Sebelum Mengganti Kuasa, Pemberian Kuasa Sebelumnya Harus Dicabut
Berita

Sebelum Mengganti Kuasa, Pemberian Kuasa Sebelumnya Harus Dicabut

Pemberi kuasa, tanpa persetujuan penerima kuasa dapat sewaktu-waktu mencabut kuasa yang telah diberikan. Namun sebelum menunjuk kuasa baru, seharusnya pemberian kuasa sebelumnya dicabut terlebih dahulu.

CR
Bacaan 2 Menit
Sebelum Mengganti Kuasa, Pemberian Kuasa Sebelumnya Harus Dicabut
Hukumonline

 

Dikatakannya pencabutan pemberian kuasa, berdasarkan pasal 1813 KUHPerdata dapat dilakukan kapan saja sepanjang pemberi kuasa telah melaksanakan kewajibannya kepada penerima kuasa, misalnya kesepakatan mengenai pembayaran.

 

 

Pasal 5 Kode Etik Advokat Indonesia

 

e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap Advokat semula.

 

Sedangkan Stefanus Haryanto, advokat dari kantor hukum Adnan Kelana Haryanto & Hermanto, menilai tindakan LBH Kesehatan bisa dipersoalkan apabila melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan kepentingan pemberi kuasanya, yaitu warga Buyat.

 

Menurutnya yang menjadi persoalan, apakah substansi perdamaiannya sudah disetujui kliennya atau belum. Ia menilai pengambilan keputusan perdamaian tanpa persetujuan klien adalah suatu bentuk wanprestasi. Berdasarkan Pasal 1338 KUHPerdata, setiap perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Artinya, penerima kuasa harus bekerja sesuai kepentingan kliennya.

 

Tidak terdaftar

Mengenai persoalan apakah pihak LBH Kesehatan yang sebelumnya mewakili warga Buyat di pengadilan telah mengantongi izin praktik, sejauh ini belum diperoleh kejelasan. Informasi yang diperoleh hukumonline dari pusat data Perhimpunan, dikatakan Ketua LBH Kesehatan Iskandar Sitorus tidak memiliki izin praktik.

 

Belum diketahui secara pasti, apakah anggota LBH Kesehatan yang menjadi penerima kuasa lainnya, ada yang memiliki izin beracara. Saat hukumonline mengkonfirmasi hal ini kepada Albert Panggabean, kepala divisi non litigasi LBH Kesehatan, dia enggan menjawab. 

 

Seandainya mereka tidak memiliki izin praktik sebagai advokat, tentu mereka tidak tunduk kepada kode etik advokat Indonesia. Namun, untuk memberikan sanksi karena mereka tidak memiliki izin bukanlah perkara mudah. Sebab, pasal 31 Undang-Undang No.18/2003 tentang Advokat yang mengatur mengenai sanksi tersebut sudah dicabut keberlakuannya oleh Mahkamah Konstitusi.

 

Untuk masalah ini, Harry mengatakan memang  kode etik hanya berlaku bagi para advokat yang terdaftar dalam Perhimpunan. Namun, apabila ada pihak yang dirugikan mengadukan kepada mereka, maka Perhimpunan akan melaporkan kepada kepolisian atas dasar penipuan. Kami juga berupaya melakukan pembersihan, kalau ada yang mengadukan, kami siap membantu, tukasnya.

Ribut-ribut mengenai pencabutan pemberian kuasa warga Buyat terhadap Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan (LBH Kesehatan), menimbulkan persoalan hukum. Sebab, sebelum mencabut pemberian kuasa kepada LBH Kesehatan, perwakilan warga Buyat telah menunjuk kuasa hukum yang baru. Persoalan lainnya, pihak LBH Kesehatan yang mewakil warga Buyat untuk mengajukan gugatan terhadap PT Newmont Minahasa Raya (MNR), ditengarai tidak memiliki izin praktik di pengadilan.

 

Berdasarkan  informasi yang hukumonline peroleh, perwakilan warga Buyat telah menunjuk kuasa hukum yang baru—LBH Jakarta dan YLBHI—sehari sebelum mereka mencabut pemberian kuasa kepada LBH Kesehatan. Pencabutan kuasa baru dilakukan Jumat kemarin (7/1). Pencabutan kuasa disebabkan LBH Kesehatan dinilai telah melakukan perdamaian dengan NMR tanpa memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari perwakilan warga Buyat.

 

Sekretaris Jenderal Perhimpunan Advokat Indonesia (Perhimpunan), Harry Ponto menegaskan dalam hal penerima kuasa akan mengganti kuasanya, maka berdasarkan kode etik, penerima kuasa harus memastikan pencabutan pemberian kuasanya yang terdahulu. Dia menandaskan hal ini berdasarkan ketentuan pasal 5 huruf e Kode Etik Advokat Indonesia.

 

Ia menambahkan, pencabutan kuasa harus dilakukan secara tertulis. Cukup dengan suatu pernyataan tertulis saja, karena pencabutan ini tidak memerlukan kesepakatan penerima kuasa, paparnya kepada hukumonline (8/1).

Tags: