Perma Mediasi 2016 Tekankan pada Iktikad Baik
Berita

Perma Mediasi 2016 Tekankan pada Iktikad Baik

Agar keberhasilan proses mediasi di pengadilan umum dan pengadian agama meningkat.

ASH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Mahkamah Agung baru saja menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung  (Perma) No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang baru dirilis saat konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat. Beleid yang diteken pada Ketua MA Hatta Ali pada 3 Februari ini merupakan revisi atau perubahan Perma No. 1 Tahun 2008 yang penerapannya dinilai belum efektif.

Ada beberapa poin penting dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 yang berbeda dengan Perma No. 1 Tahun 2008. Misalnya, jangka waktu penyelesaian mediasi lebih singkat dari 40 hari menjadi 30 hari terhitung. Kedua, kewajiban para pihak menghadiri pertemuan mediasi dengan atau tanpa kuasa hukum, kecuali ada alasan sah. Hal terpenting adanya itikad baik dan akibat hukum (sanksi) para pihak yang tidak beritikad baik dalam proses mediasi.

Anggota Kelompok Kerja (Pokja) Mediasi MA, Mohammad Noor mengungkapkan ada tiga faktor yang menyebabkan ketidakberhasilan proses mediasi yakni adanya iktikad tidak baik para pihak, peran kuasa hukum (advokat), dan penjelasan majelis pemeriksa perkara belum optimal yang mengakibatkan para pihak kurang paham proses mediasi.

“Belajar dari kelemahan itu, Perma No. 1 Tahun 2016 ini ditekankan pada itikad baik para pihak dalam rangka keberhasilan proses mediasi. Jadi, ide besar Perma itu bagaimana proses mediasi dilaksanakan dengan itikad baik,” ujar Mohammad Noor di sela-sela acara konperensi Asia Pacific Mediation Forum ke-7 di Hotel Santosa Villa & Resort, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (10/2).

Mohammad Noor melanjutkan pengaturan iktikad baik ini memang sudah ada dalam Perma No. 1 Tahun 2008, tetapi penjabarannya tidak detil. Perma No. 1 Tahun 2016 mewajibkan para pihak beritikad  baik ketika bermediasi. Jika tidak, ada akibat hukum bagi yang tidak beritikad baik atas laporan mediator berupa putusan gugatan tidak dapat diterima disertai hukuman pembayaran biaya mediasi dan biaya perkara.

“Seperti, para pihak hadir berturut-turut dalam proses mediasi atau mengajukan usulan perdamaian dan pihak lain menanggapinya, sehingga iktikad baik ini terukur secara obyektif. Model iktikad baik ini kita adopsi yang berlaku di Kanada,” kata dia.

Noor melanjutkan, yang tak kalah penting, majelis hakim pemeriksa perkara berkewajiban menjelaskan prosedur mediasi secara jelas kepada para pihak saat sidang pertama. Termasuk memberi penjelasan dokumen-dokumen persetujuan bermediasi dengan iktikad baik yang harus ditandatangani para pihak.

Perma No. 1 Tahun 2016 juga mengenal kesepakatan sebagian pihak(partial settlement) yang terlibat dalam sengketa atau kesepakatan sebagian objek sengketanya. Berbeda dengan Perma sebelumnya apabila hanya sebagian pihak yang bersepakat atau tidak hadir mediasi dianggap dead lock (gagal). Tetapi, Perma yang baru kesepakatan sebagian pihak tetap diakui, misalnya penggugat hanya sepakat sebagian para tergugat atau sebagian objek sengketanya.

Selebihnya, kata dia, substansi Perma No. 1 Tahun 2016 hampir sama dengan Perma sebelumnya. Misalnya, prosedur mediasi bersifat wajib ditempuh, jika tidak putusan batal demi hukum; mediator bisa dari kalangan hakim ataupun nonhakim yang bersertifikat. Hanya saja, pengaturan Perma Mediasi terbaru cakupannya lebih luas dari Perma sebelumnya.

Misalnya, pengecualian perkara yang bisa dimediasikan lebih luas daripada Perma sebelumnya yakni semua jenis perkara perdata, kecuali perkara Pengadilan Niaga, Pengadilan Hubungan Industrial, keberatan atas keputusan KPPU, BPSK, sengketa parpol, permohonan pembatalan putusan arbitrase, perkara gugatan sederhana, dan lain-lain (Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2016).

Tingkatkan keberhasilan mediasi
Anggota Tim Pokja Mediasi MA lain, Diah Sulastri Dewi menambahkan terbitnya Perma No. 1 Tahun 2016 ini bertujuan meningkatkan keberhasilan mediasi di pengadilan umum dan pengadian agama. Kini, setiap perkara mediasi di pengadilan diharapkan akan terdata dengan baik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi agar semua perkara yang berhasil maupun tidak berhasil dimediasi tercatat dalam administrasi perkara mediasi. Hal ini dimaksudkan agar setiap pengadilan memiliki database dalam proses mediasi.

“Nantinya, sistem data mediasi terintegrasi dengan sistem penelusuran perkara (Case Tracking System/CTS). Sebelumnya setiap perkara mediasi tidak terdata di setiap pengadilan,” ujar Diah di tempat yang sama.

Wakil Ketua PN Bale Bandung ini menjelaskan Pokja Mediasi MA yang dibentuk sejak 2013 ini telah menunjuk 9 pengadilan negeri dan 9 pengadilan agama sebagai pilot project penerapan prosedur mediasi yang baru. Selama 2015, 18 pengadilan itu cukup berhasil dalam menerapkan proses mediasi dibandingkan sebelumnya. Misalnya, di PN Depok tahun 2015 tingkat keberhasilan 25 persen dari semua perkara yang dimediasi dan Pengadilan Agama Jakarta Utara tingkat keberhasilan mediasi mencapai sekitar 70 persen.

“Mudah-mudahan setelah Perma ini di-launching hari ini, kita segera mensosialisasikan ke setiap Pengadilan Tinggi agar dapat dilaksanakan seoptimal mungkin,” harapnya.
Tags:

Berita Terkait