Presiden Beri Prabowo Pangkat Jenderal Kehormatan, Koalisi: Merusak Nama Baik TNI
Terbaru

Presiden Beri Prabowo Pangkat Jenderal Kehormatan, Koalisi: Merusak Nama Baik TNI

Ada Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, telah menetapkan Prabowo Subianto bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk penculikan terhadap aktivis pro demokrasi tahun 1998.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Tindakan itu seolah Presiden Jokowi telah memaksa institusi TNI menjilat ludah mereka sendiri demi kepentingan politik keluarga Presiden Jokowi. Presiden Joko Widodo tidak hanya mempolitisasi TNI, melainkan meruntuhkan marwah dan martabat TNI yang telah dibangun oleh banyak prajurit dengan darah dan air mata. Koalisi menilai sudah sepantasnya TNI tidak ditarik-tarik dan dilibatkan dalam ‘cawe-cawe’ politik praktis dengan melantik jenderal pelanggar HAM dengan pangkat kehormatan.

Alat pertahanan keamanan negara seperti TNI dan Polri harus netral dan tidak berpihak dalam aras politik apapun. Pemberian gelar kehormatan kepada Prabowo Subianto akan semakin memperpanjang rantai impunitas. Dengan pemberian gelar tersebut, maka tindakan kejahatan yang dilakukan atau melibatkan prajurit militer akan dianggap sebagai hal ‘normal’ karena terduga pelakunya.

“Alih-alih diproses hukum tapi justru diberi gelar jenderal kehormatan,” katanya.

Tuntut lima hal

Terkait hal itu koalisi menuntut sedikitnya 5 hal. Pertama, Presiden Jokowi membatalkan pemberian pangkat kehormatan terhadap Prabowo Subianto yang diduga terlibat dalam kasus penculikan dan penghilangan  orang secara paksa tahun 1997-1998.

Kedua, Komnas HAM mengusut serius kejahatan pelanggaran HAM berat masa lalu dengan memanggil serta memeriksa Prabowo Subianto atas keterlibatannya dalam kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.

Ketiga, Kejaksaan Agung Republik Indonesia segera melakukan penyidikan dan penuntutan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat dalam hal ini kasus penghilangan orang secara paksa tahun 1997-1998.

Keempat, Presiden beserta jajarannya menjalankan rekomendasi DPR RI tahun 2009  agar membentuk pengadilan HAM ad hoc. Kemudian mencari 13 orang korban yang masih hilang, merehabilitasi dan memberikan kompensasi kepada keluarga korban yang hilang.

Serta meratifikasi konvensi Anti Penghilangan Paksa sebagai bentuk komitmen dan dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa di Indonesia. Kelima, TNI-POLRI harus menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam aktivitas politik.

Tags:

Berita Terkait