Tips Pembuatan Perjanjian Kawin dalam Perkawinan Campuran
Berita

Tips Pembuatan Perjanjian Kawin dalam Perkawinan Campuran

Setelah terbitnya putusan MK No.69/PUU-XIII/2015, perjanjian kawin bisa dibuat setelah perkawinan.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi perjanjian pranikah. Hol
Ilustrasi perjanjian pranikah. Hol

Pernikahan bagi sesama warga negara Indonesia (WNI) hal yang lazim dalam hukum perkawinan. Tapi, bila salah satu pasangan berkewarganegaraan asing (WNA) menikah dengan WNI dan memiliki anak (perkawinan campuran), ada beberapa implikasi hukum yang perlu diperhatikan.  

Praktisi hukum, Ike Farida, mengatakan Undang-Undang (UU) No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengatur soal perkawinan campuran yakni perkawinan antara dua orang yang tunduk pada hukum yang berlainan karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Ike Farida, mencatat sedikitnya ada empat persoalan yang kerap ditemui dalam perkawinan campuran yakni masalah perjanjian perkawinan; kewarganegaraan dan kewarisan; administrasi kependudukan; dan ketenagakerjaan bagi pasangan yang berstatus WNA dan ingin bekerja di Indonesia.

Untuk masalah perjanjian perkawinan, Ike menyebut setidaknya ada 2 persoalan yang kerap dialami pasangan kawin campur. Pertama, masalah properti dan perjanjian kawin. Ike menjelaskan sebelum terbit putusan MK No.69/PUU-XIII/2015 perjanjian kawin hanya boleh dibuat sebelum pasangan kawin campur menikah (prenuptial agreement). Tapi, setelah terbitnya putusan MK tersebut, perjanjian kawin bisa dibuat setelah pasangan kawin campur menikah.

Dia mengatakan perjanjian kawin ini penting bagi pasangan kawin campur yang ingin membeli aset, seperti properti/rumah. Sebelum ada putusan MK tersebut, pasangan kawin campur yang tidak memiliki perjanjian kawin tidak bisa membeli properti. Biasanya pihak pengembang menyarankan pasangan tersebut untuk cerai terlebih dulu. Kemudian membuat perjanjian kawin dan menikah kembali atau pasangan tersebut meminjam nama orang lain.

“Cara itu layaknya masuk kategori penggelapan hukum. Tapi sejak terbit putusan MK No.69 Tahun 2015 itu perjanjian kawin bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung,” kata Ike dalam materi bertema International Marriage (Perkawinan Campuran) Part 1 yang diunggah di akun Youtube Ike Farida. (Baca Juga: Aturan Waris dan Wasiat bagi Pelaku Perkawinan Campuran Relatif Rumit)

Ike menekankan ada 3 hal yang patut diperhatikan dalam hal membuat perjanjian kawin. Pertama, pasangan harus menulis dan membuat daftar aset yang mereka miliki sesudah perkawinan berlangsung. Kedua, setelah menulis aset yang dimiliki, pasangan kawin campur perlu berkonsultasi kepada notaris jika daftar aset itu tidak banyak dan tidak rumit. Ketiga, jika aset yang dimiliki banyak dan rumit, ada baiknya berkonsultasi kepada konsultan hukum agar mereka yang mengatur.

Ketika membeli properti, Ike mengingatkan setelah pasangan kawin campur melakukan pembayaran sebesar 20 persen, mereka perlu meminta dibuatkan perjanjian pengikatan jual-beli (PPJB) antara pihak penjual dan pembeli sebelum dilakukan akta jual beli (AJB). Pada saat pembuatan PPJB, pembeli berhak minta kepada pengembang untuk memperlihatkan sertifikat.

Kemudian ditulis tanggal AJB, apa saja fasilitas yang diperoleh, IMB dan perizinan harus dilampirkan salinannya (copy). Paling penting sebelum menandatangani PPJB pembeli harus meminta kepada notaris atau PPAT untuk mengirimkan data yang dimaksud lewat surat elektronik. Tujuannya agar pembeli dapat meneliti keabsahan data tersebut sebelum melakukan tanda tangan.

Kewarisan perkawinan campur

Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Ike menjelaskan sedikitnya ada 4 jenis hak yaitu hak milik (SHM), hak guna bangunan (HGB), hak pakai, dan hak guna usaha (HGU). Keempat jenis hak atas tanah itu dapat dimiliki oleh WNI, tapi untuk orang asing (WNA) hanya bisa mendapat hak pakai dan HGU.

“Masalah yang kerap terjadi terkait waris dalam perkawinan campur antara lain tentang pembagian harta warisan terutama aset tidak bergerak,” kata Ike Farida dalam video yang diunggah di kanal Youtube bertema “Bisakah Anak Asing Mewaris Properti?”.

Ike menyebut beberapa persoalan dalam kasus terkait pembagian aset tidak bergerak, misalnya terbengkalai, belum dibayar pajaknya, dan aset berada di luar negeri. Selain itu, Terkait pembagian harta warisan, Ike menjelaskan akan berhubungan dengan harta bawaan dan harta bersama. Harta bawaan itu harta yang dimiliki pewaris atau pasangan yang diperoleh sebelum menikah. Sedangkan, harta bersama yakni harta yang didapat dalam/sepanjang masa perkawinan.

Menurut Ike, persoalan yang kerap muncul ketika pasangan yang berkewarganegaraan Indonesia meninggal dan kemungkinan membagikan harta waris berupa benda tidak bergerak. Ike menyarankan setidaknya 4 hal. Pertama, ketika pewaris meninggal, segera buat daftar aset yang dimilikinya secara detail, misalnya luas tanah dan bangunan, lokasi, serta status kepemilikan.

Kedua, harus dicek apakah pewaris memiliki surat wasiat. Jika wasiat itu sesuai peraturan perundang-undangan, maka harus segera dijalankan. Ketiga, Ike menyarankan pihak pewaris untuk berkonsultasi kepada konsultan hukum karena diupayakan jangan sampai ada perselisihan dalam pembagian harta warisan.

Keempat, harta warisan harus secepatnya dibagikan sesuai hak masing-masing karena persoalan akan semakin rumit jika salah satu pasangan yang ditinggalkan kemudian menikah lagi dengan orang lain. Terakhir, segera melakukan proses peralihan hak karena ada ketentuan bagi WNI yang mewarisi hartanya kepada WNA atau keturunannya berupa benda tidak bergerak harus segera dialihkan dalam jangka waktu 1 tahun.

Sebab, dalam Pasal 21 ayat (3) UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang menyebutkan pewarisan tanpa wasiat menyebabkan ahli waris berstatus WNA memiliki hak milik atas tanah dan atau hak bangunan. Tapi, dalam jangka waktu 1 tahun setelah pewaris meninggal harus dijual, dialihkan, dilepaskan haknya kepada pihak lain yang WNI. Jika ketentuan itu tidak dilaksanakan, haknya jatuh ke negara.

Tags:

Berita Terkait