Oleh karena itu, kata Mahfud, pemerintah pun mengganti sistem pemilihan kepala daerah yang ada. Melalui UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh masyarakat.
"Itu terjadi tahun 2004. Karena kemarahan politik kita terhadap DPRD di berbagai daerah. Sehingga di era-era itu banyak anggota DPRD masuk penjara. Kita ubah UU sekarang jadikan kepala daerah DPRD sebagian di tekan gajinya diperkecil ini nya tidak boleh lagi minta laporan pertanggungjawaban. Tapi apakah keadaan lebih baik? tidak," jelasnya.
Namun, praktik tersebut kini telah berpindah dari DPRD ke partai politik. "Ndak bayar ke DPRD, bayar ke partai, mahar namanya. Ini terus terang saja, begitu. Apa betul? Ya betul, ya betul lah. Wong sudah dimuat di koran begitu. Orang kan bilang itu tidak ada, tetapi yang kalah itu melapor, yang menang tidak, yang kalah melapor," jelas Mahfud.
Ia pun meminta di tengah praktik money politic itu para legislator di daerah agar bersabar dan mencari solusi pencegahan. "Ketika (DPRD) diberi kekuasaan menjadi kebablasan, tidak diturunkan lagi, buruk lagi. Mari kita sekarang mencari keseimbangan baru. Politik itu begitu, mencari keseimbangan baru," tandas Mahfud. (ANT)