Potensi Hapus Hak Rakyat Atas Tanah, 6 Alasan KPA Desak Perpres 78/2023 Dicabut
Terbaru

Potensi Hapus Hak Rakyat Atas Tanah, 6 Alasan KPA Desak Perpres 78/2023 Dicabut

Pengadaan tanah tak perlu regulasi baru karena bisa menggunakan UU Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum beserta aturan turunannya.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika. Foto: Istimewa
Sekjen Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika. Foto: Istimewa

Berbagai kebijakan untuk memberi kemudahan pelaksanaan pembangunan telah diterbitkan, salah satunya yang terbaru Peraturan Presiden (Perpres) No.78 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Perpres No. 62 Tahun 2018 tentang Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan Dalam Rangka Penyediaan Tanah Untuk Pembangunan Nasional. Beleid itu menuai protes dari kalangan organisasi masyarakat sipil.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), Dewi Kartika, mencatat Perpres 78/2023 terkesan humanis, tapi substansi aturan tersebut menyatakan sebaliknya. Baginya, materi Perpres 78/2012 berpotensi meniadakan hak dasar rakyat atas tanah.

“Perpres 78/2023 berpotensi menghapus hak dasar rakyat atas tanah yang telah dijamin konstitusi dan UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria,” kata Dewi dikonfirmasi, Senin (8/1/2024).

Dewi menyebut KPA memiliki 6 catatan kritis terhadap Perpres 78/2023. Pertama, ada pembohongan hukum, di mana Perpres yang terkesan humanis tapi isinya bertujuan menghapus hak dasar rakyat atas tanah. Perpres merumuskan bagaimana tata cara pemerintah menggusur masyarakat dari tanah yang menjadi tempat tinggal, tanah kelahiran dan sumber penghidupannya.

Baca juga:

Sangat ironis, mengingat nilai-nilai filosofis dan ideologis dari konstitusionalisme agraria warga yang telah dilindungi dan dijamin Konstitusi dan UU 5/1960 berujung pada pemberian ‘santunan’ sebagaimana pasal 1 ayat (3) Perpres 78/2023. Pemberian santunan memberi kesan sebagai bentuk ‘sumbangan kemanusiaan’ agar masyarakat bersedia digusur. Padahal, istilah santunan dipakai karena hak masyarakat atas tanah dianggap telah nyata-nyata bukan milik rakyat. Kemudian masyarakat diusir dengan menggunakan istilah pemberian santunan.

“Itulah sebabnya Perpres 78/2023 tidak menggunakan terminologi ganti-kerugian seperti UU Pengadaan Tanah. Perpres ini gunakan istilah lain yaitu ‘santunan’, yang menunjukkan bahwa hak atas tanah warga tidak ada, tidak diakui, maka pemerintah  melakukan bentuk kebaikan atau kemurahan hati (charity) pemerintah dengan memberikan santunan,” ujar Dewi.

Tags:

Berita Terkait