Tak Bayar Pinjaman, Pengusaha Divonis Korupsi
Berita

Tak Bayar Pinjaman, Pengusaha Divonis Korupsi

Pinjaman menjadi kredit macet, sama dengan korupsi.

FAT
Bacaan 2 Menit
Tak Bayar Pinjaman, Pengusaha Divonis Korupsi
Hukumonline

Impian seorang pengusaha untuk memperluas jangkauan usahanya harus kandas. Pasalnya, sang pengusaha, Budiyanto Kurniawan sementara ini harus menerima kenyataan bahwa dirinya divonis oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta untuk dipenjara selama enam tahun.

Atas vonis ini, terdakwa, tim penasihat hukumnya dan tim penuntut umum Kejaksaan masih pikir-pikir. Jangka waktu untuk pikir-pikir selama tujuh hari. Vonis yang dijatuhkan majelis hakim belum sesuai dengan tuntutan yang diharapkan penuntut umum, yakni divonis selama delapan tahun penjara.

Hukuman enam tahun dijatuhkan majelis hakim lantaran Budiyanto terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan kesatu yakni melanggar Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP. Selain pidana penjara, terdakwa Budiyanto juga dipidana denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan.

Dalam putusannya, majelis juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,6 miliar satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Menurut Hakim Ketua Tati Hardianti, jika dalam satu bulan uang pengganti belum dibayarkan, maka diganti dengan pidana penjara selama dua tahun.

Kasus ini bermula dari kedatangan rekan sewaktu terdakwa masih Sekolah Menengah Atas (SMA) yang bernama Frederik. Dalam pertemuan itu, keduanya berkomunikasi mengenai membuat perusahaan kantong plastik. Namun, terdakwa Budiyanto merasa tak memiliki dana.

Akhirnya, Frederik bersama ibunya yang bernama Farida memperkenalkan terdakwa ke Edi Samsidi dan seorang General Manager Relationship PT BNI 46 Tbk, Yulianto. Dari Yulianto, terdakwa mengetahui syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan kredit. Atas pengetahuan itu, terdakwa menyanggupi seluruh syarat yang diajukan.

Saat mengajukan pinjaman, terdakwa memalsukan identitasnya dengan mengganti nama menjadi Setiabudi Hartono. Tercatat pula, setiabudi menjabat sebagai Direktur Utama PT Lapindo Poli Plas Internasional yang terletak di Cibitung, Jawa Barat. Meski menggunakan nama palsu, pihak BNI tetap menyetujui pinjaman kredit terdakwa. Alhasil, terdakwa memperoleh pinjaman kredit sebesar Rp26 miliar.

Tags: