Urgensi Terhadap RUU Pengadilan Hubungan Industrial
Kolom

Urgensi Terhadap RUU Pengadilan Hubungan Industrial

Menjadi terobosan yang tepat apabila Pengadilan Hubungan Industrial diatur tersendiri dalam undang-undang.

Bacaan 5 Menit

RUU Pengadilan Hubungan Industrial

Banyaknya persoalan yang meliputi Pengadilan Hubungan Industrial, maka terdapat sejumlah alasan yang menjadi landasan bagi Pemerintah maupun DPR RI dalam merancang naskah RUU Pengadilan Hubungan Industrial. Pertama, Pengadilan Hubungan Industrial merupakan Pengadilan Khusus sehingga kedudukannya pun seharusnya terpisah dari Pengadilan Negeri agar lebih efektif dan efisien agar lokasinya wajib ada di setiap provinsi dan kabupaten meskipun tetap di bawah Mahkamah Agung.

Kedua, gugatan terkait perselisihan hubungan industrial dalam UU PPHI diajukan ke pengadilan di daerah hukumnya meliputi tempat pekerja /buruh bekerja. Sehingga layak apabila lokasi bekerja di suatu kabupaten maka idealnya harus ada Pengadilan Hubungan Industrial di kabupaten tersebut. Termasuk untuk pengajuan hukum terakhir yaitu kasasi dalam perkara perselisihan hak dan perselisihan hubungan kerja dengan harapan memudahkan para pihak yang berperkara. 

Ketiga, apabila konsep Pengadilan Hubungan Industrial dalam UU tersendiri maka pengaturan untuk kualifikasi hakim pun harus benar-benar yang memahami secara baik perkara-perkara hubungan industrial. Mulai dari hakim ketua maupun hakim ad hoc yang memeriksa dan mengawas perkara.

Keempat, bahwa konsep untuk pemisahan Pengadilan Hubungan Industrial dari Pengadilan Negeri merupakan open legal policy (kewenangan pembentuk undang-undang) sehingga upaya hukum melalui Judicial Review (JR) ke Mahkamah Konstitusi akan ditolak. Hal ini pernah terjadi dalam suatu Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014.

Dalam perkara tersebut pasal 59 angka 2 UU PPHI pernah diuji ke MK. Pasal tersebut menyatakan bahwa, “Di Kabupaten/Kota terutama yang padat industri, dengan Keputusan Presiden harus segera dibentuk Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri setempat”. Dalam rilis di situs Mahkamah Konstitusi diterangkan Pemohon seorang buruh yang mendampingi teman buruh lainnya yang saat ini sedang berproses di Mahkamah Agung dalam hal penyelesaian perselisihan pengadilan Hubungan Industrial Bandung yang secara finansial berperkara sangatlah terbatas dengan proses sangat panjang sehingga memakan waktu berbulan-bulan bahkan sampai setahun lebih.

Dalam perkara tersebut, pendapat Mahkamah Konstusi yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Aswanto, menyatakan dasar hukum pembentukan PHI adalah UU Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI) yang merupakan pengakuan di era industrialisasi bahwa perselisihan hubungan industrial menjadi lebih kompleks, sehingga memerlukan penggantian perundang-undangan yang lama dan pembentukan institusi baru serta mekanisme yang memastikan penyelesaian yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Menurut Mahkamah, mekanisme pembentukan PHI di suatu wilayah dengan melalui Keputusan Presiden dan merupakan perintah UU PPHI itu sendiri yang tidak dapat diartikan sebagai campur tangan Pemerintah terhadap PHI.

Oleh karenanya untuk membantu para pencari keadilan di masa pandemi Covid 19 ini diperlukan suatu regulasi yang harus efektif dan efisien mengingat situasi ekonomi saat ini sedang menurun bagi siapapun. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan per 27 Mei 2020, pekerja sektor formal yang dirumahkan sebanyak 1.058.284 pekerja dan pekerja sektor formal yang ter-PHK 380.221 pekerja. Sedangkan pekerja sektor informal yang terdampak 318.959 pekerja.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait