Praktisi Berharap VoIP Dibebaskan Lisensinya
Berita

Praktisi Berharap VoIP Dibebaskan Lisensinya

Jakarta, hukumonline. VoIP (Voice Over Internet Protocol) atau telepon via internet masih terbatas. Karena itu, praktisi berharap VoIP dibebaskan lisensinya. Alasannya, VoIP menggunakan teknologi yang murah dan meriah.

Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Praktisi Berharap VoIP Dibebaskan Lisensinya
Hukumonline

Onno W. Purbo, pengamat telematika dari ITB, mengatakan bahwa istilah VoIP sama sekali tidak disinggung dalam UU No. 36 Tahun 1999 dan PP No. 52 Tahun 2000. Istilah VoIP baru ada pada Rancangan Keputusan Menteri (RKM) Perhubungan Tahun 2000 tentang Jasa Telekomunikasi yang sampai saat ini belum berlaku.

Menurut Onno, yang sedang diperjuangkan untuk perbaikan RKM tersebut adalah masalah penyelenggara jasa VoIP. Dalam RKM tersebut dinyatakan bahwa VoIP bersifat terbatas.

Berdasarkan keterangan dari Dirjen Pos dan Telekomunikasi, Onno menyimpulkan  bahwa tidak semua orang dapat langsung memperoleh lisensi operator jasa VoIP. Pasalnya, mereka harus berkompetisi terlebih dahulu. Jika diangap mampu, baru akan diberikan lisensi oleh Dirjen Postel. "Kami dari kalangan praktisi berharap agar VoIP dibebaskan saja lisensinya" kata Onno.

Penyelenggaraan VoIP yang sudah ada  itu dianggap tidak legal atau tidak punya izin. Izin ini perlu untuk audit pemerintah atas mutu pelayanan operator VoIP kepada masyarakat. "Hal inilah yang tidak dilakukan oleh penyelenggara VoIP saat ini," ujar Onno.

Onno juga sangat menyesalkan berbagai kejadian penangkapan operator VoIP karena Telkom dan Indosat menuduh adanya pencurian pulsa. Ia menyatakan bahwa tuduhan yang diontarkan oleh pihak Telkom dan Indosat ini tidak tepat. Karena operator VoIP itu, menurutnya, telah membayar pulsa yang digunakannya pada Telkom.

Onno mengkhawatirkan, praktek subsidi silang serta cross ownership yang mungkin dilakukan oleh Telkom dan Indosat saat kedua operator ini menjadi full network service provider. Jika praktek seperti ini dilakukan, dapat menghancurkan pihak pesaingnya. Oleh karena itu harus diusahakan juga ada operator telekomunikasi lain  yang jadi network service provider.

Efisiensi

Menurut Onno, tuduhan pencurian pulsa dengan memberikan analogi pada orang yang menyewa bus kepada seorang pengusaha. Lalu si penyewa itu mampu membuat jumlah penumpang pada bus tersebut 8 kali lipat dari kapasitas sebenarnya dengan cara efisiensi tempat duduk.

Sama dengan VoIP, analogi ini hanya merupakan efisiensi teknologi saja karena kualitas pelayanan yang diberikan hampir sama. Apalagi standar VoIP ini sudah masuk ke ITU. "Tentu saja dengan efisiensi ini biaya akhir yang dibayar konsumen menjadi jauh lebih murah," ujar Onno. Ia setuju dengan pendapat jika VoIP tidak secara tegas dilarang hukum, maka seharusnya diperbolehkan.

Berkaitan dengan RKM tentang Jasa Telekomunikasi yang belum disahkan, Onno melihat bahwa RKM tersebut masih memerlukan banyak penyempurnaan. Ia menjelaskan, sejak RKM itu di-posting di internet oleh Dirjen Pos dan Telekomunikasi (www.postel.go.id) telah banyak masukan dari masyarakat.

Menurut Onno, untuk masalah VoIP niat pemerintah belum punya kemampuan untuk mengaturnya sebab harus ada monitoring deteksi dan pelacakan. "Apakah pemerintah punya pasokan yang cukup?," tanya Onno.

Soekarno Abdurahman, Ketua Umum Masyarakat Telematika (Mastel) juga mendukung VoIP seharusnya dibebaskan bagi pelaku usaha telekomunikasi di Indonesia untuk menggunakan teknologi yang murah dan meriah.

"Jika penggunaan teknologi yang murah dan meriah ini dibasmi dan ditekan oleh regulator maka kesempatan penyebaran info dan telekomunikasi ke seluruh penduduk Indonesia akan terhambat," kata Soekarno. Ia berpendapat bahwa teknologi telekomunikasi yang murah seperti VoIP seharusnya tidak ditahan penggunaaannya.

Bukan telefoni dasar

Garuda Sugardo, Direktur Operasi PT Indosat Tbk menyatakan, Indosat memandang VoIP sebagai suatu teknologi. Dalam UU Telekomunikasi, masalah VoIP belum disebutkan karena VoIP bukanlah jasa teleponi dasar karena basisnya adalah suatu data yang dilewatkan melalui internet.

Namun, kini ada kontroversi dengan adanya hak ekslusifitas SLI (Sambungan Langsung Internasional) yang dipegang oleh Telkom dan Indosat serta anggapan VoIP sebagai telefoni dasar oleh regulator.

Garuda berpendapat sebaiknya dilakukan adalah pengaturan. Untuk itu, menurut Garuda, sebaiknya VoIP dibangun pada segmen pasar yang belum ada dengan memberikan lisensi kepada operator yang belum punya lisensi VoIP. "Jangan seperti sekarang ini. Lisensi VoIP justru dipegang oleh Telkom dan Indosat. Pada  akhirnya operator jasa VoIP lain tentu akan sulit bersaing dan akhirnya mati," katanya.

Menurut Garuda, penyelenggaraan VoIP bisa sah-sah saja jika mereka membayar interkoneksi kepada Telkom. Ia menjelaskan, sekarang saja untuk interkoneksi inernasional Indosat harus membayar Rp1.300/menit kepada Telkom, sedangkan operator VoIP yang telah ada tidak pernah bayar kepada Telkom.

 

 

Tags: