Presiden Sahkan UU HPP, Begini Ruang Lingkup Aturan Perpajakan Terbaru
Utama

Presiden Sahkan UU HPP, Begini Ruang Lingkup Aturan Perpajakan Terbaru

Perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Presiden Joko Widodo resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang (UU) No.21 Tahun 2021 tentang HPP pada 29 Oktober lalu. UU yang terdiri dari sembilan bab itu memiliki enam ruang lingkup pengaturan, yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Program Pengungkapan Sukarela (PPS), Pajak Karbon, serta Cukai.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (P2Humas DJP) Neilmadrin Noor mengatakan UU HPP juga mengatur dua hal utama yaitu asas dan tujuan. UU ini diselenggarakan berdasarkan asas keadilan, kesederhanaan, efisiensi, kepastian hukum, kemanfaatan, dan kepentingan nasional.

Sedangkan tujuan dibentuknya UU ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan dan mendukung percepatan pemulihan ekonomi, mengoptimalkan penerimaan negara guna membiayai pembangunan nasional secara mandiri menuju masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera, mewujudkan sistem perpajakan yang lebih berkeadilan dan berkepastian hukum, melaksanakan reformasi administrasi, kebijakan perpajakan yang konsolidatif, dan perluasan basis pajak, serta meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak.

Bagaimana pokok-pokok pengaturan pajak dalam UU HPP tersebut? Berikut penjelasan Neilmadrin dalam pernyataan tertulis, Kamis (4/11). (Baca: Plus Minus Aturan Perpajakan dalam UU HPP)

Pertama, ruang lingkup Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Beberapa aturan terbaru adalah pemberlakukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) dengan tetap memperhatikan syarat. subjektif dan objektif. Adanya penurunan besaran sanksi dan pengenaan sanksi dengan menggunakan suku bunga acuan dan uplift factor pada saat pemeriksaan dan WP tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT)/membuat pembukuan.

Lalu kesetaraan pengenaan sanksi melalui penurunan sanksi terkait permohonan keberatan atau banding WP, pengaturan asistensi penagihan pajak global, Pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedure (MAP) agar dapat berjalan secara simultan dengan proses keberatan atau banding, kewenangan pemerintah untuk melaksanakan kesepakatan di bidang perpajakan dengan negara mitra secara bilateral maupun multilateral, dan penegakan hukum pidana pajak dengan mengedepankan ultimum remidium melalui pemberian kesempatan kepada WP untuk mengembalikan kerugian pada pendapatan negara bahkan hingga tahap persidangan.

Kedua, ruang lingkup Pajak Penghasilan. Pokok-pokok aturannya adalah pemberian natura dan/atau kenikmatan kepada pegawai dapat dibiayakan oleh pemberi kerja dan merupakan penghasilan bagi pegawai, batas peredaran bruto tidak kena pajak bagi OP pengusaha atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp500.000.000,00, pemberlakuan tarif PPh Badan menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022, dan perubahan lapisan dan tarif penghasilan kena pajak.

Hukumonline.com

Ketiga, ruang lingkup Pajak Pertambahan Nilai. UU HPP mengatur penghapusan barang kebutuhan pokok, jasa pendidikan, dan jasa kesehatan dari barang dan jasa yang tidak dikenai PPN (negative list) dan memindahkannya menjadi barang dan jasa yang dibebaskan dari pengenaan PPN sehingga masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap terlindungi dari kenaikan harga karena perubahan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Kemudian pengurangan atas pengecualian dan fasilitas PPN agar lebih mencerminkan keadilan dantepat sasaran, kenaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku 1 April 2022, kemudian menjadi 12% yang mulai berlaku paling lambat pada tanggal 1 Januari 2025, dan kemudahan dan kesederhanaan PPN dengan tarif final untuk barang atau jasa kena pajak tertentu.

Keempat, kebijakan dalam Program Pengungkapan Sukarela. Program dilaksanakan selama 6 bulan (1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022).

Hukumonline.com

Kelima, kebijakan dalam Pengenaan Pajak Karbon. Terkat pajak karbon, tarif pajak karbon ditetapkan sebesar Rp30,00 (tiga puluh rupiah) per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara dengan implementasi 1 April 2022 untuk badan yang bergerak di bidang pembangkit listrik tenaga uap batu bara.

