan perusahaan tidak sesuai dengan kesepakatan awal.

Unitlink ini banyak kasus ketika mengadu ke OJK, kami fasilitasi layanan pengaduan. Datanglah konsumen menngadu bahwa enggak sesuai dengan janji pihak asuransi. Lalu, kami panggil perusahaan asuransinya, tapi mereka bilang enggak menjanjikan apa-apa. Sedangkan nasabahnya, di awal juga hanya manggut-manggut dan tanda tangan. Tapi keduanya enggak punya bukti. Ini yang enggak bisa diselesaikan. Makanya kami ingin kalau jual produk itu direkam,” jelas Tirta di Bandung, Sabtu (5/12).

Dia menyampaikan rencana wajib perekaman tersebut menimbulkan berbagai kritik dari berbagai pihak. Namun, dia menegaskan kewajiban perekaman tersebut tetap akan dilakukan. Tanpa bukti kuat tersebut, Tirta juga mengatakan penyelesaian pengaduan konsumen dengan perusahaan jasa keuangan sulit dilakukan.

“Banyak yang bilang di dunia enggak ada (perekaman). Nah, justru itu biar unik maka akan diadakan,” jelasnya. (Baca: Ini 5 Sektor Pengaduan Konsumen Jasa Keuangan Terbanyak Sepanjang 2021)

Untuk memberi kepastian hukum kewajiban perekaman tersebut, OJK sedang merevisi Peraturan OJK Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Tirta berharap dengan perbaikan regulasi perlindungan konsumen tingkat kepercayaan pada industri jasa keuangan meningkat. Perbaikan regulasi tersebut juga dilakukan dengan memperhatikan prinsip keseimbangan antara dukung pertumbuhan industri dan memberi perlindungan konsumen.

Berdasarkan data OJK hingga 25 November 2021, jumlah pengaduan tersebut meningkat signifikan dalam lima tahun terakhir. Total pengaduan yang diterima mencapai 595.521 laporan atau meningkat dari 245.083 laporan di 2020. Terdapat lima sektor terbesar pengaduan pada 2021 yaitu fintech atau pinjaman online, perbankan, asuransi, perusahaan pembiayaan dan investasi.

“Dulu 2017 (pengaduan) kurang dari 26 ribu laporan, jadi satu bulan paling 2.200 sampai di bawah 2.500. Tapi sekarang jumlahnya naik pada 2021 jadi 595.521 pengaduan. Ada kenaikan dari 2017 sebesar 22 kali lipat sampai saat ini. Pertanyaan dari masyarakat banyak sekali,” jelas Tirta.

Sengketa antara nasabah dengan perusahaan jasa keuangan menjadi sorotan, khususnya masa pandemi Covid-19. Berbagai kasus terhambatnya kegiatan bisnis masyarakat menyebabkan peningkatan kasus gagal bayar nasabah memenuhi kewajiban kepada perusahaan jasa keuangan seperti pelunasan pinjaman bank, polis asuransi maupun kredit perusahaan pembiayaan.

Permasalahan ini berbanding lurus dengan pengaduan konsumen perusahaan jasa keuangan. Sengketa antara nasabah dengan perusahaan jasa berpotensi meningkat saat pandemi ini. Nasabah perlu memahami mekanisme pengaduan penyelesaian sengketa yang tepat agar persoalannya dapat diselesaikan secara tepat.

Secara terpisah, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sarjito, menyampaikan nasabah terlebih dahulu menghubungi perusahaan jasa keuangan untuk menyelesaikan persoalan terhadap pelayanan dan produk jaa keuangan. Mekanisme penyelesaian tersebut disebut internal dispute resolution.

“Apabila konsumen merasa ada yang perlu disampaikan atau diadukan mengenai pelayanan atau produk sektor jasa keuangan maka langkah pertama adalah konsumen wajib hubungi pelaku usaha jasa keuangan yang dimaksud adalah bank, perusahaan asuransi, sekuritas. Jadi, konsumen hubungi langsung perusahaan jasa keuangan atau diselesaikan melalui mekanisme internal dispute resolution sehingga pengaduannya diselesaikan antara konsumen dengan jasa keuangan,” jelas Sarjito pada Juli lalu.

Nantinya, pengaduan tersebut harus dilengkapi dengan berkas-berkas yang jelas sehingga dalam maksimal 20 hari perusahaan jasa keuangan wajib menanggapi pengaduan tersebut. Penyelesaian antara nasabah dengan perusahaan jasa keuangan dapat menghasilkan keputusan yang disepakati para pihak.

Namun, apabila nasabah tidak puas dengan hasil penyelesaian internal tersebut maka dapat menyelesaikan melalui mekanisme eksternal dispute resolution.Konsumen dapat menggunakan jalur Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) dalam penyelesaian pengaduan. Dasar hukum penyelesaian sengketa dengan lemmbaga jasa keuangan tercantum dalam Peraturan OJK 61/POJK.07/2020 tentang LAPS Sektor Jasa Keuangan yang dirilis pada 2020.

Sedangkan, permasalahan tersebut terdapat dugaan pelanggaran perundang-undangan oleh perusahaan jasa keuangan, maka nasabah dapat mengadukan kepada OJK sebagai pengawas industri. Sarjito mengimbau kepada konsumen agar berhati-hati dan bijak dalam mempublikasi persoalan tersebut melalui media massa dan media sosial.

“Saya imbau konsumen masyarakat cukup berhati-hati dan bijak dalam pengaduan konsumen yang diproses untuk tidak disampaikan kepada media atau media sosial yang kebenaran pengaduan tersebut belum dapat diperkirakan. Hal ini dapat berdampak tidak baik pada konsummen sendiri maupun terhadap pelaku jasa keuangan yang belum tentu kesalahannya maupun sektor jasa keuangan yang dapat terganggu akibat pemberitaan di media atau media sosial yang belum tentu tentang kebenarannya itu,” jelas Sarjito.

Tags:

Berita Terkait