Urgensi Perlindungan Data Pribadi Konsumen di Sektor E-Commerce
Perlindungan Konsumen 2020

Urgensi Perlindungan Data Pribadi Konsumen di Sektor E-Commerce

Pemerintah harus bisa memastikan bahwa data pribadi konsumen sektor e-commerce digunakan sesuai kepentingan perdagangan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 2 Menit

 

(Baca: Menanti Undang-undang Khusus Fintech yang Ramah Konsumen)

 

Selain terkait data pribadi, beberapa pengaduan yang masuk ke YLKI adalah seputar barang yang tidak sampai, barang tidak sesuai pesanan, ataupun barang yang terlambat datang. Namun dari beberapa persoalan di atas, keterlibatan jasa logistik dalam pengiriman barang juga harus diperhatikan.

 

Pasalnya potensi kejahatan pada jasa pengiriman barang bisa saja terjadi lewat skimming data dan seolah-olah barang sudah dinyatakan sampai kepada konsumen. Sehingga diperlukan kepastian siapa pihak yang bertanggung jawab atas pengalihan data dari pelaku e-commerce kepada pihak jasa logistik.

 

Meski demikian, Sularsi menekankan bahwa kejahatan yang bersumber dari bocornya data pribadi dapat dihindari oleh konsumen. Caranya dengan berhati-hati dalam memberikan data dan menerima telepon dari sumber yang tidak dikenal, apalagi terkait dengan data-data keuangan pribadi. Pada posisi ini pula, pemerintah harus memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat terkait pentingnya perlindungan data pribadi.

 

Belum lama ini pemerintah menerbitkan satu regulasi tentang mekanisme usaha e-commerce yakni PP No. 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Adapun salah satu poin yang diatur dalam beleid ini adalah mengenai perlindungan data pribadi yang tercantum di dalam pasal 58 dan pasal 59.

 

Hukumonline.com

 

Advokat yang fokus pada perlindungan konsumen, David ML Tobing, berpendapat PP PMSE sudah cukup relevan dengan perkembangan teknologi saat ini. Namun, David menilai bahwa pelanggaran data pribadi di sektor e-commerce saat ini disebabkan oleh akses data yang berlebihan dan tidak sesuai dengan kepentingan belanja online dan hal itu diatur dalam PP PMSE.

 

“Yang paling banyak pelanggaran di perlindungan data pribadi itu ada di media dengan menggunakan platform. Karena pada waktu install aplikasi kebanyakan platform itu meminta akses data yang berlebihan padahal seharusnya berdasarkan PP e-commerce cukup yang relevan saja,” katanya kepada hukumonline.

 

Kondisi ini, lanjut David, yang membuat penerbitan UU Perlindungan Data Pribadi menjadi sangat urgent. Mengingat belum disahkannya UU tersebut, maka David mengatakan bahwa pemerintah bisa mengambil tindakan dengan memperketat syarat-syarat yang terdapat di aplikasi belanja online guna meminimalisir terjadinya pelanggaran terhadap data pribadi.

Tags:

Berita Terkait