Sah! Presiden Teken UU Cipta Kerja
Berita

Sah! Presiden Teken UU Cipta Kerja

Naskah UU Cipta Kerja ini terdiri dari 15 Bab, 186 pasal, dengan 1.187 halaman yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI (LNRI) Tahun 2020 Nomor 245.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit

Aziz membantah tudingan penyelundupan pasal selama proses perbaikan draf UU Cipta Kerja ini selama 7 hari sesuai Pasal 72 ayat (2) UU 12/2011. Aziz menegaskan Baleg dan Panja RUU Cipta Kerja bekerja sesuai mekanisme dan tata cara pengambilan keputusan di DPR. Dia mempersilakan pihak yang menuding adanya selundupan pasal dan ayat dalam UU Cipta Kerja agar melapor pihak kepolisian dan mengujinya ke MK.

DPR mengklaim, typo dan redaksional norma dapat diperbaiki setelah rapat paripurna. Hal ini merujuk Pasal 77 ayat (6) Peraturan DPR No.2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-Undang. Pasal itu menyebutkan, “Dalam hal keputusan rapat paripurna menyatakan persetujuan dengan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dilakukan penyempurnaan rumusan RUU”. Sedangkan Pasal 79 ayat (5) menyebutkan, “Dalam hal materi muatan RUU termasuk dalam ruang lingkup lebih dari dua komisi, penyempurnaan ditugaskan kepada Badan Legislasi atau panitia khusus.”

Terakhir, naskah berubah lagi dan bertambah menjadi 1.187 halaman yang terungkap setelah MUI dan Muhammadiyah menerima draf tersebut dari Setneg, Rabu (21/10/2020). Kamis (22/10/2020), ada temuan hilangnya Pasal 46 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dari UU Cipta Kerja dalam naskah 1.187 halaman yang sudah dipegang pemerintah. Pasal 46 UU Migas berisi 4 ayat itu hilang dan tidak ada keterangan pasal yang bersangkutan dihapus. Padahal, dalam draf UU Cipta Kerja versi 812 halaman, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat.

Perbedaan lain juga terlihat pada Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi. Versi 812 halaman, Bab VIA disisipkan di antara Bab VI dan Bab VII. Sedangkan versi 1.187 halaman, BAB VIA berubah menjadi BAB VIIA yang disisipkan diantara Bab VII dan Bab VIII. (Baca Juga: Ketika Informasi Draf UU Cipta Kerja Mengacaukan Ruang Publik)

Sebelumnya, berdasarkan penelusuran (temuan) Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI), jika dibandingkan antara naskah RUU versi 812 halaman (filenya berjudul "ruu-cipta-kerja-12-oktober-2020-final") dengan versi 1.035 halaman (filenya berjudul "RUU Cipta Kerja - KIRIM KE PRESIDEN") terdapat beberapa penambahan substansi baru yakni  diantara Bab VIA, Bab VI, dan Bab VII. Bab ini mengatur tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Retribusi.

Ketua Baleg Supratman Andi Agtas membenarkan Sekretariat Negara (Setneg) menkoreksi Pasal 46 UU Cipta Kerja terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. Penghapusan pasal itu, menurutnya atas keinginan pemerintah yang mengusulkan pengalihan kewenangan BPH Migas ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.

Dalam pembahasan RUU di tingkat Panja bersama pemerintah, ternyata diputuskan tidak diterima. Namun hingga draf resmi 812 dilayangkan ke Presiden, Pasal 46 ayat (1-4) memang masih tertuang dalam naskah tersebut. Setneg pun, kata Supratman, mengklarifikasi ke anggota Baleg, dan membenarkan Pasal 46 semestinya tak ada di draf resmi. Hilangnya pasal itu artinya, pengaturannya dikembalikan ke UU eksisting (Pasal 46 UU Migas).  

Terkait Bab VIA, dia menerangkan posisi bab VIIA berada antara Bab VII dan Bab VIII, bukan di Bab VIA. Hal ini diketahui setelah pihaknya memeriksa kembali bersama Badan Keahlian Dewan (BKD). Dia memastikan penghapusan Pasal 46 ayat (1) sampai dengan (4) serta Bab VIA diantara Bab VII dan VIII hanya kesalahan pengetikan dan penempatan semata. “Tidak mengubah isi (pasal-pasal, red) sama sekali,” klaimnya.

 

Dapatkan artikel bernas yang disajikan secara mendalam dan komprehensif mengenai putusan pengadilan penting, problematika isu dan tren hukum ekslusif yang berdampak pada perkembangan hukum dan bisnis, tanpa gangguan iklan hanya di Premium Stories. Klik di sini.

Tags:

Berita Terkait