Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Penyitaan dan Benda Sitaan
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kita pelajari terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan penyitaan dan prinsip-prinsip mengenai penyitaan.
Menurut SM Amin dalam bukunya Hukum Acara Pengadilan Negeri Jakarta (hal. 98), pengertian benda sitaan erat kaitannya dengan barang bukti. Benda sitaan adalah barang bukti dari suatu perkara pidana yang disita oleh aparat penegak hukum yang berwenang guna kepentingan pembuktian di sidang pengadilan. Barang bukti dalam hal ini adalah barang-barang yang diperlukan sebagai alat bukti, terutama alat bukti seperti yang disebutkan dalam keterangan saksi atau keterangan terdakwa.
Lebih lanjut menurut Andi Hamzah dalam bukunya Pengusutan Perkara Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum (hal. 150), biasanya benda yang dapat disita berupa “yang dipergunakan untuk melakukan delik” yang dikenal dengan ungkapan “dengan mana delik dilakukan” dan “benda yang menjadi objek delik” serta dikenal dengan ungkapan “mengenai mana delik dilakukan.”
Ketentuan umum mengenai penyitaan diatur dalam Pasal 38 sampai Pasal 46
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”). Adapun pengelolaan benda sitaan secara khusus diatur di Pasal 44 sampai Pasal 46 KUHAP. Pengertian penyitaan sendiri dijelaskan pada Pasal 1 angka 16 KUHAP yang menyatakan bahwa:
Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan, dan peradilan.
Lebih lanjut, beberapa prinsip penting penyitaan dalam KUHAP adalah:
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat, kecuali dalam keadaan sangat perlu dan mendesak di mana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu. Penyitaan hanya dapat dilakukan atas benda bergerak, setelah itu wajib segera melapor kepada ketua pengadilan negeri setempat untuk mendapat persetujuan.
[1] .
Yang dapat dikenakan penyitaan adalah benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang diduga diperoleh dari atau hasil dari tindak pidana, benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya, benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana, benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak pidana, dan benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Benda sitaan karena perkara perdata atau karena pailit juga dapat disita untuk kepentingan penyidikan.
[2]Penyidik juga dapat melakukan penyitaan dalam hal tertangkap tangan.
[3]Penyidik berwenang memerintahkan orang yang menguasai benda yang dapat disita untuk menyerahkan benda yang di bawah kekuasaannya. Kepadanya diberikan surat tanda penerimaan.
[4]
Pengelolaan Benda Sitaan
Mengenai penyimpanan benda sitaan, Pasal 44 KUHAP mengatur bahwa:
Benda sitaan disimpan dalam rumah penyimpanan benda sitaan negara;
Penyimpanan benda sitaan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan tanggung jawab atasnya ada pada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan dan benda tersebut dilarang untuk dipergunakan oleh siapapun juga.
Selama belum ada rumah penyimpanan benda sitaan negara di tempat yang bersangkutan, penyimpanan benda sitaan tersebut dapat dilakukan di kantor kepolisian negara Republik Indonesia, di kantor kejaksaan negeri, di kantor pengadilan negeri, di gedung bank pemerintah, dan dalam keadaan memaksa di tempat penyimpanan lain atau tetap di tempat semula benda itu disita.
[5]
Dalam hal benda sitaan terdiri atas benda yang dapat lekas rusak atau yang membahayakan, sehingga tidak mungkin untuk disimpan sampai putusan pengadilan terhadap perkara yang bersangkutan memperoleh kekuatan hukum tetap, atau jika biaya penyimpanan benda tersebut akan menjadi terlalu tinggi, sejauh mungkin dengan persetujuan tersangka atau kuasanya dapat diambil tindakan sebagai berikut:
[6]apabila perkara masih ada di tangan penyidik atau penuntut umum, benda tersebut dapat dijual lelang atau dapat diamankan oleh penyidik atau penuntut umum, dengan disaksikan oleh tersangka atau kuasanya;
apabila perkara sudah ada di tangan pengadilan, maka benda tersebut dapat diamankan atau dijual lelang oleh penuntut umum atas izin hakim yang menyidangkan perkaranya dan disaksikan oleh terdakwa atau kuasanya.
Hasil pelelangan benda yang bersangkutan yang berupa uang dipakai sebagai barang bukti. Namun guna kepentingan pembuktian benda tersebut sedapat mungkin disisihkan sebagian.
[7]
Pelelangan Benda Sitaan yang Mudah Rusak
Kepala Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) dapat merekomendasikan kepada instansi yang bertanggung jawab secara yuridis untuk melakukan pelelangan atau pemusnahan terhadap barang sitaan yang:
[8]berbahaya;
mudah rusak; dan
yang menimbulkan biaya pemeliharaan tinggi.
Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan Anda, barang sitaan berupa bawang dua ton yang dinilai tidak dapat disimpan hingga adanya putusan akhir yang memiliki kekuatan hukum tetap, dapat dikategorikan sebagai barang yang lekas rusak. Bawang tersebut dapat dijual dalam lelang atau dimusnahkan dengan dibuatkan berita acara pemusnahan. Namun sebelumnya, bawang tersebut dapat disisihkan sebagian untuk kepentingan pembuktian.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Referensi:
Andi Hamzah. Pengusutan Perkara Melalui Sarana Teknik dan Sarana Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986;
SM Amin. Hukum Acara Pengadilan Negeri Jakarta. Jakarta: Pradnya Paramita, 1981.
[2] Pasal 39 ayat (1) KUHAP
[4] Pasal 42 ayat (1) KUHAP
[5] Penjelasan Pasal 44 ayat (1) KUHAP
[6] Pasal 45 ayat (1) KUHAP
[7] Pasal 45 ayat (2) dan (3) KUHAP
[8] Pasal 21 Permenkumham 16/2014