RUU Advokat Berpeluang Masuk Prolegnas Prioritas 2018
Berita

RUU Advokat Berpeluang Masuk Prolegnas Prioritas 2018

Asalkan ada naskah akademik dan draf RUU paling lambat Oktober 2017.

Ady TD Achmad
Bacaan 2 Menit
Pencantuman RUU Advokat dalam daftar prolegnas. Foto: RES
Pencantuman RUU Advokat dalam daftar prolegnas. Foto: RES
Wacana untuk merevisi UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat kembali bergulir. Pembahasan revisi UU Advokat pernah dilakukan DPR Periode 2009-2014, namun tidak tuntas. Anggota Komisi III sekaligus anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR, Arsul Sani, mengatakan fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memasukan RUU Advokat dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2015-2019.

Untuk mendorong agar RUU itu masuk Prolegnas Prioritas 2018 dibutuhkan naskah akademik dan draf RUU. Hingga kini, politisi PPP itu mengatakan, tahap revisi UU Advokat masih dalam proses penyiapan oleh pengusul yaitu menjaring aspirasi dari pemangku kepentingan untuk dirumuskan dalam naskah akademik dan draf RUU.

Sejumlah organisasi advokat pun digandeng. Tujuannya, agar proses revisi itu melibatkan partisipasi masyarakat sejak awal yakni pembentukan naskah akademik dan draf RUU. "Dari semua masukan yang kami himpun akan disusun dan dirumuskan sebuah naskah akademik dan draf RUU," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa (29/8).

Arsul mengingatkan batas waktu pengajuan naskah akademik dan draf RUU Advokat agar bisa masuk Prolegnas Prioritas yaitu Oktober 2017. Jika lewat batas waktu itu kesempatan RUU Advokat untuk masuk Prolegnas prioritas hanya di tahun 2019. Sebagaimana diketahui tahun 2019 akan digelar pemilihan umum dan diprediksi anggota dewan akan sibuk dengan perhelatan lima tahunan itu.

(Baca Juga: AAI Desak Pembahasan RUU Advokat Dipercepat)

Jika mendekati batas waktu itu belum ada naskah akademik dan draf RUU yang diajukan oleh pemangku kepentingan, Arsul akan menggunakan draf RUU Advokat sebelumnya yang dibahas DPR periode lalu. "RUU Advokat yang sebelumnya itu kan semuanya telah disepakati hanya beberapa yang belum salah satunya soal Dewan Advokat Nasional," paparnya.

Menurut Arsul, sejumlah isu yang akan masuk dalam RUU Advokat di antaranya soal organisasi advokat, standar profesi dan pendidikan lanjutan. Mengenai organisasi advokat, Arsul mengatakan, bentuknya nanti tidak seperti single bar yang ada sekarang di mana satu organisasi mengurusi semua terkait profesi advokat mulai dari urusan hulu sampai hilir. Tapi bukan juga dipahami sebagai multi bar. Organisasi advokat ke depan akan dibagi sesuai kewenangan, ada yang bertindak sebagai regulator dan pelaksana.

Wakil Ketua Umum Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN), Roberto Hutagalung, berharap organisasi advokat ke depan harus independen dan tidak bisa diintervensi pihak manapun termasuk pemerintah. Semua hal yang berkaitan dengan profesi advokat diatur oleh organisasi termasuk pengawasannya.

“Proses pembentukan RUU Advokat ini harus kita kawal,” ujar Roberto yang tidak setuju sistem single bar itu.

Selain itu, Roberto mengusulkan, agar dibentuk peraturan payung yang mengatur interaksi antar aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, hakim, dan advokat. Selama ini pengaturan itu  terpisah untuk setiap profesi.

(Baca Juga: Advokat Lintas Organisasi Bahas Revisi UU Advokat)

Direktur Eksekutif ICJR, Supriyadi Widodo Eddyono, melihat selama ini advokat kurang aktif memberi masukan terhadap rancangan regulasi yang berkaitan dengan profesi advokat. Menurutnya, advokat perlu memberi masukan yang konkret bukan hanya untuk revisi UU Advokat tapi juga lainnya seperti KUHAP.

