KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Haruskah Nominal Upah Bulanan Selalu Konstan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Haruskah Nominal Upah Bulanan Selalu Konstan?

Haruskah Nominal Upah Bulanan Selalu Konstan?
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Haruskah Nominal Upah Bulanan Selalu Konstan?

PERTANYAAN

Perusahaan kami menerapkan sistem pengupahan bulanan, namun jika dilihat berdasarkan jumlah hari kerja secara satu tahun, untuk tahun ini jumlahnya lebih sedikit 5 hari dibanding tahun lalu dan hal tersebut tidak mempengaruhi upah bulanan yang diterima. Dengan mempertimbangkan jumlah hari kerja di setiap bulannya yang bervariasi dan upah yang ditetapkan di setiap bulannya sama, maka pertanyaan kami adalah sebagai berikut:

  1. Dasar hukum untuk kondisi tersebut itu apa?
  2. Dasar hukum mengapa perusahaan secara common practice menggunakan sistem pengupahan bulanan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Sistem pengupahan menurut PP Pengupahan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil. Upah bulanan adalah salah satu jenis upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu, di samping upah per jam dan upah harian.

    Untuk menetapkan upah bulanan pekerja, ditentukan berdasarkan pada komponen yang tidak diatur secara tunggal dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Lantas, haruskah nominal upah bulanan yang diterima pekerja selalu sama, meskipun jumlah hari setiap bulannya berbeda-beda? Dan mengapa perusahaan dalam praktiknya cenderung menggunakan sistem upah bulanan?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    KLINIK TERKAIT

    Upah di Bawah Standar Minimum, Ini Langkah Hukumnya

    Upah di Bawah Standar Minimum, Ini Langkah Hukumnya

     

    Dasar Penetapan Upah

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pengupahan menurut PP Pengupahan ditetapkan berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil.[1]

    Upah bulanan adalah salah satu jenis upah yang ditetapkan berdasarkan satuan waktu, di samping upah per jam dan upah harian.[2] Khusus untuk penetapan upah per jam, hanya berlaku untuk pekerja/buruh yang bekerja secara paruh waktu.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Baik upah per jam maupun upah harian, formula penghitungannya didasarkan pada upah sebulan. Misalnya, penghitungan upah per jam adalah upah sebulan dibagi 126.[4] Sementara, upah harian dihitung berdasarkan upah sebulan dibagi 25 untuk sistem kerja 6 hari dalam seminggu, dan upah sebulan dibagi 21 untuk sistem kerja 5 hari dalam seminggu.[5]

    Adapun, pembayaran upah tersebut bisa secara harian, mingguan, atau bulanan dengan catatan jangka waktu pembayaran upah tersebut tidak boleh lebih dari 1 bulan.[6]

    Selengkapnya mengenai formula penetapan upah, dapat Anda baca dalam 2 Macam Sistem Upah di Indonesia dan Formula Penghitungannya.

    Dalam konteks pertanyaan Anda, kami asumsikan bahwa perusahaan Anda menetapkan upah bulanan berdasarkan satuan waktu dan dibayarkan per bulan.

     

    Haruskah Nominal Upah Bulanan Selalu Konstan?

    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, mengenai dasar hukum nominal upah bulanan yang konstan meskipun jumlah hari dalam sebulan bervariasi, sepanjang penelusuran kami, hal tersebut tidak diatur secara tegas dalam Perppu Cipta Kerja, UU Ketenagakerjaan, maupun PP Pengupahan yang menjadi dasar penetapan upah.

    Perlu diketahui bahwa pembayaran upah juga ditentukan berdasarkan komponen upah yang dapat terdiri dari:[7]

    1. upah tanpa tunjangan;
    2. upah pokok dan tunjangan tetap;
    3. upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap; atau
    4. upah pokok dan tunjangan tidak tetap.

    Komponen upah tersebut ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[8]

    Berdasarkan hal tersebut, menurut hemat kami, perusahaan dapat saja memberikan upah bulanan kepada pekerja dengan nominal yang berbeda setiap bulannya tergantung pada komponen upah yang diterapkan oleh perusahaan. Hal ini juga karena komponen upah tidak diatur secara tunggal dan dilaksanakan sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

    Contoh, perusahaan menetapkan upah bulanan dengan komponen upah pokok dan tunjangan tidak tetap. Upah pokok sebesar Rp5 juta dan tunjangan tidak tetap berupa tunjangan uang makan yang disesuaikan dengan jumlah hari kerja. Artinya, upah per bulan yang diterima oleh pekerja setiap bulannya dapat saja tidak selalu sama, sebab perhitungan tunjangan uang makan diterima sesuai dengan jumlah hari kerja per bulan.

     

    Mengapa Perusahaan Cenderung Menggunakan Sistem Upah Bulanan?

