Sejumlah Tantangan untuk Mencetak Profesional Hukum Berkualitas
Utama

Sejumlah Tantangan untuk Mencetak Profesional Hukum Berkualitas

Mulai dari disrupsi teknologi dan pandemi Covid-19; proses pendidikan hukum kontemporer; kurikulum, kompetensi, dan karir; berinovasi dengan teknologi; hingga ekosistem dan peta jalan edukasi hukum sesuai kebutuhan masyarakat.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Sejumlah narasumber dalam Webinar #21TahunHukumonline bertajuk 'Upaya Regenerasi Profesional Hukum Berkualitas Melalui Peningkatan Edukasi Hukum', Selasa (14/7/2021). Foto: RES
Sejumlah narasumber dalam Webinar #21TahunHukumonline bertajuk 'Upaya Regenerasi Profesional Hukum Berkualitas Melalui Peningkatan Edukasi Hukum', Selasa (14/7/2021). Foto: RES

Pendidikan yang baik menjadi syarat penting untuk mencetak profesional hukum yang berkualitas. Namun, menjadikan pendidikan yang baik dan berkualitas tidak mudah karena ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan tantangan yang harus dihadapi di masa mendatang.    

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof Sigit Riyanto, mencatat sedikitnya ada 4 hal yang perlu diperhatikan. Pertama, disrupsi teknologi digital dan pandemi Covid-19 yang dihadapi berbagai negara yang menyebabkan krisis pendidikan. Transformasi digital dan globalisasi memaksa terjadinya perubahan termasuk pada sektor pendidikan hukum.

Kedua, tantangan pada proses pendidikan hukum. Sigit mengatakan proses belajar saat ini dilakukan secara daring dan transnasional. Regulasi dan tata kelola menjadi tantangan terberat dalam melakukan inovasi pendidikan hukum. Misalnya, beban mata kuliah hukum di Indonesia sangat banyak, berbeda dengan negara lain. Kemudian keterjangkauan akses berbeda antar wilayah di Indonesia karena sebaran teknologi informasi belum merata. Ada gap literasi teknologi antara dosen dan mahasiswa dimana mahasiswa lebih cepat menguasai teknologi ketimbang dosen.

Ketiga, kurikulum, kompetensi, dan karir. Kurikulum yang ada harus berbasis jaringan (network). Menurut Sigit, perlu dibangun ekosistem pendidikan yang arahnya untuk menghasilkan ahli atau profesional hukum. Ekosistem ini penting agar mahasiswa hukum punya kecakapan yang unik. Hal ini bisa dimulai dari menghitung berapa kapasitas institusi; infrastruktur seperti smart classroom, bekerja sama dengan institusi lain baik nasional dan internasional; menjalin kemitraan dengan organisasi profesi, korporasi, organisasi masyarakat sipil; dan law career center.

Keempat, peta jalan, skill yang dihasilkan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Ahli hukum harus sensitif dengan perkembangan masyarakat, kontekstual, dan profesional,” kata Prof Sigit Riyanto dalam Webinar #21TahunHukumonline bertajuk “Upaya Regenerasi Profesional Hukum Berkualitas Melalui Peningkatan Edukasi Hukum”, Selasa (14/7/2021). (Baca Juga: Dekan FH Undip: Perkembangan Legal Tech Beri Kemudahan Mengakses Keadilan)

Hukumonline.com

Dekan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Prof Sigit Riyanto (kanan). 

Founder Hukumonline.com dan Ketua STH Indonesia Jentera, Arief T Surowidjojo, mencatat sedikitnya ada 3 isu global yang berkembang terkait pendidikan hukum. Pertama, globalisasi yang menyasar semua sektor baik barang, jasa, dan mobilitas orang. Semua itu membutuhkan aturan dan praktik terbaik yang dapat menghubungkan antara hukum nasional dan asing serta internasional. Berbagai perkembangan (tantangan, red) itu harus mampu dijawab pendidikan hukum karena perubahan terjadi secara cepat.

Kedua, teknologi. Arief mengatakan hampir semua aspek kehidupan memanfaatkan teknologi, termasuk pendidikan hukum. Sekarang mahasiswa dan akademisi hukum sangat dimudahkan oleh teknologi, misalnya dapat mengakses berbagai peraturan, putusan, dan analisa hukum yang dibagikan sejumlah institusi termasuk Hukumonline.com. “Pendidikan hukum harus beradaptasi dan terus melakukan inovasi,” kata Arief dalam kesempatan yang sama.

Ketiga, inovasi. Arief mengatakan globalisasi dan teknologi pada pendidikan hukum menuntut dosen lebih kreatif dan inovatif. Karena itu, banyak negara telah melakukan reformasi di bidang pendidikan hukum. Perkembangan teknologi juga memberikan tantangan bagi profesional hukum, misalnya ada sejumlah pekerjaan baku yang dapat dikerjakan oleh kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI).

Mengenai pendidikan hukum di Indonesia, Arief menjelaskan pentingnya untuk dilakukan pembenahan terkait standar seperti kurikulum dan fokus studi pada kebutuhan yang ada di daerah tersebut. Infrastruktur, perkembangan teknologi membawa pandangan baru dimana sekarang fakultas hukum yang tidak memiliki gedung besar bisa lebih efektif berkomunikasi dengan mahasiswa ketimbang fakultas hukum di kampus besar dengan cara membangun infrastruktur berbasis teknologi.

Dia menegaskan sekolah hukum perlu membangun infrastruktur berbasis teknologi. Perkembangan saat ini yang dibutuhkan bukan lagi gedung besar, tapi meningkatkan kualitas pendidikan dengan memanfaatkan teknologi secara optimal. Menjalin kerja sama dengan para pemangku kepentingan untuk membangun ekosistem.

Misalnya, STH Indonesia Jentera berkoneksi dengan Hukumonline.com, perpustakaan Daniel S Lev, dan PSHK, sehingga dapat dengan mudah mengakses peraturan, putusan, dan analisa hukum. “Ini sangat membantu proses belajar dan mengajar bagi mahasiswa hukum,” kata Arief.

Arief juga menekankan lulusan fakultas hukum harus mampu menjawab persoalan yang berkembang saat ini. Tapi ada beberapa persoalan yang dihadapi untuk mencapai hal tersebut, misalnya masih ada tenaga pengajar yang minim inovasi dalam melakukan kegiatan mengajar. Bahan ajaran juga harus relevan dengan situasi saat ini.

Hukumonline.com

Founder Hukumonline.com dan Ketua STH Indonesia Jentera, Arief T Surowidjojo (kanan).

Teknologi juga memungkinkan dibentuknya standar pendidikan hukum yang dapat dilaksanakan oleh seluruh fakultas hukum di Indonesia. Misalnya, ada fakultas hukum di wilayah Indonesia bagian timur yang butuh pengajar dan bahan dari UGM, dan itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan teknologi.

Sekolah hukum penting juga untuk fokus terhadap target pasar yang disasar, sehingga dapat melihat persoalan yang ada di Indonesia saat ini dan yang akan datang. “Harus punya program spesifik untuk menarik para penggunanya,” katanya.

Tags:

Berita Terkait