Kelompok masyarakat sipil mendukung perubahan UU Penanggulangan Bencana.Selama bertahun-tahun kelompok atau organisasi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat untuk Penguatan Undang-Undang Penanggulangan Bencana (AMPU-PB) sudah melakukan advokasi perubahan regulasi ini. “Aliansi masyarakat sipil menyambut baik gagasan untuk melahirkan UU Penanggulangan Bencana pengganti UU No. 24 Tahun 2007,” kata anggota AMPU-PB, Untung Tri Winarso di webinar yang sama.
Senada dengan Lisda, Untung menyoroti penetapan kedaruratan. Ia berharap ada penetapan kedaruratan yang lugas. Selain penetapan kedaruratan yang lugas, AMPU-PB mengajukan Sembilan masalah lain yang perlu diperhatikan dalam penyusunan RUU Penanggulangan Bencana, yakni paradigma, kelembagaan, fungsi yang paripurna, pendanaan yang mendanai, kemandirian daerah, proses bisnis multipihak, komitmen organisasi masyarakat, kesetaraan dan inklusi, serta pelibatan TNI dalam penanggulangan bencana.
Hal lain yang menarik dalam pencegahan dan penanggulangan bencana adalah peran kepemimpinan lokal. Berdasarkan hasil penelitian di Sulawesi Tengah pasca bencana, Direktur Yayasan Skala Indonesia, Trinirmalaningrum menyampaikan pada dasarnya ada kearifan (pengetahuan) lokal mengenai kebencanaan. Kepemimpinan lokal diakui masyarakat, dan sangat penting diakomodasi dalam pencegahan dan penanggulangan bencana. “Sudah ada pengetahuan masyarakat mengenai risiko bencana, dan tahu apa yang harus dilakukan untuk mencegah bencana,” ujar Rini, begitu ia biasa disapa.
Persoalannya, pengetahuan masyarakat dan kepemimpinan lokal cenderung tidak tertampung dalam kebijakan di tingkat atas. Senada dengan Lisda, Rini berharap pengakuan atas kepemimpinan lokal diakomodasi dalam UU Penanggulangan Baru.