Serangan Balik Pemerintah dalam Pengujian UU Kepailitan (1)
Berita

Serangan Balik Pemerintah dalam Pengujian UU Kepailitan (1)

Nasib perusahaan-perusahaan asuransi sedang dipertaruhkan di hadapan sembilan orang hakim. Sementara menanti putusan hakim, para pengelola asuransi harap-harap cemas menunggu sikap Pemerintah.

Mys
Bacaan 2 Menit
Serangan Balik Pemerintah dalam Pengujian UU Kepailitan (1)
Hukumonline

 

Status badan hukum YLKAI

Adalah Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia (YLKAI) yang mempersoalkan UU Kepailitan ke Mahkamah Konstitusi pertama kali. Kemudian disusul permohonan serupa oleh Aryunia Candra Purnama dan Suharyanti. Ketiga pemohon judicial review itu mempersoalkan pasal 2 ayat (5), pasal 6 ayat (3), pasal 223 dan pasal 224 ayat (6) Undang-Undang Kepailitan.

 

Namun, dalam sidang di MK, Pemerintah mempersoalkan status badan hukum YLKAI. Ini terkait dengan syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi pemohon judicial review. Pemohon berargumen bahwa YLKAI sudah memenuhi syarat sebagai badan hukum privat yang dimaksud dalam pasal 51 ayat (1) Undang-Undang no. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UUMK).

 

Tapi pemerintah berpandangan sebaliknya. Wakil Sekretaris Kabinet (Wasekab) yang juga Guru Besar Hukum Ekonomi Prof. Erman Rajagukguk sempat mencecar masalah ini kepada ahli yang dihadirkan pemohon, Bernadette M Waluyo. Perlu dipertanyakan dan dibuktikan terlebih dahulu apakah YLKAI yang menyatakan dirinya sebagai Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LKPSM) telah memenuhi kualifikasi sebagai subjek hukum privat untuk mewakili masyarakat pada umumnya, ujar Dirjen Perundang-undangan Abdul Gani Abdullah.  

 

Pemerintah menyampaikan bukti, berupa surat dari Dirjen Administrasi Hukum Umum tertanggal 2 Maret 2005, bahwa YLKAI belum pernah terdaftar sebagai badan hukum di Departemen Hukum dan HAM (Depkum HAM). Menurut ketentuan UU Yayasan, suatu yayasan baru bisa disebut badan hukum bila sudah terdaftar di Depkum HAM.

 

Memang, ada bukti lain dari Ditjen Kesatuan Bangsa dan Politik Depdagri yang menunjukkan bahwa YLKAI sudah terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan, pada nomor urut 302. Kalau memang YLKAI adalah organisasi masyarakat, mengapa nomenklaturnya menggunakan kata yayasan? Apakah kata itu sepadan dengan makna yayasan sebagai badan hukum sebagaimana disebut dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2004 tentang Yayasan?

 

Serangan Pemerintah itu sebenarnya sudah dijawab YLKAI dalam permohonannya. YLKAI tegas menyebutkan hak gugat (legal standing) yang dimilikinya sah karena  sudah diakui oleh pengadilan. Putusan PN Jakarta Pusat dijadikan sebagai salah satu bukti memperkuat hal tersebut. 

Maka, tatkala mereka mendengar Pemerintah akan tampil fight di depan sidang, para pengelola asuransi berbondong-bondong menuju pengadilan. Dan pekan lalu, mereka tumpah ruah di ruang sidang Mahkamah Konstitusi. Jumlah pengunjung membludak hingga ke luar ruangan.  Kami serius menghadapi masalah ini, kata Firdaus Djaelani, Direktur Asuransi Departemen Keuangan.

 

Bukan hanya penegasan Firdaus yang menunjukkan keseriusan Pemerintah. Tetapi juga terlihat dari kehadiran sejumlah pejabat. Ada Menteri Keuangan Yusuf Anwar dan Ketua Bapepam/Dirjen Lembaga Keuangan Darmin Nasution, ada Dirjen Perundang-Undangan Depkumham Abdul Gani Abdullah dan jajarannya, serta yang sangat menarik kehadiran Wakil Sekretaris Kabinet Prof. Erman Radjagukguk.

 

Indikasi keseriusan Pemerintah juga terlihat dari jawaban yang disampaikan tidak kurang dari 76 halaman, dibaca secara bergantian oleh lima orang pejabat. Inilah pertama kalinya sepanjang sidang pengujian undang-undang, uraian jawaban pemerintah begitu banyak. Bisa jadi pula inilah pertama kalinya pengujian suatu undang-undang mendapat perhatian yang begitu luas dari kalangan asuransi.

 

Padahal, yang ‘digugat' bukanlah Undang-Undang Perasuransian, melainkan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Walaupun yang dipersoalkan masih terkait dengan pasal-pasal pemailitan perusahaan asuransi.

Halaman Selanjutnya:
Tags: