Saya berusia 17 tahun dan masih berstatus siswa di salah satu SMA di Semarang. Saya mendapat diskriminasi dari sebagian guru berupa pembatasan interaksi dengan orang lain dan saya dikeluarkan dari projek dokumentasi sekolah tanpa alasan yang jelas. Saya punya bukti-bukti jika dibutuhkan. Apakah kasus saya ini dapat ditangani secara hukum? Sebab saya merasa jadi trauma untuk ke sekolah lagi. Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pendidikan di Indonesia diselenggarakan atas prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Jadi, perbuatan diskriminasi guru terhadap siswa adalah dilarang, dan setiap anak diberi perlindungan dari perlakuan diskriminasi. Langkah hukum apa yang dapat anak lakukan jika mengalami diskriminasi?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Jerat Hukum Guru yang Mendiskriminasi Murid yang dibuat olehSaufa Ata Taqiyya, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin, 21 September 2020.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Menjawab pertanyaan tentang diskriminasi guru terhadap siswa, kami sampaikan bahwa pada dasarnya, perbuatan diskriminasi guru terhadap siswa adalah dilarang.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Larangan diskriminasi guru terhadap siswa ini temuat dalam peraturan perundang-undangan. Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU 20/2003 menerangkan bahwa pendidikan di Indonesia diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban, salah satunya, untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis.[1]
Selain itu, ketentuan Pasal 20 huruf c UU 14/2005 menegaskan bahwa guru berkewajiban untuk bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran.
Perlindungan Hak Anak
Dalam Pasal 1 angka 1 UU 35/2014, anak didefinisikan sebagai seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Karena masih berusia 17 tahun, Anda masih dikategorikan sebagai anak yang hak-haknya dilindungi oleh UU 23/2002 dan perubahannya.
Adapun hak anak sebagaimana diatur Pasal 4 UU 23/2002 adalah hak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Lebih lanjut, Pasal 76A huruf a UU 35/2014 melarang setiap orang memperlakukan anak secara diskriminatif yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya.
Perlakuan diskriminasi, misalnya, perlakuan yang membeda-bedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.[2]
Dapat disimpulkan, apabila perlakuan guru-guru Anda disebabkan karena alasan-alasan di atas, maka hal tersebut dapat disebut sebagai bentuk diskriminasi yang dilarang dalam UU 23/2002 dan perubahannya. Dengan demikian, perbuatan diskriminasi guru terhadap siswa berpotensi melanggar ketentuan UU 20/2003, UU 14/2005, dan UU 23/2002 dan perubahannya.
Langkah Hukum
Anda dapat melaporkan hal ini kepada kepala sekolah, yayasan yang menaungi sekolah Anda (jika sekolah swasta), dan/atau dinas pendidikan setempat.
Namun kami menyarankan permasalahan ini diselesaikan terlebih dahulu secara kekeluargaan dengan pendampingan oleh orang tua atau wali Anda.
Di sisi lain, patut diperhatikan pula bahwa berdasarkan Pasal 77 ayat (1) dan (2) UU 14/2005, guru yang diangkat oleh pemerintah atau pemerintah daerah yang tidak menjalankan kewajibannya dikenai sanksi berupa:
teguran;
peringatan tertulis;
penundaan pemberian hak guru;
penurunan pangkat;
pemberhentian dengan hormat; atau
pemberhentian tidak dengan hormat.
Sanksi Hukum
Kemudian, jika guru tersebut berstatus ikatan dinas dan melanggar ketentuan perjanjian kerja, guru akan diberi sanksi sesuai dengan perjanjian ikatan dinas.[3]
Namun, apabila guru tersebut diangkat oleh penyelenggara pendidikan atau satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, guru akan dikenai sanksi sesuai dengan perjanjian kerja atau kesepakatan kerja bersama jika melanggar kewajibannya dalam Pasal 20 UU 14/2005 di atas.[4]
Selain itu, khusus untuk pelanggaran terhadap Pasal 76A UU 35/2014, pelakunya diancam dengan pidana sesuai Pasal 77 UU 35/2014, yaitu dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.
Kembali ke pernyataan Anda mengalami trauma, hal tersebut dapat dikatakan sebagai kerugian moril sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 76A UU 35/2014, dan oleh karenanya, para pelaku dapat dilaporkan atas dugaan pelanggaran Pasal 76A UU 35/2014.
Di samping itu, Anda dapat mengajukan gugatan terhadap oknum guru yang melakukan tindakan diskriminasi atas dasar perbuatan melawan hukum berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata yang menyatakan bahwatiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.
Demikian jawaban dari kami terkait diskriminasi terhadap siswa sebagaimana ditanyakan, semoga bermanfaat.