Untuk diketahui, dalam pembahasan RUU Advokat periode sebelumnya terdapat delapan pokok revisi yang dibahas. Pertama, berkaitan dengan fungsi, kedudukan dan wilayah kerja advokat. Terkait aspek ini, advokat berfungsi sebagai pembela kepentingan hukum klien dan masyarakat demi kebenaran dan keadilan. Advokat juga merupakan salah satu unsur penegak hukum yang bebas dan mandiri dalam menjalankan profesinya serta berpegang teguh pada kode etik, sumpah advokat untuk penegakan supremasi hukum dan keadilan. Wilayah kerja advokat meliputi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kedua, terkait hak dan kewajiban. Dalam RUU sebelumnya, ada sembilan hak advokat, antara lain; mengeluarkan pendapat atau pernyataan dalam membela perkara; menjalankan tugas profesinya dengan bebas untuk membela perkara; memperoleh informasi, data dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan pembelaan kliennya; mendampingi klien pada setiap tingkat pemeriksaan; mengajukan penangguhan penahanan; atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan atas komunikasi elektronik; menerima honorarium atas jasa hukum yang diberikan; tidak dapat dituntut secara perdata atau pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik; serta tidak diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara.

Terkait kewajiban, ada lima hal yang diatur RUU Advokat sebelumnya. Antara lain, memberikan perlakuan yang sama terhadap klien tanpa membedakan perlakuan berdasarkan jenis kelamin, suku, agama, ras, antargolongan, politik, keturunan atau latar belakang ekonomi, sosial dan budaya; merahasiakan segala sesuatu yang diminta klien karena hubungan profesinya, kecual ditentukan lain oleh undang-undang; memberikan jasa hukum secara cuma-cuma dan melaporkan pelaksanaannya kepada organisasi advokat; melaporkan pengangkatan dirinya sebagai pejabat negara baik pada saat dimulai maupun pada saat selesai menjalankan jabatannya kepada organisasi advokat tempat advokat tersebut terdaftar; serta mengenakan atribut dalam sidang pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Ketiga, terkait pengangkatan, sumpah atau janji dan pemberhentian. Salah satu pokok perubahan adanya persyaratan khusus bagi mantan jaksa, polisi, penyidik pegawai negei atau hakim untuk dapat diangkat menjadi advokat, yakni telah berhenti/diberhentikan dengan hormat secara tetap paling singkat satu tahun dari jabatannya.

(Baca Juga: Menerawang Wajah RUU Advokat Berikutnya)

Keempat, organisasi advokat. Pokok perubahannya, sebuah organisasi advokat didirikan dan dibentuk oleh paling sedikit 100 orang advokat dengan akta notaris yang harus didaftarkan kepada menteri untuk menjadi badan hukum. Organisasi advokat berfungsi sebagai sarana pendidikan hukum bagi anggota dan masyarakat luas; penciptaan iklim yang kondusif bagi kemandirian hukum untuk kesejahteraan masyarakat; penyerap, penghimpun dan penyalur aspirasi advokat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara; dan partisipasi hukum warga negara Indonesia.

Kelima, Dewan Advokat Nasional (DAN) yang dipending pembahasannya. Tugas DAN antara lain, meningkatkan peran profesi advokat dalam penegakan hukum di Indonesia; meningkatkan pengetahuan, kompetensi dan kemahiran advokat dalam menjalankan profesi; menyusun kode etik; menyusun dan mengevaluasi standar pendidikan profesi advokat secara nasional; mendata keanggotaan advokat pada tingkat nasional; menyelesaikan perkara pelanggaran kode etik advokat pada tingkat banding; memfasilitasi organisasi advokat dalam menyusun peraturan di bidang advokat dan meningkatkan kualitas profesi; serta melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang.

Keenam terkait kode etik dan dewan kehormatan-majelis kehormatan. Pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik, organisasi advokat membentuk suatu dewan kehormatan yang juga berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik advokat.

Setiap organisasi advokat membentuk dewan kehormatan yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara pelanggaran kode etik pada tingkat pertama. Advokat yang tidak puas dengan putusan dewan kehormatan dapat mengajukan banding di tingkat berikutnya yakni ke majelis kehormatan yang dibentuk dewan kehormatan nasional yang putusannya bersifat final dan mengikat.

Ketujuh, partisipasi masyarakat, memberikan keikutsertaan masyarakat di dalam keanggotaan dewan kehormatan serta pengawasan terhadap pelaksanaan kode etik profesi advokat melalui penyampaian laporan kepada organisasi advokat apabila ada advokat yang melanggar kode etik. Kedelapan, mengenai larangan dan ketentuan pidana.

Sedangkan kedelapan, RUU Advokat harus bisa memberikan jalan keluar atas perpecahan dan perseteruan organisasi advokat. Ia menilai, pilihan solusi yang kontekstual dengan persoalan saat ini adalah organisasi advokat berbentuk federasi. Alasannya karena, federasi hanya masuk pada ranah regulator dan penegakan kode etik. Serta organisasi advokat lainnya yang berada di bawah federasi adalah pelaksana regulasi, termasuk rekruitmen dan pengembangan kompetensi advokat. Sedangkan keberadaan DAN menjadi penting dalam melakukan pengawasan terhadap jalannya roda organisasi advokat.
Tags:

Berita Terkait