Stakeholder Sesalkan Pembubaran Tim Transparansi Industri Ekstraktif
Berita

Stakeholder Sesalkan Pembubaran Tim Transparansi Industri Ekstraktif

Tim Transparansi Industri Ekstraktif diberi mandat untuk menentukan dan mengawasi pelaksanaan mekanisme transparasi industri ekstraktif agar sesuai dengan standar internasional EITI.

Moch. Dani Pratama Huzaini
Bacaan 2 Menit

Sementara Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa,  yang juga merupakan former Board EITI di tingkat internasional dari unsur masayarakat sipil menyayangkan langkah  pemerintah menghentikan Tim EITI. “Padahal EITI adalah standar internasional untuk transparansi penerimaan negara dimana Indonesia bersusah payah untuk diterima pada 2010 lalu,” ungkap Fabby. 

Menurut Fabby, Tim EITI sangat diperlukan karena berbasis pada pemangku kepentingan dimana di dalamnya terdiri atas pemerintah, bisnis dan masyarakat sipil. Fabby menilai, pembubaran ini menunjukan komitmen Presiden yang rendah pada perbaikan tata kelola sektor migas dan minerba yg merupakan isu kunci untuk mendorong investasi dan membangun kepercayaan publik.

Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia, Maryati Abdullah,  yang juga merupakan duta Open Government Partnership (OGP) dan pernah duduk sebagai tim multipihak di EITI Indonesia ikut menyayangkan hal tersebut. Maryati menilai hal ini merupakan sebuah kemunduran dalam mendorong good corporate governance di sektor industri ekstraktif.

Di tengah kinerja industri ekstraktif dan energi yang sedang lesu dan challenging. Apalagi peran Indonesia dalam EITI di tingkat global cukup penting, di mana Sekjen Kementerian ESDM Ego Syahrial, baru saja terpilih sebagai anggota dewan EITI Internasional mewakili negara-negara di kawasan Asia Pasifik.

Menurut Maryati, mekanisme transparansi dan model multipihak ini menambah kepercayaan dalam memulihkan perekonomian ke depan, apalagi EITI telah terbukti dapat meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam membayar kewajiban royalti dan pajak, karena selalu diawasi kinerja dan laporannya dibuka kepada publik. “Transparansi model EITI juga dapat mencegah praktek pengelakan pajak yang merupakan salah satu penyebab masih rendahnya rasio pajak Indonesia,” terang Maryati.

Mantan pimpinan KPK yang juga merupakan promotor berdirinya EITI di Indonesia, Erry Riyana Hardjapamekas, ikut menyayangkan kondisi ini. Erry yang pernah menjadi Board EITI Internasional mewakili Indonesia menilai, EITI semestinya bisa semakin meningkatkan standar transparansi dan pencegahan korupsi di sektor ekstraktif, sehingga semakin mendapatkan kepercayaan dari investor dan industri serta dari masyarakat, karena penerimaan negara dan pajak yang semakin patuh dan transparan.

“Jika Indonesia tetap ingin memenuhi standar EITI dan jika memang pelaksanaan fungsi dan tugas EITI dialihkan ke Kementerian ESDM dan Kementerian Keuangan, maka Menteri direkomendasikan untuk membentuk Tim Multipihak di bawah Kementerian tersebut untuk menjalankan EITI sebagaimana mandat Perpres 82 Tahun 2020 ini, dengan tetap dapat memenuhi standar EITI yang berlaku secara internasional,” tutup Erry.

EITI merupakan suatu standar internasional tentang transparansi dan akuntabilitas sektor industri ekstraktif (minyak, gas, batubara dan mineral) yang prosesnya melibatkan pemerintah, industri/bisnis dan kelompok masyarakat sipil. EITI telah diterapkan di lebih dari 53 negara di dunia termasuk Indonesia, dan telah diakui dan menjadi acuan secara global.

Pada dasarnya, EITI menghadirkan standar pelaporan dan pembukaan informasi mengenai pembayaran pajak dan penerimaan negara dari perusahaan-perusahaan industri ekstraktif yang beroperasi di berbagai negara, baik di tingkat nasional maupun yang ditransfer ke daerah-daerah penghasil. Dimana laporan tersebut diverifikasi oleh auditor independen.

Perkembangan Standar EITI terkini (2019) juga telah mendorong keterbukaan pada aspek perdagangan komoditas, keterbukaan kontrak, transparansi beneficial ownership (BO) korporasi untuk mencegah adanya praktek korupsi dan pengelakan pajak, serta mainstreaming isu sosial dan lingkungan hidup seperti gender dan perubahan iklim. Standar EITI terbaru juga mengenalkan sistem mainstreaming pelaporan dalam mekanisme di Pemerintahan yang memungkinkan adanya transparansi dan rekonsiliasi secara sistemik.

Tags:

Berita Terkait