Reformasi Perpajakan: Listrik dan Air pun Kena PPN
Fokus

Reformasi Perpajakan: Listrik dan Air pun Kena PPN

Warga masyarakat atau pemilik kantor harus merogoh kocek lebih dalam lagi. Pasalnya, pada tahun depan pengeluaran untuk listrik dan air sudah pasti akan melonjak. Di luar kenaikan tarif, listrik dan air pun akan terkena Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai 1 Januari 2001. Jadi mulailah berhemat-hemat listrik dan air.

Ari/Bam/APr
Bacaan 2 Menit

Dalam hal pengembalian kelebihan pembayaran pajak, perubahan undang-undang KUP mengatur dapat langsung diberikan, setelah dilakukan penelitian dengan menerbitkan Surat Keputusan  Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lambat 3 bulan untuk Pajak Penghasilan (PPh) dan 1 bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai sejak permohonan diterima. Pengembalian tersebut diberikan kepada wajib pajak dengan kriteria tertentu (pasal 17C).

Listrik dan air kena PPN mulai 1 Januari 2001

Sementara itu, dalam perubahan Undang-Undang PPN dan PPnBM diatur pemberlakuan PPN atas penyerahan aktiva perusahaan dalam rangka merjer, perubahan bentuk usaha, dan akuisisi mulai 1 Januari 2001.

Perluasan obyek pajak yang lainnya, juga menyentuh barang hasil pertanian, perkebunan, kehutanan, perburuan, penangkapan, dan penangkaran. Terhadap barang-barang tersebut, mulai 1 Januari 2001 juga akan dikenakan PPN.

Yang tak kalah penting untuk diperhatikan para wajib pajak adalah listrik dan air bersih yang disalurkan melalui pipa juga akan dikenakan PPN. Pengenaan PPN terhadap listrik dan air bersih itu pun akan dimulai pada 1 Januari 2001.

Hal ini memang dirasakan kurang adil. Pasalnya, makanan dan minuman yang disajikan di hotel dan restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya, tidak dikenakan PPN.

Listrik dan air adalah kebutuhan yang sangat diperlukan oleh masyarakat banyak. Sebaliknya, makan dan minum di restoran adalah kebutuhan  tidak mendesak, yang paling-paling hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas. Akan tetapi, mengapa justru listrik dan air yang dikenakan PPN, sedangkan makan dan minum di restoran justru tidak?

Kenyataan itu adalah kejanggalan terbesar atas upaya reformasi perpajakan. Padahal telah dilakukan pembahasan bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk itu. DPR seharusnya membela kepentingan rakyat banyak dalam masa krisis ekonomi. Haruskah masyarakat yang sudah terjepit harus lebih mengencangkan ikat pinggang?

 

 

Tags: