KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Cara Menagih Piutang atas Obligasi yang Tak Kunjung Dibayarkan

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Cara Menagih Piutang atas Obligasi yang Tak Kunjung Dibayarkan

Cara Menagih Piutang atas Obligasi yang Tak Kunjung Dibayarkan
Tarsisius Agusto Naur, S.H.FSP Lawyers
FSP Lawyers
Bacaan 10 Menit
Cara Menagih Piutang atas Obligasi yang Tak Kunjung Dibayarkan

PERTANYAAN

Sebagai pemegang obligasi di suatu perusahaan, hingga saat ini piutang saya tidak kunjung dibayarkan. Apa cara yang dapat saya tempuh untuk menagih utang yang sudah jatuh tempo tersebut?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Obligasi merupakan surat utang jangka menengah maupun jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, berisi janji pihak yang menerbitkan obligasi (efek) untuk membayar imbalan berupa bunga (kupon) pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada akhir waktu yang telah ditentukan, kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

    Apabila piutang atas obligasi tersebut tidak segera dibayarkan padahal sudah jatuh tempo, maka pemegang obligasi dapat menagihnya melalui wali amanat.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca melalui ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu Obligasi?

    Sebelum menjawab pokok pertanyaan Anda, terlebih dahulu perlu dipahami mengenai konsep dasar kepemilikan obligasi berdasarkan hukum positif di Indonesia.

    KLINIK TERKAIT

    Saham dan Obligasi: Dari Pengertian Hingga Perbedaannya

    Saham dan Obligasi: Dari Pengertian Hingga Perbedaannya

    Ketentuan mengenai obligasi dapat Anda temukan dalam Pasal 22 angka 1 UU P2SK yang mengubah Pasal 1 angka 5 UU Pasar Modal sebagai berikut:

    Efek adalah surat berharga atau kontrak investasi baik dalam bentuk konvensional dan digital atau bentuk lain sesuai dengan perkembangan teknologi yang memberikan hak kepada pemiliknya untuk secara langsung maupun tidak langsung memperoleh manfaat ekonomis dari penerbit atau dari pihak tertentu berdasarkan perjanjian dan setiap Derivatif atas Efek, yang dapat dialihkan dan/atau diperdagangkan di Pasar Modal.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Lebih lanjut, dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (4) UU Pasar Modal dicantumkan bahwa salah satu efek yang bersifat utang jangka panjang adalah obligasi.

    Kemudian Pasal 1 angka 3 POJK 20/2020 memberikan definisi efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

    Lantas, apa yang dimaksud dengan obligasi? Menurut KBBI, obligasi adalah surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat diperjualbelikan; surat utang berjangka (waktu) lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu, dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.

    Dengan demikian, secara sederhana, obligasi sebagai efek adalah surat utang jangka menengah maupun jangka panjang yang dapat diperjualbelikan, berisi janji pihak yang menerbitkan efek untuk membayar imbalan berupa bunga (kupon) pada periode tertentu dan melunasi pokok utang pada akhir waktu yang telah ditentukan, kepada pihak pembeli obligasi tersebut.

    Obligasi dapat diterbitkan oleh negara maupun korporasi dan diperdagangkan kepada masyarakat menurut tata cara yang diatur dalam UU Pasar Modal dan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

    Cara Menagih Piutang atas Obligasi

    Untuk dapat mengurus dan mewakili pemegang obligasi, maka dibentuklah suatu lembaga perwaliamanatan. Wali amanat adalah pihak yang mewakili kepentingan pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk.[1]

    Menurut Pasal 50 ayat (1) UU Pasar Modal dijelaskan bahwa yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha sebagai wali amanat adalah bank umum dan pihak lain yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

    Dengan demikian, dapat kami sampaikan bahwa wali amanat merupakan kuasa Anda sebagai pemegang obligasi untuk mengurus segala sesuatu terkait efek berupa surat utang tersebut.

    Dasar hukum penguasaan wali amanat tersebut diatur dalam Penjelasan Pasal 51 ayat (2) UU Pasar Modal sebagai berikut:

    Dalam hal ini, Wali Amanat diberi kuasa berdasarkan Undang-Undang ini untuk mewakili pemegang efek bersifat utang dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan pemegang Efek bersifat utang tersebut, termasuk melakukan penuntutan hak-hak pemegang Efek bersifat utang, baik di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari pemegang Efek bersifat utang dimaksud.

    Sebagai kuasa, wali amanat akan mewakili pemegang obligasi dalam berhubungan dengan penerbit obligasi atau biasa disebut emiten, dengan mengacu pada perjanjian perwaliamanatan.