    Menjawab pertanyaan Anda yang kedua, menurut hemat kami, secara hukum mengapa dalam perusahaan cenderung menggunakan sistem upah bulanan, adalah karena upah per bulan dijadikan dasar untuk menetapkan upah lembur, pesangon, tunjangan hari raya keagamaan, dan sebagainya.

    Dalam hal penetapan upah kerja lembur, perhitungan upahnya didasarkan pada upah bulanan.[9] Jika dilihat dalam ketentuan upah kerja lembur dalam PP 35/2021 upah kerja lembur ditetapkan dengan hitungan jam. Misalnya, upah kerja lembur pertama adalah 1,5 kali upah sejam.[10] Adapun, cara menentukan upah sejam adalah 1/173 kali upah sebulan.[11] Hal ini diatur di dalam Pasal 32 PP 35/2021.

    Baca juga: Bingung Hitung Upah Lembur? Ini Rumusnya

    Selain itu, penetapan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja (“UPMK”) ketika terjadi pemutusan hubungan kerja, juga didasarkan pada upah bulanan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 81 angka 48 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (1) UU Ketenagakerjaan. Di dalam pasal tersebut ditentukan bahwa komponen upah sebagai dasar perhitungan uang pesangon dan UPMK terdiri atas upah pokok dan tunjangan tetap yang diberikan kepada pekerja/buruh dan keluarganya.

    Lebih lanjut dijelaskan bahwa jika upah dibayarkan atas dasar perhitungan harian, maka upah sebulan sama dengan 30 dikalikan upah sehari. Jika dibayarkan atas dasar perhitungan satuan hasil, maka upah sebulan sama dengan penghasilan rata-rata dalam 12 bulan terakhir.[12]

    Dengan demikian, dasar perhitungan uang pesangon dan UPMK adalah upah sebulan. Dalam hal perusahaan menetapkan sistem upah bulanan, maka perhitungan uang pesangon dan UPMK menggunakan dasar hitungan jumlah upah sebulan, yaitu upah pokok dan tunjangan tetap.

    Baca juga: Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    Kemudian untuk perhitungan tunjangan hari raya keagamaan (“THR”) yang wajib diberikan kepada pekerja juga didasarkan pada upah per bulan. Dalam Pasal 3 ayat (1) dan (2)  Permenaker 6/2016 diterangkan bahwa besaran THR ditetapkan sebesar 1 bulan upah bagi pekerja dengan masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih. Jika masa kerja kurang dari itu, maka dihitung secara proporsional yaitu masa kerja/12 x 1 bulan upah.

    Lebih lanjut, upah 1 bulan tersebut terdiri atas komponen upah tanpa tunjangan (clean wages) atau upah pokok termasuk tunjangan tetap.[13]

    Baca juga: Begini Aturan Perhitungan THR bagi Karyawan

    Begitu pula dalam perjanjian kerja waktu tertentu (“PKWT”) apabila pelaksanaannya telah berakhir maka pengusaha wajib memberikan uang kompensasi.[14] Perhitungan uang kompensasi juga didasarkan pada upah bulanan. Hal ini diatur di dalam Pasal 16 PP 35/2021 yang perhitungannya dapat Anda baca dalam Karyawan Kontrak Resign, Berhak Dapat Uang Kompensasi?  

    Berdasarkan uraian di atas, dapat kami sampaikan bahwa mengapa dalam praktik perusahaan cenderung menggunakan sistem upah bulanan, adalah karena secara hukum, penetapan pendapatan lainnya seperti upah lembur, THR, termasuk uang pesangon, didasarkan pada upah per bulan.

    Namun demikian, memang tidak ada aturan yang secara tegas menyatakan bahwa nominal upah per bulan harus sama ataupun perusahaan harus menggunakan sistem upah bulanan. Hal tersebut tergantung pada komponen upah yang diterapkan oleh masing-masing perusahaan yang pelaksanaannya berdasarkan pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau peraturan kerja bersama.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan;
    5. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.

    [1] Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”)

    [2] Pasal 15 PP Pengupahan

    [3] Pasal 16 ayat (1) PP Pengupahan

    [4] Pasal 16 ayat (4) PP Pengupahan

    [5] Pasal 17 PP Pengupahan

    [6] Pasal 55 ayat (3) dan (4) PP Pengupahan

    [7] Pasal 7 ayat (1) PP Pengupahan

    [8] Pasal 7 ayat (4) PP Pengupahan

    [9] Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja (“PP 35/2021”)

    [10] Pasal 31 ayat (1) huruf a PP 35/2021

    [11] Pasal 32 ayat (2) PP 35/2021

    [12] Pasal 81 angka 48 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 157 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

    [13] Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan

    [14] Pasal 15 ayat (1) dan (2) PP 35/2021

    Tags

    struktur dan skala upah
    gaji

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!