Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul
Bolehkah Perusahaan Mem-PHK Pekerja Wanita Karena Kurang Cantik? yang dibuat oleh
Letezia Tobing, S.H., M.Kn. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 19 September 2013.
Larangan Diskriminasi Pekerja
Pasal 5
Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan.
Pasal 6
Setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha.
Dalam Penjelasan Pasal 5 UU Ketenagakerjaan dikatakan bahwa setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan aliran politik sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang bersangkutan, termasuk perlakuan yang sama terhadap para penyandang cacat.
Senada dengan hal tersebut, Penjelasan Pasal 6 UU Ketenagakerjaan menegaskan bahwa pengusaha harus memberikan hak dan kewajiban pekerja/buruh tanpa membedakan jenis kelamin, suku, ras, agama, warna kulit, dan aliran politik.
Atas perbuatan diskriminatif tersebut, perusahaan dapat dikenakan sanksi administratif oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya.
[1]
Hukumnya Di-PHK Karena Kurang Cantik
Mengenai pemberhentian pekerja perempuan karena kurang cantik, pada dasarnya Pasal 81 angka 40 UU Cipta Kerja yang merubah Pasal 153 ayat (1) huruf i UU Ketenagakerjaan telah mengatur larangan pengusaha melakukan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) dengan alasan berbeda paham, agama, aliran politik, suku, warna kulit, golongan, jenis kelamin, kondisi fisik, atau status perkawinan.
PHK yang dilakukan karena alasan-alasan di atas batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan kembali pekerja yang bersangkutan.
[2]
Jadi, menjawab pertanyaan Anda, perbuatan ‘bos’ perusahaan tersebut tidak dapat dibenarkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Upaya Hukum
Dalam kasus ini, perselisihan yang timbul akibat pekerja yang tidak terima atas PHK yang dilakukan, baik karena PHK tersebut memang dilakukan dengan alasan kurang cantik atau masih sebatas asumsi, termasuk ke dalam perselisihan PHK, yakni perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai PHK yang dilakukan oleh salah satu pihak.
[3]
Dalam hal terjadi PHK, pengusaha semestinya memberitahukan maksud dan alasan PHK kepada pekerja atau serikat pekerja.
[4]
Bila pekerja telah diberitahu dan menolak PHK, penyelesaian PHK wajib dilakukan melalui perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja,
[5] yang harus diselesaikan maksimal 30 hari sejak tanggal dimulainya perundingan.
[6]
Jika salah satu pihak menolak berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan itu dianggap gagal dan salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
[7]
Setelah itu, dilakukan penyelesaian melalui konsiliasi.
[8] Bila konsiliasi tidak mencapai kesepakatan, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
[9]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[2] Pasal 81 angka 40 UU Cipta Kerja yang merubah Pasal 153 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[4] Pasal 81 angka 37 UU Cipta Kerja yang merubah Pasal 151 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[5] Pasal 81 angka 37 UU Cipta Kerja yang merubah Pasal 151 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
[6] Pasal 3 ayat (2) UU 2/2004
[7] Pasal 4 ayat (1) UU 2/2004
[8] Pasal 4 ayat (5) UU 2/2004