    Adapun, yang dimaksud dengan perjanjian perwaliamanatan atau kontrak perwaliamanatan adalah perjanjian antara emiten dan wali amanat dalam rangka penerbitan efek bersifat utang dan/atau sukuk.[2]

    Menurut Pasal 6 ayat (1) POJK 20/2020, tugas, fungsi, dan kewajiban wali amanat wajib dilaksanakan sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam kontrak perwaliamanatan, yang paling sedikit:

    1. memantau perkembangan pengelolaan kegiatan emiten berdasarkan data dan/atau informasi yang diperoleh baik langsung maupun tidak langsung;
    2. mengawasi dan memantau pelaksanaan kewajiban emiten berdasarkan kontrak perwaliamanatan dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan kontrak perwaliamanatan;
    3. melaksanakan hasil keputusan rapat umum pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk sesuai dengan tanggung jawabnya;
    4. mengawasi, melakukan inspeksi, dan mengadministrasikan harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk, jika terdapat harta yang menjadi jaminan bagi pembayaran kewajiban kepada pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk;
    5. memantau pembayaran yang dilakukan oleh emiten atau agen pembayaran kepada pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk;
    6. mengambil tindakan yang diperlukan apabila terjadi perubahan hasil pemeringkatan efek;
    7. mengambil tindakan yang diperlukan apabila terjadi perubahan nilai atas jaminan, jika terdapat perubahan nilai atas jaminan; dan
    8. mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan dalam kontrak perwaliamanatan.

    Selain itu, wewenang wali amanat adalah memegang kuasa untuk mewakili pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk dalam melakukan tindakan hukum yang berkaitan dengan kepentingan pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk, termasuk melakukan penuntutan hak pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk apabila terdapat utang yang belum dibayarkan, sepanjang sesuai dengan ketentuan yang disepakati dalam kontrak perwaliamanatan.[3]

    Wali amanat berwenang mewaliki pemegang efek (obligasi), baik di dalam maupun di luar pengadilan tanpa memerlukan surat kuasa khusus dari pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk dimaksud.[4]

    Selanjutnya, terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kontrak perwaliamanatan yaitu meliputi:

    1. Kontrak perwaliamanatan wajib memuat ketentuan mengenai kondisi yang dapat menyebabkan emiten (penerbit obligasi) dinyatakan lalai atau default apabila emiten tidak melaksanakan atau tidak menaati ketentuan dalam perjanjian perwaliamanatan, antara lain kewajiban pembayaran jumlah pokok atau nilai pokok dan/atau bunga, bagi hasil, margin, atau imbal jasa efek bersifat utang dan/atau sukuk pada saat jatuh tempo;[5]
    2. Keadaan lalai atau default dari penerbit obligasi;[6]
    3. Kontrak perwaliamanatan wajib memuat ketentuan mengenai rapat umum pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk yang antara lain diadakan untuk tujuan menyampaikan pemberitahuan kepada emiten dan/atau wali amanat, memberikan pengarahan kepada wali amanat, dan/atau menyetujui suatu kelonggaran waktu atas suatu kelalaian berdasarkan kontrak perwaliamanatan serta akibatnya, atau untuk mengambil tindakan lain sehubungan dengan kelalaian.[7]

    Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut di atas, maka penagihan atau tuntutan piutang atas keterlambatan pembayaran obligasi hanya dapat dilakukan melalui wali amanat dan tidak dapat dilakukan langsung kepada perusahaan penerbit obligasi (emiten).

    Dengan demikian, hal yang dapat Anda lakukan apabila piutang atas obligasi belum dibayarkan dan/atau diduga akan macet atau akan gagal bayar, segeralah meminta laporan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab wali amanat selaku kuasa pemegang efek Anda. Ajukan permintaan kepada wali amanat untuk melakukan tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan kontrak perwaliamanatan.

    Anda juga perlu menyatakan sikap, keinginan, serta keputusan Anda terkait dengan keadaan lalai perusahaan penerbit obligasi tersebut dalam rapat umum pemegang efek (obligasi).

    Apabila wali amanat lalai dalam melaksanakan tugasnya, maka wali amanat wajib bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada Anda selaku pemegang efek bersifat utang dan/atau sukuk atas kerugian karena kelalaian tersebut.[8]

    Dalam hal ini, Anda dapat mengajukan gugatan perdata untuk mendapatkan ganti rugi dari wali amanat atas kelalaian menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi Anda selaku pemegang obligasi.  

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
    2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan;
    3. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2020 Tahun 2020 Tentang Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk.

    Referensi:

    Obligasi, yang diakses pada hari Rabu, 28 Februari 2024 pukul 11.45 WIB.


    [1] Pasal 22 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan yang mengubah Pasal 1 angka 29 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

    [2] Pasal 1 angka 6 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.04/2020 Tahun 2020 tentang Kontrak Perwaliamanatan Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk (“POJK 20/2020”)

    [3] Pasal 9 ayat (1) huruf b POJK 20/2020

    [4] Pasal 9 ayat (1) huruf b POJK 20/2020

    [5] Pasal 24 ayat (1) huruf a POJK 20/ /2020.

    [6] Pasal 7 huruf q POJK 20/ /2020.

    [7] Pasal 22 huruf a angka 2 POJK 20/2020

    [8] Pasal 6 ayat (2) POJK 20/2020

    Tags

    obligasi
    efek

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!