Keenam, ruang lingkup Cukai. UU HPP memberikan penegasan dan penambahan jenis Barang Kena Cukai hasil tembakau berupa rokok elektronik. Mengubah prosedur penambahan dan/atau pengurangan jenis Barang Kena Cukai, dan penegakan hukum pidana cukai dengan mengedepankan pemulihan kerugian pada pendapatan negara.

“Perubahan UU PPh berlaku mulai Tahun Pajak 2022, perubahan UU PPN berlaku mulai 1 April 2022, perubahan KUP berlaku mulai tanggal diundangkan, kebijakan PPS berlaku 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022, Pajak Karbon mulai berlaku 1 April 2022, dan perubahan UU Cukai berlaku mulai tanggal diundangkan,” kata Neilmadrin.

Oleh karenanya Neilmaldrin mengingatkan masyarakat untuk memperhatikan dengan baik waktu mulai berlaku untuk tiap-tiap kebijakan agar tidak sampai terlewat dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Ketentuan lebih lengkap terkait UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan dapat dilihat di UU Nomor 7 Tahun 2021 yang berlaku sejak tanggal 29 Oktober 2021. Untuk mendapatkan Salinan UU ini dapat mengunjungi laman www.pajak.go.id.

Sementara, Data Analyst Continuum Data Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Natasha Yulian mengatakan 89 persen dari 8.523 pembicaraan terkait Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) menyambut baik perubahan aturan Pajak Penghasilan (PPh) menjadi lebih adil.

“Ada yang menganggap bahwa adanya tarif PPh berkeadilan akan menjadi tonggak reformasi perpajakan di Indonesia. Dan ada juga yang beranggapan bahwa penyesuaian tarif PPh akan memberi keberpihakan pada masyarakat kecil dan UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah),” kata Natasha seperti dilansir Antara.

Dalam UU HPP, pemerintah menaikkan penghasilan yang terkena tarif PPh terendah 5 persen dari Rp50 juta menjadi Rp60 juta per taun. Di samping itu, pemerintah juga mengubah tarif dan menambah lapisan PPh OP sehingga penghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan pajak 35 persen.

Di samping itu, menurut Natasha, sebanyak 83 persen masyarakat juga mendukung kebijakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang akan dijadikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Kebijakan ini pun dinilai sebagai salah satu reformasi perpajakan dan menambah optimisme terkait digitalisasi pajak di Indonesia.

“Sementara sisanya 17 persen masih beranggapan negatif karena mereka menganggap dengan NIK menjadi NPWP, masyarakat yang sudah memiliki KTP (Kartu Tanda Penduduk) otomatis menjadi WP (Wajib Pajak),” ucapnya.

Sebanyak 86 persen masyarakat juga mendukung perubahan aturan PPN dalam UU HPP dimana jasa pendidikan dan kesehatan tidak jadi dikenakan PPN.

Di samping itu, sebanyak 90 persen masyarakat di media sosial yang membicarakan pajak karbon mendukung penerapan pajak karbon yang dinilai sebagai upaya pemerintah mengurangi dampak pemanasan global.

“Pajak karbon juga dinilai dapat mengendalikan perubahan iklim yang sedang terjadi saat ini. Sisa 10 persen merespon negatif terhadap aturan ini karena merea tidak setuju dan menilai pajak karbon seharusnya hanya diterapkan pada perusahaan penghasil karbon saja, dan tidak perlu kepada WP OP,” imbuh Natasha.

Mayoritas masyarakat di media sosial yakni sebanyak 97 persen dari data yang dikumpulkan Indef juga menolak aturan tax amnsety atau pelaporan sukarela WP dalam UU HPP. Tax Amnesty pun menjadi satu-satunya aturan di UU HPP yang mendapat lebih banyak respon negatif dari masyarakat.

“Mereka menganggap tax amnesty menguntungkan orang kaya dimana UU tersebut akan menghilangkan sanksi pidana pengemplang pajak dan pengurangan denda bagi penunggak pajak,” terang Natasha.

Tags:

Berita Terkait