Tips Mempertahankan Klien Jasa Hukum Saat Pandemi
Berita

Tips Mempertahankan Klien Jasa Hukum Saat Pandemi

Mulai harus mengetahui masalah klien; jangan melihat klien sebagai objek revenue; negosiasi harga sesuai kemampuan daya beli klien atau calon klien; tetap memberi pelayanan yang baik; hingga menjaga hubungan sosial dan komunikasi yang baik dengan stakeholders.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Pandemi Covid-19 berdampak pada lesunya keberlangsungan dunia usaha, tak terkecuali bisnis jasa hukum di kantor law firm. Sebab, tak sedikit kantor hukum mengalami hal seperti halnya sebuah perusahaan yang mengalami penurunan pendapatan, kerugian, hingga penutupan usaha bisnisnya.             

Di era kebiasaan adaptasi baru profesional hukum sejatinya bisa tetap bertahan untuk menjalankan jasa hukum di law firm yang dikelolanya. Namun, bagaimana cara agar bisa meningkatkan retensi klien dan tetap mampu memberi pelayanan terbaik di bidang bisnis jasa hukum di era normal baru?

Business, Marketing & People Enhancer, Suherman Widjaja mengatakan dalam bisnis untuk mencari/memperoleh customer baru biayanya lebih besar daripada mempertahankan customer lama. Hal ini harus disadari oleh para pembisnis. Bagi law firm agar dapat mempertahankan klien harus mengetahui masalah yang sedang dihadapinya.  

“Kalau klien datang ke law firm kita, pasti disitu kan ada satu masalah hukum. Kita harus explore masalah yang dihadapi klien lebih komprehensif. Jangan melihat klien sebagai kasus, tapi melihat klien sebagai manusia seutuhnya, karena klien adalah orang yang perlu kita bantu, bukan sebagai objek revenue (pendapatan, red),” ujar Suherman Widjaja saat berbicara dalam webinar 20 tahun Hukumonline bertajuk “Meningkatkan Retensi Klien dan Stakeholders Management bagi Profesional Hukum di Era Normal Baru”, Rabu (15/7/2020).   

Dia melanjutkan jika melihat klien sebagai objek revenue, terkesan fokusnya pada kasus yang ditangani. Padahal, sebaliknya saat melihat kasus yang dialami klien disana juga terlihat sisi kemanusaian. Sebab, satu kasus bisa sama dialami beberapa klien, tetapi dampaknya dapat berbeda masing-masing klien.

“Sudah seharusnya lawyer melihat penuh menggunakan mindset marketing. Kalau kita bisa menaruh seutuhnya klien sebagai manusia yang butuh bantuan dan lebih berempati, jadilah lawyer yang jujur dan tulus. Bila seperti itu klien dapat menganggap kita sebagai teman yang ahli di bidang hukum. Otomatis klien akan senang dan merasa tidak dieksploitasi oleh law firm,” kata dia. (Baca Juga: Mencari Model Bisnis dan Pola Baru Rekrutmen Law Firma di di Era Diskrupsi Plus Pandemi)

Selain itu, saat bernegosiasai harga jasa hukum agar sesuai dengan kemampuan daya beli klien atau calon klien dan tetap memberikan pelayanan yang baik. Tentu, sebelumnya mesti mengobservasi calon klien dengan melihat penampilan, bisa dilihat seberapa besar kasusnya, dan bisa ditanya kepada klien kasus ini berapa kali terjadi.

“Kita bisa bertanya langsung ke klien dan berterus terang saja, sampaikan kepada mereka setiap kebijakan firma hukum kelasnya berbeda-beda. Dan bisa menanyakan langsung budget yang tersedia untuk menyelesaikan kasusnya berapa sambil melihat Anda sebagai lawyer ada di level kelas firma hukum yang mana,” kata dia.

Dengan begitu, calon klien mengetahui bagaimana kualitas lawyer atau firma hukumnya. “Menanyakan soal budget klien bukan untuk mengetahui isi kantongnya, tetapi berapa dana yang harus disiapkan untuk menyelesaikan kasus yang dialami klien. Karena salah satu cara menjaga stabilitas keuangan law firm memberi harga kepada klien.”

Baginya, jangan mengikuti tren harga karena jika mengikuti tren harga semua akan merasa rugi, baik klien, lawyer, ataupun law firm. Akhirnya bisa mereduksi kualitas layanan yang diberikan. “Bisa harga, kualitas, dan layanan yang ditawarkan dengan harga sebesar itu kepada klien. Sebab, jika kualitas dan pelayanan yang ditawarkan memang bagus, maka harga yang Anda tawarkan bukan termasuk harga yang mahal,” kata dia.

Terkait law firm tidak boleh berlebihan mengiklankan kantor hukumnya, Suherman punya banyak cara. Salah satunya lewat sosial media dengan mengenalkan firma hukum dengan strategi branding. Misalnya, dengan membuat artikel terkait kasus tertentu atau isu tertentu dengan bahasa yang awam agar mudah dimengerti masyarakat pada umumnya.  

Lalu, bagaimana tetap menjaga hubungan sosial dan komunikasi yang baik dengan stakeholders dalam kondisi era normal baru, Business Development Consultant Hiswara Bunjamin Tandjung in Association with Herbert Smith Freehills, Richard Pedler mengatakan kantor hukum harus dapat mengidentifikasi stakeholders, seperti kepada siapa kita berhadapan, misalnya partners, kolega, pejabat pemerintahan, notaris, dan lain-lain.

“Dengan mengidentifikasi siapa saja stakeholders Anda, prioritaskan menaruh power yang lebih besar dalam berkomunikasi dengan stakeholder Anda. Anda harus tahu caranya untuk memahami mereka agar feed back yang diinginkan dapat tercapai dan mengetahui apa saja yang harus diperbaiki dalam law firm Anda,” ujar Richard Pedler dalam kesempatan yang sama.  

Hal penting bagi Richard, luangkan waktu setiap saat untuk klien. Salah satunya memberi pelayanan pengetahuan hukum untuk klien melalui webinar, skype. Saat ini untuk berkomunikasi dengan klien harus dengan cara-cara kreatif karena pengaruhnya besar terhadap jabatan professional marketing. “Kita harus dapat memanfaatkan teknologi sebaik mungkin dan berhati-hati dalam berkomunikasi dengan klien agar mendapatkan kesan yang baik. Ini penting untuk menjaga hubungan yang baik dengan klien,” katanya.

Tags:

Berita Terkait