Rayakan HUT ke-43, APHTN-HAN Ingatkan Urgensi Isu Ketatanegaraan Desa
Terbaru

Rayakan HUT ke-43, APHTN-HAN Ingatkan Urgensi Isu Ketatanegaraan Desa

Indonesia dibangun dari kumpulan komunitas adat yang memutuskan bersatu membangun negara. Eksistensi komunitas adat ini masih nyata di desa.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 3 Menit

“Kita perlu mengubah paradigma pendekatan hukum terhadap masyarakat adat di dalam organisasi negara. Hal itu diperlukan agar bisa terjadi harmoni,” kata Dominikus kepada Hukumonline.

Ia mengingatkan banyak teori dan konsep hukum tata negara yang ada kurang mengakomodasi kenyataan khas masyarakat adat di Indonesia. Oleh karena itu, pakar hukum tata negara dan pakar hukum adat seharusnya sering berdiskusi saling memperkaya sudut pandang. Apalagi eksistensi Indonesia sebagai negara modern berasal dari kumpulan komunitas adat yang memutuskan bersatu membangun negara. Eksistensinya pun masih terpelihara di desa-desa.

Pendapat Dominikus ini tampak relevan dengan kenyataan bahwa Mr.Soepomo yang dikenal sebagai Bapak Konstitusi Republik Indonesia adalah pakar hukum adat. Ia orang Indonesia pertama yang menjabat Guru Besar Hukum Adat pada Rechtshooge School. Ia pula yang menjadi arsitek penting dalam perancangan UUD 1945.

Kiprah APHTN-HAN

Merujuk catatan dalam laman resmi APHTN-HAN, organisasi ini didirikan pada tahun 1980. Eksistensinya diresmikan kembali pada tanggal 3 Maret 2016 di Jakarta. Hingga saat ini sudah ada sekurangnya 29 Pengurus Daerah Provinsi dengan jumlah ribuan anggota.

Para profesor bidang HTN-HAN silih berganti memimpin APHTN-HAN dimulai dari Sri Soemantri dari Universitas Padjadjaran, Ismail Suny, Jimly Asshiddiqie, Abdul Bari Azed masing-masing dari Universitas Indonesia, Mahfud MD dari Universitas Islam Indonesia, dan kini dipimpin M. Guntur Hamzah dari Universitas Hasanuddin.

Tujuan APHTN-HAN antara lain memberikan sumbangan pemikiran untuk merespon situasi dan kondisi penyelenggaraan ketatanegaraan. “Kita berkepentingan agar ketentuan dalam konstitusi yaitu UUD 1945 dapat terimplementasikan dengan baik, salah satunya adalah hak atas pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak masyarakat adat beserta hak tradisionalnya,” kata Bayu kepara para anggota APHTN-HAN yang hadir dalam diskusi. Tentu saja akomodasi hak-hak adat sepanjang sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tags:

Berita Terkait