Urgensi Peningkatan Pengawasan Internal Lembaga Pemerintah Cegah Korupsi
Terbaru

Urgensi Peningkatan Pengawasan Internal Lembaga Pemerintah Cegah Korupsi

Berdasarkan program MCP yang diinisiasi KPK, upaya pencegahan korupsi sangat bergantung pada pengawasan di Pemda. Bukan hanya pemeriksaan kepatuhan, tetapi juga termasuk identifikasi kelemahan dan upaya perbaikan tata kelola agar berjalan efektif.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Dia menyebutkan persamaannya, yaitu terkait ruang lingkup, kriteria yang digunakan, dokumen yang dibutuhkan, APIP yang melakukan dan keduanya bersifat assurance.

Sedangkan perbedaannya, kata Budi, terkait timing. Menurutnya, kalau audit dilakukan setelah PBJ selesai, sedangkan Probity Audit tersebar sepanjang PBJ sesuai durasi pelaksanaan dan dapat melakukan observasi.  “Kemudian kalau audit sifatnya temuan, sedangkan probity audit bersifat early warning mechanism,” terang Budi.

Mewakili LKPP, Analis Kebijakan PBJ Pemerintah Ketsia A. Laya memaparkan terkait Peraturan Presiden (Perpres) No.12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres No.16 Tahun 2018 Tentang PBJ Pemerintah, sebagai salah satu acuan proses PBJ dan mejadi patokan ketika proses audit tahapan PBJ Pemerintah.

“Sebetulnya Perpres No.16 tahun 2018 masih berlaku, tidak seluruh pasalnya kita ubah, hanya beberapa poin yang kita ubah. Salah satu yang menjadi latar belakang perubahan yaitu UU Cipta Kerja di mana PBJ menjadi penggerak utama roda perekonomian,” jelas Ketsia.

Lebih rinci, Ketsia menerangkan poin perubahan kebijakan PBJ yang tercantum dalam Perpres No.12 Tahun 2021 di antaranya terkait UMK, koperasi, produk dalam negeri, SDM, kelembagaan, pelaku pengadaan, jasa konstruksi, pembinaan penyedia, dan e-Marketplace.

Terkait pembinaan penyedia, ujar Ketsia, LKPP telah melakukan pengaturan terkait sanksi dan daftar hitam. Pembinaan, katanya, sudah dilakukan oleh masing-masing sektor usaha misalnya untuk obat oleh Farmalkes Kemenkes dan BPOM, UMK oleh KemenkopUMK, jasa konstruksi oleh KemenPUPR.

Menurut data pengenaan sanksi daftar hitam tahun 2019, terdapat 348 penyedia terkena sanksi daftar hitam. 303 atau 90 persen penyedia tidak perform di antaranya penyedia tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK yang disebabkan oleh kesalahan penyedia.

Tags:

Berita Terkait