Sektor Jasa Keuangan Berisiko Jadi Media Pendanaan Terorisme dan TPPU
Berita

Sektor Jasa Keuangan Berisiko Jadi Media Pendanaan Terorisme dan TPPU

Penting untuk menerapkan penanganan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) untuk menghindari digunakannya sektor jasa keuangan sebagai sarana untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.

M Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

 

Saat ini, OJK telah memiliki Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 12/POJK.01/2017 tentang Penerapan Program APU dan PPT di Sektor Jasa Keuangan. Ia menjelaskan latar belakang dari dikeluarkannya POJK APU PPT tersebut karena belum adanya keseragaman dan harmonisasi ketentuan yang mengatur penerapan program APU PPT oleh PJK di sektor jasa keuangan, yang berpotensi menimbulkan gap pengaturan antar sektor jasa keuangan.

 

Latar belakang lainnya adalah untuk memenuhi standar internasional sebagaimana direkomendasikan oleh The Financial Action Task Force on Money Laundering (FATF) yang didasarkan pada pendekatan berbasis risiko (risk based approach), serta perkembangan kompleksitas produk dan layanan jasa keuangan, termasuk pemasarannya (multi channel marketing) serta peningkatan penggunaan terknologi informasi pada industri jasa keuangan.

 

(Baca Juga: Fintech Rawan Dipakai untuk Pencucian Uang dan Pendanaan Terorisme)

 

Ketua Kelompok Pengawasan Kepatuhan Penyedia dan Jasa Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Shalehuddin Akbar, memaparkan terkait apa yang dimaksud dengan Transaksi Keuangan Mencurigakan dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT). “Definisi transaksi keuangan mencurigakan berada di dalam beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda,” kata Shalehuddin di acara yang sama.

 

Menurut Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, transaksi keuangan yang mencurigakan adalah:

Pasal 1 angka 5 UU PP TPPU:

1. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi;

2. Transaksi keuangan yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan;

3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;

4. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

 

Sementara, transaksi keuangan mencurigakan dalam TPPT adalah:

Pasal 1 angka 6 UU PP TPPT:

1. Transaksi keuangan dengan maksud untuk digunakan dan/atau yang diketahui akan digunakan untuk melakukan tindak pidana terorisme;

2. Transaksi yang melibatkan setiap orang yang berdasarkan daftar terduga teroris dan organisasi teroris.

 

Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Shalehuddin juga mengklasifikasikan transaksi keuangan yang mencurigakan yang berhubungan dengan profesi. Ia merujuk kepada pasal 8 PP 43/2015 yang mengatur ketentuan sebagai berikut;

 

Transaksi untuk kepentingan atau untuk dan atas nama Pengguna Jasa dalam hal: 1) pembelian dan penjualan property; 2) pengelolaan terhadap uang, efek, dan/atau produk jasa keuangan lainnya; 3) pengelolaan rekening giro, rekening tabungan, rekening deposito, dan/atau rekening efek; 4) pengoperasian dan pengelolaan perusahaan; dan/atau pendirian, pembelian, dan penjualan badan hukum. 

 

Tags:

Berita Terkait