Setahun OSS di Mata User
Fokus

Setahun OSS di Mata User

Untuk menyamakan perspektif antar kementerian dengan OSS, termasuk dengan daerah, pemerintah perlu melakukan evaluasi berkala demi penyempurnaan sistem OSS.

Hamalatul Qur'ani
Bacaan 2 Menit

 

Namun sejak lahirnya Permenkumham No. 17 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma dan Persekutuan Perdata, maka Badan Usaha harus didaftarkan melalui SABU kepada Menteri Hukum dan HAM, tak lagi lewat Pengadilan. Pendaftaran SK Pendirian BH maupun BU ini, diawali dengan pengajuan nama perusahaan, input data lainnya seperti NPWP pemegang saham serta NPWP Direksi dan Komisaris (semuanya harus valid), alamat, dan penentuan bidang usaha berdasarkan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). “Input data ke SABH/SABU ini dilakukan oleh notaris,” jelasnya.

 

Pengisian data oleh notaris itu, katanya, harus dipastikan tidak salah, mengingat data yang ada pada SABU/SABH sudah langsung terintegrasi dengan sistem OSS. Lahirnya Perka BPS No. 19 Tahun 2017 tentang Perubahan KBLI 2015 (KBLI 2017), ketika itu memunculkan masalah dalam proses input data pemilihan KBLI. Mengingat lembaga OSS ketika diluncurkan langsung menyesuaikan dengan KBLI 2017. Sementara penyesuaian KBLI 2017 pada SABH baru berlaku efektif pada pertengahan 2018, sebelumnya masih merujuk KBLI 2015.

 

“Perbedaan itu akhirnya mengakibatkan berbedanya bidang usaha sebenarnya dengan bidang usaha yang tertera pada sistem OSS. Akibatnya notaris banyak dikomplain pelaku usaha ketika itu,” jelasnya.

 

Notaris lainnya Aulia Taufani pernah mengatakan soal apakah KBLI yang ada di NIB jumlahnya harus sama dengan KBLI yang dimaksud dalam data AHU? Sejak perpindahan lembaga OSS ke BKPM, terkait masalah ini Ia mengaku BKPM cukup moderat. Misalnya, di akta notaris dan di AHU pelaku usaha bisa mencantumkan banyak KBLI, namun hanya izin tertentu saja yang diurus melalui OSS dan hal itu diperkenankan oleh BKPM. Jadi cukup disimpan dalam database tapi tidak dimunculkan dalam NIB.

 

“Masalahnya, dalam praktik ada kejadian misalnya NIB nya 5, kemudian dalam perjalanan karena pelaku usaha tak bisa memenuhi komitmen, dia mau tarik yang 5 tadi jadi tinggal 2 atau 3 KBLI saja. Nah ini belum ada menu menghapus KBLI yang ada di NIB,” ungkapnya.

 

Akibatnya, hanya karena satu isu KBLI saja, maka bisa terjadi pembatalan, penghapusan atau pencabutan izin. Alhasil NIB-nya harus dirobek, padahal NIB untuk identitas pelaku usaha itu sudah tersebar luas. Untuk itu, ia berharap agar konsep OSS 1.1 yang dikembangkan BKPM betul-betul user-friendly, dan itu harus ada basis legalnya.

 

Salah satu persoalan yang paling disorot pelaku usaha selama ini, soal penambahan persyaratan tertentu di luar NSPK masing-masing sektor yang biasa dilakukan oleh DPMPTSP Provinsi Kab/Kota. Memang notifikasi dilakukan pemda melalui OSS 1.0, namun tetap saja di lapangan ditambahkan persyaratan baru seperti misalnya untuk mendapatkan izin tertentu harus memperoleh persetujuan dari bupati terlebih dahulu.

Tags:

Berita Terkait