Reformasi Regulasi Sektor Energi Harus Jadi Prioritas
Debat Capres II:

Reformasi Regulasi Sektor Energi Harus Jadi Prioritas

Peningkatan konsumsi di tengah menurunnya pencadangan dan pengembangan infrastruktur, menempatkan Indonesia pada resiko ketergantungan impor energi.

Moh. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Selain itu, kurangnya integrasi dan adanya kesenjangan infrastruktur antara letak cadangan, jalur transportasi, dan area pemanfaatannya, menjadi tantangan tersendiri dalam pembangunan infrastruktur energi, selain kepastian regulasi dan perbaikan iklim usaha. Hal lain juga yang menjadi perhatian PWYP adalah sejauh mana upaya kedua kandidat dalam mengendalikan resiko ketergantungan impor dan subsidi energi.

Peningkatan konsumsi di tengah menurunnya pencadangan dan pengembangan infrastruktur, menempatkan Indonesia pada resiko ketergantungan impor energi, yang bahkan sejak tahun 2011 telah membebani dan membuat defisit neraca perdagangan. Sementara, subsidi energi justru mendominasi alokasi subsidi dari anggaran nasional (APBN), paling tidak dalam lima tahun terakhir. APBN Tahun 2019 saja, mengalokasikan subsidi energi kurang lebih sebesar 156,5 Triliun Rupiah. Secara jangka panjang, alokasi subsidi sebagai pilihan populis di tengah ketergantungan impor dan defisit cadangan harus dikendalikan, karena dapat menjadi fait accomply kebijakan yang menambah sensitifitas kerentanan daya beli.

Berikut, sejauh mana komitmen kedua kandidat terhadap mitigasi perubahan iklim, divestasi energi dan pengembangan energi terbarukan.  Indonesia bersama negara-negara G20 lain menyumbang 82 persen dari emisi gas rumah kaca di seluruh dunia. Meski berkomitmen dan telah meratifikasi kesepakatan Paris untuk mencapai penurunan suhu 1,5°C, namun laporan Brown to Green tahun 2018 mengkhawatirkan negara-negara tersebut justru mengarah pada kenaikan suhu hingga 3°C. Salah satu penyumbang emisi GRK adalah energi yang bersumber dari bahan fosil (minyak, batu bara, gas bumi, dll), yang saat ini masih mendominasi hingga lebih dari 65 persen dari sumber energi primer dalam bauran energi nasional.

Sementara, diversifikasi energi ke sumber energi terbarukan (renewable energy) belum berjalan masif. Target bauran energi terbarukan 23 persen pada tahun 2025 agaknya sulit tercapai. Padahal, cadangan sumber daya energi terbarukan melimpah – namun saat ini baru mencapai 13 persen dari komposisi bauran energi nasional.

(Baca juga: Komitmen Kedua Capres Diragukan dalam Penegakan Hukum Lingkungan).

Fabby Tumiwa dari Institute for Esential Services Reform (IESR) di tempat yang sama mengingatkan produksi energi di Indonesia sangat bergantung pada pasar energi global sehingga hal ini harus menjadi perhatian kedua Calon Presiden. Kondisi hari ini pasar kseternal sangat dinamis. Ada prediksi ke depan ekonomi dunia mengalami ancaman akibat perang dagang dan kondisi dunia pada umumnya. Menurut Fabby, harga minyak dunia yang turun saat ini sementara di saat bersamaan adanya sanksi Amerika terhadap Venezuela adalah fenomena yang tidak biasa. “Biasanya hal seperti ini(mengakibatkan harga minyak dunia) naik, tapi sebaliknya,” ujar Fabby.

IESR sendiri mendorong lima agenda utama yang harus menjai prioritas Calon Presiden jika terpilih. Pertama, teformasi tata kelola energi nasional: migas, minerba, kelistrikan, dan energi terbarukan. Kedua, ketahanan dan keamanan energi jangka panjang dengan melakukan transisi energi yang bersih dan terbarukan. Ketiga, pengendalian dan mitigasi emisi gas rumah kaca serta dampak lingkungan dari infrastruktur energi. Keempat, penyediaan energi yang berkelanjutan dan berkesinambungan dengan harga yang terjangkau dan terdistribusi merata. Kelima, peningkatan investasi energi: migas, listrik pengembangan energi terbarukan.

Fokus

Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu untuk Demokrasi, Titi Anggraini mengatakan tantangan kedua Calon Presiden yang paling besar di debat kedua ini adalah menjaga konsistensi agar fokus di visi misi dan tidak bicara pada hal normatif atau sekedar mengangkat isu-isu permukaan. Titi mencatat sejumlah diksi dari dokumen visi misi dan program pasangan calon yang berkaitan dengan tema debat kali ini.

“Dari hasil bacaan saya maka Jokowi-Amin itu ada dia kalo dari 5 tema ini dia menyebut istilah energi itu sampai 27 kali, lalu kalau istilah pangan 16 kali, SDA itu sampai 12 kali meskipun selain SDA ada sumber daya hutan gitu, lalu kemudian infrastruktur 26 kali meskipun infrastruktur itu disebut infrastruktur diplomaai, ekonomi dan lain-lain,” ujar Titi. Pasangan Prabowo-Sandi terlihat lebih fokus pada sektor pangan. Di dokumen visi misi program pasangan 02 menyebut energi sebanyak 5 kali, pangan sampai 14 kali, kemudian SD Cuma sekali. Lingkungan hidup 3 kali dan infrastruktur 6 kali.

Untuk itu Titi mengingatkan, jangan sampai tema debat yang sebenarnya banyak ini kemudian tereduksi oleh fokus-fokus dari masing-masing pasangan calon. “Memang gak dilarang paslon bicara di luar visis misi program,” ujar Titi.

Tags:

Berita Terkait