Urgensitas Revisi KUHAP, Pembaruan Hukum Pidana Formil Indonesia Merupakan Kebutuhan
Terbaru

Urgensitas Revisi KUHAP, Pembaruan Hukum Pidana Formil Indonesia Merupakan Kebutuhan

Di tengah berbagai perkembangan kondisi sistem peradilan pidana di Indonesia dan telah disahkannya KUHP baru, terdapat berbagai catatan untuk revisi KUHAP. Salah satunya, melindungi hak asasi manusia para pihak.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Para pembicara Seminar Hukum Nasional bertajuk Reformasi KUHAP: Menggagas Paradigma Baru Hukum Acara Pidana di Indonesia yang diselenggarakan LK2 FHUI, Sabtu (02/12). Foto: Istimewa
Para pembicara Seminar Hukum Nasional bertajuk Reformasi KUHAP: Menggagas Paradigma Baru Hukum Acara Pidana di Indonesia yang diselenggarakan LK2 FHUI, Sabtu (02/12). Foto: Istimewa

Usai menyelenggarakan rangkaian panjang The 10th Sciencesational Piala Prof. Erman Rajagukguk 2023, Lembaga Kajian Keilmuan Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LK2 FHUI) menghadirkan narasumber berbagai latar belakang untuk mengisi Seminar Hukum Nasional bertajuk “Reformasi KUHAP: Menggagas Paradigma Baru Hukum Acara Pidana di Indonesia”.

“Kalau kita bicara tentang draf resmi yang beredar itu merupakan draf resmi tahun 2012. Dan RUU ini telah disampaikan kepada DPR pada 11 Desember 2012,” ujar Kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI (Kemenkumham) Y. Ambeg Paramarta dalam pemaparannya di hadapan puluhan peserta yang memadati Auditorium Djokosoetono FHUI, Sabtu (2/12/2023).

Pada 2013, pembahasan RUU KUHAP mulai dibahas tetapi sampai dengan berakhirnya masa bakti DPR RI dan pemerintah 2009-2014, RUU ini tidak kunjung dapat terselesaikan pembahasannya. Meski demikian pada akhirnya, RUU KUHAP menjadi RUU inisiatif DPR RI dan masuk dalam prolegnas jangka menengah 2019-2024.

Baca juga:

Dalam RUU tersebut, terdapat 286 Pasal dan 18 Bab dengan sejumlah substansi pokok. Antara lain perihal penegasan asas legalitas; asas pidana hanya berdasarkan tata cara yang diatur UU; keseimbangan kewenangan penyidik, penuntut umum dan hakim dengan hak tersangka/terdakwa; revitalisasi hubungan antara penyidik dan penuntut umum.

Kemudian pengaturan asas oportunitas; percepatan proses penyelesaian perkara dan mengurangi over capacity Lapas dan perwujudan prinsip sederhana, cepat dan biaya ringan; pengaturan tentang hakim pemeriksa pendahuluan; kewenangan Jaksa Agung mengajukan peninjauan kembali; sampai dengan pengaturan masa transisi keberlakuan KUHAP.

“Beberapa catatan kami pasca diundangkannya KUHP Nasional melalui UU No. 1 Tahun 2023 yaitu yang pertama adalah terkait berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang mengakui adanya legalitas materiil. Jadi selama ini, di dalam KUHP lama, kita mengenal legalitas formil ialah legalitas yang berdasarkan UU, tetapi di dalam KUHP baru, kita mengenal legalitas yang didasarkan pada hukum yang hidup dalam masyarakat,” terangnya.

Tags:

Berita Terkait