Tantangan Mewujudkan Reforma Agraria
Utama

Tantangan Mewujudkan Reforma Agraria

Masih mengedepankan egosektoral. Melalui UU Cipta Kerja dianggap menjadi harapan. Tapi, sebagian pihak tetap merasa pesimis dengan upaya pemerintah dalam mereforma agraria.

Rofiq Hidayat
Bacaan 5 Menit

Selanjutnya bekas eks hak guna usaha (HGU) dan tanah terlantar. Nah data sharing pembaharuan ternyata belum dilakukan secara berkelanjutan, begitu pula tentang transmigrasi. Sebab verifikasi subjek dan objek di lapangan sulit akibat data yang dipegang kementerian/lembaga berbeda. Menurutnya, program dari kementerian/lembaga melalui anggaran dan kewenangan penataan akses belum dicocokkan dengan lokus penataan aset.

Dia menilai terhadap berbagai kendala yang menjadi tantangan itulah dibutuhkan kerja sama yakni antara Gugus Tugas Reforma Agraria yang telah membentuk tim eksaminasi inklusif dengan berbagai pemangku kepentingan. Tentunya bertolak dari penyelesaian berbagai persoalan masyarakat serta penyelesaian persoalan legalitas tanah.

Selain itu, sinkronisasi dan pembangunan database di tingkat pemerintah pusat dan daerah yang dipimpin oleh Gugus Tugas Reforma Agraria. Termasuk membangun habit kerja sama melalui pemilihan lokasi perencanaan, penataan batas dan redistribusi bersama. Bahkan membentuk tim lintas organisasi penyelesaian transmigrasi di 7 provinsi berdasarkan 16 tipologi permasalahan.

Implementasi regulasi

Selain mencari jalan teknis dalam reforma agraria, gagasan pemerintah menerbitkan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dipandang menjadi terobosan. Menurut Surya, kehadiran UU 11/2020 cukup signifikan. Bahkan memberi harapan di tengah suramnya upaya reforma agraria di bidang pertanahan. “Kehadiran UU Cipta Kerja lumayan signifikan, memberikan lentera harapan di tengah situasi agak suram,” kata dia.

Menurutnya melalui aturan turunan yang digodok kementerian tempatnya bernaung terdapat 5 Peraturan Pemerintah dari UU 11/2020. Seperti PP No.18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah; PP No. 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Kemudian PP No.20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar; PP No.21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang; dan PP No.64 Tahun 2021 tentang Badan Bank Tanah. Nantinya Kementerian ATR/BPN masih bakal menerbitkan aturan turunan berupa peraturan menteri, serta surat edaran lainnya. Sepanjang ada ketidaksesuaian aturan dengan di atasnya, pemerintah bakal mereview melalui mekanisme executive review. Surya berharap akademisi, koalisi masyarakat sipil dapat memantau, mengoreksi dan mengkritisi pelaksanaan reforma agraria ini.

“Memang UU Cipta Kerja maunya di investasi. Tetapi, kata kuncinya investasi itu butuh kepastian. Yang butuh kepastian itu bukan cuma pengusaha, tapi semuanya. Dengan kepastian akan lebiih pasti atas perencanan yang dibutuhkan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait