Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ciri-Ciri dan Perbedaan Skema Piramida dan Skema Ponzi
Skema piramida adalah sistem kegiatan usaha yang memperoleh keuntungan bukan dari hasil kegiatan penjualan barang, melainkan dengan memanfaatkan peluang keikutsertaan mitra usaha, terutama dari biaya partisipasi orang lain yang akan bergabung atau yang telah bergabung sebagaimana diterangkan dalam Penjelasan Pasal 9 UU 7/2014.
Dikutip dari artikel Pyramid Schemes yang kami akses dari laman Federal Trade Commission Amerika Serikat, biasanya, kegiatan usaha yang menggunakan sistem skema piramida menggunakan barang yang diperdagangkan sebagai sebuah kamuflase untuk menarik minat peserta, namun nilai jual barang tersebut tidak diutamakan.
Dalam skema piramida, para anggota akan rugi jika tidak merekrut anggota baru lagi, karena fokus kegiatan usahanya adalah merekrut anggota baru dengan iming-iming bonus dan/atau komisi, namun nilainya tidak sebanding dengan nilai produk yang diperoleh.
Masih dari artikel yang sama, skema piramida erat kaitannya dengan skema ponzi namun skema ponzi tidak diatur oleh hukum Indonesia, sehingga tidak ada secara eksplisit dalam UU 7/2014.
Skema ponzi dan skema piramida memiliki kesamaan, yakni sama-sama mengumpulkan uang masyarakat melalui rekrutmen anggota baru secara berkelanjutan.
Perbedaannya adalah, dalam skema ponzi, promotor awalnya tidak memiliki produk sebagai sebuah kamuflase untuk menarik minat peserta, sehingga peserta hanya diminta untuk berinvestasi, namun memperoleh keuntungan dari investasi tersebut dan investor yang merekrut anggota baru pun tidak diberikan komisi.
Dalam skema ponzi, peserta akan diminta untuk terus menerus meningkatkan nilai investasi agar keuntungan yang diperoleh semakin meningkat, sehingga apabila tidak ada peserta baru atau tidak ada peserta yang menambah nilai investasi, maka keuntungan yang diperoleh para peserta akan macet, karena prinsip yang diterapkan adalah prinsip “gali lubang tutup lubang.”
Oleh sebab itu, karena dianggap merugikan, skema ponzi dan skema piramida merupakan kegiatan usaha yang dilarang sebagaimana diatur dalam UU 7/2014.
Undang-Undang Terkait Skema Piramida dan Skema Ponzi
Banyaknya praktik investasi ilegal di tengah masyarakat menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Berikut hal-hal yang harus dipahami oleh masyarakat terkait jerat pidana bagi investasi skema piramida dan skema ponzi:
Aspek Hukum Pidana Skema Piramida
Larangan melakukan kegiatan usaha dalam bentuk skema piramida diatur dalam Pasal 9 UU 7/2014 yang menyebutkan bahwa pelaku usaha distribusi dilarang menerapkan sistem skema piramida dalam mendistribusikan barang.
Bagi yang menerapkan skema piramida dalam distribusi barang, dapat diancam pidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp10 miliar.[1]
Sedangkan dalam Pasal 31 Permendag 70/2019, perusahaan yang menerapkan skema piramida hanya dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis hingga pencabutan surat izin usaha perdagangan.
Aspek Hukum Pidana Skema Ponzi
Pada saat ini, menurut hemat kami, jerat pidana pada skema ponzi belum diatur secara khusus, namun pelaku skema ponzi dapat dijerat dengan peraturan perundang-undangan sektoral.
Selain itu, kegiatan skema ponzi atau investasi bodong lain seringnya tidak memiliki izin OJK, sehingga dapat dijerat dengan pidana penjara dan denda bagi setiap pihak yang melakukan kegiatan pasar modal tanpa izin OJK berdasarkan Pasal 103 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (“UU 8/1995”).
Masyarakat dapat melaporkan adanya dugaan investasi ilegal kepada Sekretariat Satgas Waspada Investasi OJK melalui email [email protected] atau layanan konsumen OJK di 157 sebagaimana diterangkan dalam Laporkan Dugaan Investasi Ilegal di laman OJK.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi: