Revisi UU Terorisme Harus Tetap Memuat Prinsip-Prinsip HAM
Berita

Revisi UU Terorisme Harus Tetap Memuat Prinsip-Prinsip HAM

Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme perlu dipercepat.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Komnas HAM tidak setuju pelibatan TNI dalam pemberantasan tindak pidana terorisme dengan catatan. Pelibatan TNI itu harus diatur terpisah, tidak dimasukan dalam revisi UU Pemberantasan Terorisme. Keterlibatan TNI dalam menangani terorisme dilakukan sesuai UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI yang mengatur operasi militer selain perang, dengan memperhatikan obyek vital, skala ancaman, dan waktu.

 

Sebelumnya, Direktur Eksekutif ICJR, Anggara Suwahju, meminta pemerintah pusat dan daerah serta LPSK untuk segera mengidentifikasi korban terorisme dan memenuhi segala haknya seperti pertolongan medis langsung sebagaimana diatur pasal 6 ayat (1) UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

 

(Baca juga: LPSK: PP Kompensasi Restitusi Perkuat Pemenuhan Hak Saksi-Korban)

 

ICJR melihat ada persoalan dalam pemenuhan hak korban seperti kompensasi yang saat ini diatur lewat pasal 7 ayat (4) UU Perlindungan Saksi dan Korban jo pasal 38 ayat (1) Perppu No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme sebagaimana telah ditetapkan lewat UU No. 15 Tahun 2003. Dalam ketentuan itu kompensasi hanya dapat diajukan dengan menyertakan amar putusan yang menyatakan korban berhak mendapat kompensasi.

 

Menurut Anggara persoalan muncul ketika pelaku meninggal dunia seperti yang terjadi di Surabaya, karena otomatis kasus tidak akan diproses hukum sehingga korban tidak mendapat kompensasi berdasarkan putusan pengadilan. “Kondisi ini akan mengakibatkan korban menjadi korban dua kali, korban kejahatan terorisme dan korban sistem dalam UU Perlindungan Saksi dan Korban serta UU Terorisme,” ujarnya.

 

Sebagaimana masukan awal yang telah disampaikan dalam pembahasan RUU Terorisme, Anggara menekankan lembaganya kembali mengingatkan pemerintah dan DPR untuk lebih memperkuat hak korban terorisme. Misalnya, korban bisa mendapat kompensasi tanpa melalui putusan pengadilan. Kompensasi harus diberikan secara langsung kepada korban tanpa menunggu proses peradilan, apalagi yang pelakunya meninggal saat melakukan aksi teror.

Tags:

Berita Terkait