Perusahaan kami menerapkan sistem pengupahan bulanan, namunjika dilihat berdasarkan jumlah hari kerja secara satu tahun, untuk tahun ini jumlahnya lebih sedikit 5 hari dibanding tahun lalu dan hal tersebut tidak mempengaruhi upah bulanan yang diterima. Dengan mempertimbangkan jumlah hari kerja di setiap bulannya yang bervariasi dan upah yang ditetapkan di setiap bulannya sama, maka pertanyaan kami adalah sebagai berikut:
Dasar hukum untuk kondisi tersebut itu apa?
Dasar hukum mengapa perusahaan secara common practice menggunakan sistem pengupahan bulanan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Sistem pengupahan menurut PP Pengupahan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil. Upah bulanan adalah salah satu jenis upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu, di samping upah per jam dan upah harian.
Untuk menetapkan upah bulanan pekerja, ditentukan berdasarkan pada komponen yang tidak diatur secara tunggal dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Lantas, haruskah nominal upah bulanan yang diterima pekerja selalu sama, meskipun jumlah hari setiap bulannya berbeda-beda? Dan mengapa perusahaan dalam praktiknya cenderung menggunakan sistem upah bulanan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pengupahan menurut PP Pengupahan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil.[1]
Upah bulanan adalah salah satu jenis upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu, di samping upah per jam dan upah harian.[2] Khusus untuk penetapan upah per jam, hanya berlaku untuk pekerja/buruh yang bekerja secara paruh waktu.[3]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Baik upah per jam maupun upah harian, formula penghitungannya didasarkan pada upah sebulan. Misalnya, penghitungan upah per jam adalah upah sebulan dibagi 126.[4] Sementara, upah harian dihitung berdasarkan upah sebulan dibagi 25 untuk sistem kerja 6 hari dalam seminggu, dan upah sebulan dibagi 21 untuk sistem kerja 5 hari dalam seminggu.[5]
Adapun, pembayaran upah tersebut bisa secara harian, mingguan, atau bulanan dengan catatan jangka waktu pembayaran upah tersebut tidak boleh lebih dari 1 bulan.[6]
Dalam konteks pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa perusahaan Anda menetapkan upah bulanan berdasarkan satuan waktu dan dibayarkan per bulan.
Haruskah Nominal Upah Bulanan Selalu Konstan?
Berkaitan dengan pertanyaan Anda, mengenai dasar hukum nominal upah bulanan yang konstan meskipun jumlah hari dalam sebulan bervariasi, sepanjang penelusuran kami, hal tersebut tidak diatur secara tegas dalam Perppu Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan, maupun PP Pengupahan yang menjadi dasar penetapan upah.
Perlu diketahui bahwa pembayaran upah juga ditentukan berdasarkan komponen upah yang dapat terdiri dari:[7]
upah tanpa tunjangan;
upah pokok dan tunjangan tetap;
upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap; atau
upah pokok dan tunjangan tidak tetap.
Komponen upah tersebut ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[8]
Berdasarkan hal tersebut, menurut hemat kami, perusahaan dapat saja memberikan upah bulanan kepada pekerja dengan nominal yang berbeda setiap bulannya tergantung pada komponen upah yang diterapkan oleh perusahaan. Hal ini juga karena komponen upah tidak diatur secara tunggal dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Contoh, perusahaan menetapkan upah bulanan dengan komponen upah pokok dan tunjangan tidak tetap. Upah pokok sebesar Rp5 juta dan tunjangan tidak tetap berupa tunjangan uang makan yang disesuaikan dengan jumlah hari kerja. Artinya, upah per bulan yang diterima oleh pekerja setiap bulannya dapat saja tidak selalu sama, sebab perhitungan tunjangan uang makan diterima sesuai dengan jumlah hari kerja per bulan.
Mengapa Perusahaan Cenderung Menggunakan Sistem Upah Bulanan?
Menjawab pertanyaan Anda yang kedua, menurut hemat kami, secara hukum mengapa dalam perusahaan cenderung menggunakan sistem upah bulanan, adalah karena upah per bulan dijadikan dasar untuk menetapkan upah lembur, pesangon, tunjangan hari raya keagamaan, dan sebagainya.
Dalam hal penetapan upah kerja lembur, perhitungan upahnya didasarkan pada upah bulanan.[9] Jika dilihat dalam ketentuan upah kerja lembur dalam PP 35/2021 upah kerja lembur ditetapkan dengan hitungan jam. Misalnya, upah kerja lembur pertama adalah 1,5 kali upah sejam.[10] Adapun, cara menentukan upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.[11] Hal ini diatur di dalam Pasal 32 PP 35/2021.
Selain itu, penetapan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, juga didasarkan pada upah bulanan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 81 angka 48 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa komponen upah sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan UPMK terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika upah dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka upah sebulan sama dengan 30 dikalikan upah sehari. Jika dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, maka upah sebulan sama dengan penghasilan rata-rata dalam 12 bulan terakhir.[12]
Dengan demikian, dasar perhitungan uang pesangon dan UPMK adalah upah sebulan. Dalam hal perusahaan menetapkan sistem upah bulanan, maka perhitungan uang pesangon dan UPMK menggunakan dasar hitungan jumlah upah sebulan, yaitu upah pokok dan tunjangan tetap.
Kemudian untuk perhitungan tunjangan hari raya keagamaan (“THR”) yang wajib diberikan kepada pekerja juga didasarkan pada upah per bulan. Dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2) Permenaker 6/2016 diterangkan bahwa besaran THR ditetapkan sebesar 1 bulan upah bagi pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih. Jika masa kerja kurang dari itu, maka dihitung secara proporsional yaitu masa kerja/12 x 1 bulan upah.
Lebih lanjut, upah 1 bulan tersebut terdiri atas komponen upah tanpa tunjangan (clean wages) atau upah pokok termasuk tunjangan tetap.[13]
Begitu pula dalam perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”) apabila pelaksanaannya telah berakhir maka pengusaha wajib memberikan uang kompensasi.[14] Perhitungan uang kompensasi juga didasarkan pada upah bulanan. Hal ini diatur di dalam Pasal 16 PP 35/2021 yang perhitungannya dapat Anda baca dalam Karyawan Kontrak Resign, Berhak Dapat Uang Kompensasi?
Berdasarkan uraian di atas, dapat kami sampaikan bahwa mengapa dalam praktik perusahaan cenderung menggunakan sistem upah bulanan, adalah karena secara hukum, penetapan pendapatan lainnya seperti upah lembur, THR, termasuk uang pesangon, didasarkan pada upah per bulan.
Namun demikian, memang tidak ada aturan yang secara tegas menyatakan bahwa nominal upah per bulan harus sama ataupun perusahaan harus menggunakan sistem upah bulanan. Hal tersebut tergantung pada komponen upah yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan yang pelaksanaannya berdasarkan pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau peraturan kerja bersama.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.