PPHN Diatur Melalui Tap MPR dengan Konvensi Ketatanegaraan
Terbaru

PPHN Diatur Melalui Tap MPR dengan Konvensi Ketatanegaraan

Idealnya memang diatur dalam konstitusi, tapi mengingat situasi mengamendemen UUD 1945 sulit direalisasikan, mengatur melalui ketetapkan MPR jauh lebih tepat. Tak ada kewajiban presiden mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN kepada MPR.

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) dalam Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR memperingati HUT ke-77 Republik Indonesia di Gedung MPR, Selasa (16/8/2022). Foto: RES
Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) dalam Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan MPR memperingati HUT ke-77 Republik Indonesia di Gedung MPR, Selasa (16/8/2022). Foto: RES

Hadirnya Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) tidak akan  mengurangi sistem presidensial yang telah disepakati bersama. Bahkan tak akan menimbulkan kewajiban bagi Presiden untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan PPHN kepada MPR. Dengan adanya PPHN justru akan menjadi payung ideologis dan konstitusional bagi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025–2045.

Demikian disampaikan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo dalam Pidato Kenegaraan dalam Sidang Tahunan memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) ke-77 Republik Indonesia di Gedung MPR, Selasa (16/8/2022). “Adanya Pokok-Pokok Haluan Negara, justru akan menjadi paying   ideologis dan konstitusional,” ujarnya.

Menurutnya, bila PPHN disepakati seluruh komponen bangsa, maka calon Presiden dan calon Wakil presiden, calon Gubernur dan calon Wakil Gubernur, calon Bupati/Walikota dan calon Wakil Bupati/Walikota, tidak perlu menetapkan visi dan misinya masing-masing dalam pemilu. Tetapi seluruhnya memiliki visi dan misi yang sama. Yakni visi dan misi sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD Tahun 1945.

Baca Juga:

Masalahnya, PPHN belum disepakati pembentukannya. Tapi, Badan Pengkajian MPR telah merekomendasikan menghadirkan PPHN tanpa melalui amendemen UUD 1945. Rekomendasi tersebut berdasarkan aspirasi masyarakat dan daerah serta telah merampungkan kajian substansi dalam bentuk hukum PPHN.

Baginya, dengan memahami seksama original intent Pasal 3 UUD 1945 sebelum diubah, menyebutkan, “Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan Undang-Undang Dasar dan garis-garis besar daripada haluan negara”. Menurutnya, frasa ‘garis-garis besar daripada haluan negara’ menjadi satu rangkaian kalimat dengan frasa ‘menetapkan Undang-Undang Dasar’, mengandung makna, PPHN merupakan garis-garis besar daripada haluan negara.

Karenanya, perlu diatur melalui peraturan perundang-undangan yang  hierarkinya berada di bawah UUUD 1945. Tapi, harus di atas UU. Dia beralasan PPHN tidak boleh lebih filosofis daripada UUD 1945, sekaligus tidak boleh bersifat teknis atau teknokratis seperti UU. Dengan begitu, idealnya PPHN diatur melalui Ketetapan MPR dengan melakukan perubahan terbatas terhadap UUD 1945. Tapi MPR, kata Bamsoet, begitu biasa disapa, memahami gagasan tersebut sulit direalisasikan.

“Terkait urgensinya berkaitan dengan momentum lima tahunan, gagasan menghadirkan PPHN yang diatur melalui Ketetapan MPR, cara menghadirkannya akan diupayakan melalui konvensi ketatanegaraan,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait