Mana yang lebih menguntungkan perusahaan minyak dan gas bumi saat akan eksplorasi dan eksploitasi di Indonesia, skema product sharing contract atau gross split? Adakah bentuk kontrak lain selain dua kontrak tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Kontrak kerja sama dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dapat berupa kontrak bagi hasil (product sharing contract atau cost recovery). Kemudian dikenal pula skema gross split yang dipandang lebih menguntungkan karena sudah tidak menggunakan mekanisme First Tranche Petroleum (FTP) dan lebih efisien.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lebih jauh lagi Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan:
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Sebagai amanat di atas, terbitlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (“UU 22/2001”) yang dalam bagian menimbang menyebutkan pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.[1]
Sebagai sumber daya alam strategis tidak terbarukan, perubahan peraturan tentang pertambangan minyak dan gas bumi diharapkan dapat menciptakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan pelestarian lingkungan, dan mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional serta memberikan landasan hukum bagi langkah-langkah pembaruan dan penataan atas penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi.[2]
Sebagai gambaran, kegiatan hulu minyak dan gas bumi terdiri dari dua jenis kegiatan:
Eksplorasi
Kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas bumi di wilayah kerja yang ditentukan.[3]
Eksploitasi
Rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi dari wilayah kerja yang ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur, pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi di lapangan serta kegiatan lain yang mendukungnya.[4]
Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang selanjutnya disebut Kontraktor adalah badan usaha atau bentuk usaha tetap yang melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi pada suatu wilayah kerja berdasarkan kontrak kerja sama dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Cost Recovery
Sedangkan menyambung pertanyaan Anda, Kontrak Kerja Sama berdasarkan Pasal 1 angka 19 UU 22/2001:
Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Jenis kontrak bagi hasil (product sharing contract atau cost recovery) berdasarkan konstruksi pekerjaannya dapat dianalogikan bahwa terdapat kontrak kerja antara negara sebagai pemegang sumber daya alam dengan pihak kontraktor sebagai investor.
Pihak kontraktor dalam melaksanakan kegiatan memperoleh imbalan hasil produksi dari lapangan minyak dan gas yang masih belum pasti atau tidak dapat diukur hasilnya, dan apabila menghasilkan akan terjadi pembagian pendapatan yang diterima oleh si pelaksana dengan negara berdasarkan asas konsesualisme dalam perjanjian.
Sebelum skema gross split sebagaimana Anda sebutkan dibentuk, ada dua bentuk kontrak antara lain:
Kontrak Bagi Hasil adalah suatu bentuk kontrak kerja sama dalam kegiatan usaha hulu (eksplorasi dan eksploitasi) berdasarkan prinsip pembagian hasil produksi.[5]
Konrak Jasa adalah suatu bentuk kontrak kerja sama untuk pelaksanaan eksploitasi minyak dan gas bumi berdasarkan prinsip pemberian imbalan jasa atas produksi yang dihasilkan.[6]
Nugroho Eko Priamoko dalam buku Kontrak Bagi Hasil Migas Aspek Hukum dan Posisi Berimbang Para Pihak (hal. 58) menerangkan Kontrak Bagi Hasil tersebut dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang merupakan implementasi dari filosofis pengusaha minyak dan gas bumi.
Adapun prinsip-prinsip kontrak bagi hasil adalah:
Sistem pembagian berdasarkan hasil produksi;
Kewenangan manajemen ada pada Pertamina;
Semua peralatan, sarana dan fasilitas yang dibeli dan dibangun untuk operasi menjadi milik Pertamina;
Pembagian produk sampingan berbeda dengan pembagian produksi utama;
Pertamina memegang kewenangan menentukan pengembalian biaya operasi;
Kepemilikan atas mineral tetap di tangan Negara hingga titik penyerahan.
Pertamina di sini adalah perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi negara yang dibentuk berdasarkan UU 22/2001.[7]
Gross Split
Menyambung pertanyaan Anda, sejatinya UU 22/2001 membuka pintu bagi bentuk kontrak lain selain sistem production sharing contract atau cost recovery. Mengingat, frasa “Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kerja sama lain” memberi peluang bentuk skema baru dalam pengelolaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dengan tetap memperhatikan prinsip yang lebih menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.
Skema gross split dipandang lebih menguntungkan karena sudah tidak menggunakan mekanisme First Tranche Petroleum (“FTP”), merupakan sejumlah tertentu minyak mentah dan/atau gas bumi yang diproduksi dari suatu wilayah kerja dalam satu tahun kalender, sebelum dikurangi pengembalian biaya operasi dan penanganan produksi (own use).[8]
Dengan model gross split ini, produksi yang diukur setelah keluar dari titik penyerahan (custody transfer) akan langsung dihitung pembagian untuk pemerintah dan kontraktor, tanpa dikurangi dengan biaya-biaya operasi kegiatan hulu migas yang telah dikeluarkan oleh kontraktor seperti halnya dalam production sharing contract atau cost recovery. Biaya-biaya yang telah dikeluarkan kontraktor menjadi beban dan tanggung jawabnya sendiri.
Sebagai kompensasi tidak adanya penggantian biaya operasi oleh negara, dalam skema gross split kontraktor diberikan kepastian penerimaan bagi hasil yang ditentukan di awal kontrak yang dinamakan base split.
Kepastian pembagian hasil di awal ini dimaksudkan agar kontraktor lebih efektif dan efisien dalam realisasi biaya operasi yang dikeluarkan untuk melaksanakan eksplorasi dan eksploitasi.
Secara konseptual skema gross split bertujuan untuk memotong rantai birokrasi. Harapannya skema gross split akan mendorong efisiensi sehingga usaha eksplorasi dan eksploitasi akan lebih cepat atau tepat waktu, tepat anggaran, dan mencapai target kinerja.