Sebelum Amandemen Konstitusi, Perhatikan Beberapa Hal Ini
Utama

Sebelum Amandemen Konstitusi, Perhatikan Beberapa Hal Ini

Amandemen UUD 1945 yang didorong Ketua MPR dan DPD menimbulkan kecurigaan publik ada upaya memperpanjang kekuasaan dengan cara ilegal.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pembacaan pidato beberapa pimpinan lembaga negara dalam Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPD, Kamis (17/8/2023) kemarin, memuat beragam isu dan arah kebijakan. Pidato yang disampaikan Ketua MPR, Bambang Soesatyo dan Ketua DPD dan AA Lanyalla Mahmud Mattalitti pada kesempatan itu membahas soal pembenahan sistem bernegara melalui amandemen konstitusi. Bahkan Lanyalla menyebut amandemen UUD 1945 periode 1999-2002 telah meninggalkan Pancasila.

Dosen Hukum Tata Negara HTN) Fakultas Hukum (FH) Universitas Andalas, Feri Amsari menilai pidato kedua pimpinan lembaga negara itu menunjukkan ketidakpahaman perubahan konstitusi dan ketatanegaraan. Tidak lumrah perubahan konstitusi dilakukan tanpa kajian yang jelas tentang apa substansi yang mau diubah dan siapa pengusulnya.

“Soal berapa jumlah pengusul, pasal apa yang diubah, itu penting membahas relasi perubahan itu penting,” katanya dikonfirmasi, Jumat (18/8/2023).

Feri melihat faktanya tidak ada kepentingan negara dan masyarakat yang urgen sehingga perlu dilakukan amandemen konstitusi. Jika perubahan konstitusi itu sifatnya serius dan penting, anggota parlemen bisa mengusung gagasan itu jelang pemilu 2024 sekaligus menjelaskan pasal apa saja yang penting untuk diubah. Kelompok masyarakat yang setuju amandemen konstitusi pasti memilih peserta pemilu yang mengusung isu tersebut.

Baca juga:

Begitu pula kelompok masyarakat yang tidak mendukung amandemen cenderung memilih peserta pemilu yang tidak setuju perubahan konstitusi. Selain itu Feri mengingatkan isu perpanjangan masa jabatan dan Pemilihan Presiden (Pipres) melalui MPR ditolak masyarakat. Usulan amandemen konstitusi justru menimbulkan kecurigaan publik ada upaya memperpanjang kekuasaan dengan cara ilegal dan tidak benar dengan dalih amandemen konstitusi.

“Sehingga seolah perubahan konstitusi ini prosesnya formil dan legal, padahal ini prraktik politik untuk mengelabui masyarakat luas dan lawan politik yang tak setuju (amandemen konstitusi,-red),” ujarnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait