Reformasi Keolahragaan Nasional: Sejumlah Catatan Kritis terhadap UU Keolahragaan
Kolom

Reformasi Keolahragaan Nasional: Sejumlah Catatan Kritis terhadap UU Keolahragaan

Beberapa catatan tersebut mulai dari soal perizinan, alih status keolahragaan, dan masalah fundamental setiap regulasi yaitu pengimplementasiannya.

Bacaan 8 Menit
Sabina Katya. Foto: dokumen pribadi
Sabina Katya. Foto: dokumen pribadi

Perhelatan SEA Games telah usai. Indonesia dapat berbangga dengan prestasi menduduki peringkat ketiga pada pesta olahraga terbesar di Asia Tenggara. Peringkat ketiga ini merupakan capaian terbaik Indonesia dalam satu dekade terakhir. Namun, gemerlapnya perayaan pesta olahraga Asia Tenggara ternyata menyimpan catatan-catatan keresahan dari kalangan atlet.

Hal ini dirasakan oleh Odekta Naibaho Elvina, peraih medali emas dari cabang atletik yang menyayangkan kinerja Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI). Ia mengalami peristiwa yang tidak berkenan, antara lain belum diberikan uang saku menjelang keberangkatannya untuk SEA Games di Vietnam, bahkan fasilitas untuk pijat tidak ada, begitu pun dengan kebutuhannya dengan mekanisme reimburse yang belum diganti.

Induk organisasi cabang olahraga nasional (yang dalam hal ini PB PASI) memang berperan besar dalam perkembangan cabang olahraga yang dibinanya. Namun menyalahkan satu pihak saja tidak menyelesaikan masalah. Seharusnya, masalah keolahragaan dengan kasus demikian dapat ditanggulangi, karena hal tersebut adalah masalah lama yang terulang.

Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) selaku perpanjangan tangan pemerintah di bidang olahraga seharusnya dapat menindak tegas induk organisasi cabang olahraga yang lalai dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar atlet maupun pelaku olahraga lainnya. Menurut hemat Penulis, pekerjaan rumah bagi pemerintah adalah dengan memperkuat kebijakan di bidang keolahragaan menjadi lebih tegas dan mengakar. Salah satunya dengan melakukan reformasi regulasi mengenai sistem keolahragaan nasional.

Undang-Undang Keolahragaan

DPR dan Pemerintah pada 16 Maret 2022 lalu mengesahkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan (UU Keolahragaan). Regulasi ini seyogianya merupakan jawaban atas keresahan stakeholders olahraga akan perlunya perbaikan di berbagai aspek sistem keolahragaan nasional. Termasuk masalah-masalah yang dialami atlet nasional seperti Odekta Naibaho Elvina.

Pengesahan UU Keolahragaan patut diapresiasi sebagai langkah awal untuk menciptakan iklim olahraga yang lebih baik. Dengan iklim keolahragaan yang lebih baik, harapannya UU Keolahragaan mampu memberikan pengaruh yang signifikan pada ekosistem keolahragaan Indonesia.

UU Keolahragaan diharapkan mampu memberikan visi-misi yang jelas pada kelembagaan olahraga, penyelenggaraan keolahragaan yang tersistem, pola rekrutmen pelaku olahraga yang terprogram dengan garis-garis yang jelas. Sebelumnya, hal-hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional (UU SKN).

Tags:

Berita Terkait