Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Yang Dapat Memperoleh Hak Milik atas Tanah
Bank-bank yang didirikan oleh negara;
Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian;
Badan-badan keagamaan, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Agama;
Badan-badan sosial, yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian/Agraria, setelah mendengar Menteri Kesejahteraan Sosial.
Badan Usaha yang Berbentuk Badan Hukum
Untuk menjawab pertanyaan Anda, mungkin perusahaan yang Anda maksud adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum.
Di sini kami mengambil contoh Perseroan Terbatas (“PT”), yang juga Anda singgung dalam pertanyaan. PT
adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau badan hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.
[1]
Salah satu karakteristik suatu badan hukum adalah adanya pemisahan kekayaan pemilik dengan kekayaan badan usaha, sehingga pemilik hanya bertanggung jawab sebatas harta yang dimiliknya. Simak lebih lanjut mengenai pertanggungjawaban pemegang saham PT dalam artikel
Saat Hapusnya Tanggung Jawab Terbatas Pemegang Saham.
Perlu dicatat, Persekutuan Komanditer (CV) bukan merupakan badan usaha berbadan hukum. Penjelasan lebih lanjut mengenai jenis-jenis badan usaha dan karakteristiknya masing-masing telah kami jelaskan dalam artikel
Jenis-jenis Badan Usaha dan Karakteristiknya.
Hak Guna Bangunan
Pada dasarnya badan usaha yang berbentuk badan hukum dapat diberikan hak-hak atas tanah, yaitu;
Hak Guna Usaha (“HGU”),
[2] yaitu hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara, dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan.
[3] HGU diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 hektar dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 hektar atau lebih harus memakai investasi modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai perkembangan zaman;
[4]Hak Guna Bangunan (“HGB”),
[5] yaitu hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun;
[6]Hak Pakai,
[7] yaitu hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tanah milik orang lain, yang memberikan wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah;
[8]Hak Sewa untuk Bangunan,
[9] yang mana seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila ia berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa;
[10]Hak Pengelolahan yang berasal dari tanah negara, namun hanya terbatas untuk badan usaha milik negara/daerah.
[11]
Berkenaan dengan pertanyaan Anda tentang HGB, tanah yang dapat diberikan HGB meliputi:
tanah negara dan tanah hak pengelolaan, untuk jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun dan diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun;
[12]tanah hak milik untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperbaharui dengan akta pemberian hak guna bangunan di atas hak milik.
[13]
HGB di atas tanah negara diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang (“Menteri”),
[14] sedangkan HGB atas tanah hak pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Menteri berdasarkan persetujuan pemegang hak pengelolaan.
[15]
Adapun
HGB di atas tanah hak milik terjadi melalui pemberian hak oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”),
[16] HGB tersebut mengikat pihak ketiga sejak didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
[17] Kepada pemegang HGB kemudian diberikan Sertipikat Hak Atas Tanah sebagai tanda bukti hak.
[18]
Prof. Dr. A. P. Parlindungan, S.H. dalam bukunya Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria berpendapat bahwa dalam HBG termasuk syarat-syarat pemberian, demikian juga setiap peralihan dan hapusnya hak tersebut harus didaftarkan, pendaftaran yang dimaksud tersebut merupakan alat pembuktian yang kuat mengenai hapusnya HGB serta sahnya peralihan hak tersebut, kecuali dalam hal hak-hak itu hapus karena jangka waktu berakhir (hal 186-187).
Selanjutnya, HGB hapus karena:
[19]berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian perpanjangan, atau pembaharuan haknya;
dibatalkan haknya oleh menteri sebelum jangka waktu berakhir;
diubah haknya menjadi hak atas tanah lain;
dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
dilepaskan untuk kepentingan umum;
dicabut berdasarkan undang-undang;
ditetapkan sebagai tanah telantar;
ditetapkan sebagai tanah musnah;
berakhirnya perjanjian pemberian hak atau perjanjian pemanfaatan tanah untuk HGB di atas hak milik atau hak penglolaan; dan/atau
pemegang hak sudah tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak.
Berdasarkan uraian di atas, dalam kasus yang Anda tanyakan tanah hak milik yang dibeli oleh badan usaha berbadan hukum seperti PT statusnya menjadi HGB karena pada dasarnya UUPA tidak memperbolehkan badan usaha yang berbentuk badan hukum memegang hak milik atas tanah kecuali untuk badan hukum tertentu yang ditetapkan pemerintah. Sehingga, yang dapat dilakukan salah satunya adalah dengan cara pemberian HGB kepada badan usaha tersebut oleh pemegang hak milik dengan akta yang dibuat oleh PPAT.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Prof. DR. A. P. Parlindungan. Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria (Bandung: Mandar Maju) 2008.
[2] Pasal 30 ayat (1) huruf b UUPA
[3] Pasal 28 ayat (1) dan 29 ayat (1) UUPA
[4] Pasal 28 ayat (2) UUPA
[5] Pasal 36 ayat (1) huruf b UUPA
[6] Pasal 35 ayat (1) UUPA
[7] Pasal 42 huruf c dan d UUPA
[8] Pasal 41 ayat (1) UUPA
[9] Pasal 45 huruf c dan d UUPA
[10] Pasal 44 ayat (1) UUPA
[12] Pasal 37 ayat (1) PP 18/2021
[13] Pasal 37 ayat (2) PP 18/2021
[14] Pasal 38 ayat (1) PP 18/2021
[15] Pasal 38 ayat (2) PP 18/2021
[16] Pasal 38 ayat (3) PP 18/2021
[17] Pasal 39 ayat (3) PP 18/2021
[18] Pasal 39 ayat (4) PP 18/2021