Regulasi dan Institusi Jadi Hambatan Utama Pertumbuhan Ekonomi
Berita

Regulasi dan Institusi Jadi Hambatan Utama Pertumbuhan Ekonomi

Masalah regulasi dan institusi belum cukup mendukung ekspor dan investasi sehingga perlu segera dibereskan.

M. Agus Yozami
Bacaan 2 Menit

 

Menurut Bambang, tugas kabinet baru ke depan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara optimal ke 5,4% dari 5,3% adalah membereskan masalah regulasi dan institusi yang dianggap belum cukup mendukung ekspor dan ivestasi. Menurutnya, hal itu sangat penting karena menjadi faktor yang paling menghambat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

 

“Tadi poinnya itu sehingga Presiden mengulangi lagi apa instruksi yang sebenarnya sudah disampaikan berkali-kali pada beberapa kementerian,” kata Bambang.

 

Seperti diketahui, beragam kondisi regulasi seperti hiper regulasi, disharmonisasi, multi interpretasi jelas berbanding lurus dengan munculnya ketidakpastian hukum. Selama memerintah sejak Oktober 2014 hingga kini, pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla sudah berkali-kali mengeluarkan paket kebijakan deregulasi. Pemerintah mencabut dan mendorong pemerintah daerah untuk mencabut peraturan-peraturan yang menghambat kemudahan berusaha.

 

(Baca: Menata Regulasi: Antara Ego Sektoral dan Tumpang Tindih Peraturan)

 

Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly mengatakan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Hukum dan HAM, telah menetapkan lima dimensi yang dipakai untuk menata regulasi nasional. Pemerintah terus melakukan ikhtiar untuk merespons perubahan yang terjadi. Salah satu yang harus dilakukan adalah mempermudah iklim berusaha dengan menata regulasi.

 

(Baca: Perlu Dipahami! Pemerintah Tetapkan 5 Dimensi Penataan Regulasi Nasional)

 

Adapun dimensi pertama adalah ketepatan jenis peraturan perundang-undangan. Dimensi ini sebenarnya sejalan dengan asas dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Asas kesesuaian jenis antara jenis, hierarki dan materi muatan mengandung arti bahwa dalam pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar memerhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan. Jangan sampai peraturan daerah (Perda) mengatur materi muatan Undang-Undang apalagi jika sampai menegasikan materi muatan Undang-Undang. Materi muatan Peraturan Menteri (Permen) juga tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP).

 

Dimensi kedua adalah potensi disharmoni peraturan. Para perancang peraturan perundang-undangan perlu memperhatikan potensi disharmoni draf yang disiapkan dengan peraturan yang lebih tinggi. Indikator yang dipakai untuk mengukur dimensi ini adalah kewenangan, hak, kewajiban, perlindungan hukum, dan penegakan hukum. Para pembentuk peraturan perlu mempertanyakan lebih dahulu: apakah lembaga tertentu berwenang perbuatan yang akan diatur? Apakah organisasi pemerintahan daerah punya hak untuk menetapkan dan menarik retribusi tertentu dari pelaku usaha?

 

Dimensi ketiga adalah kejelasan rumusan. Ini juga sejalan dengan asas dalam UU No.12 Tahun 2011. Asas kejelasan rumusan mengandung arti setiap peraturn harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaan. Prakteknya, istilah yang dipakai dan maksud antara dua undang-undang bisa berbeda.

Tags:

Berita Terkait