Di media sosial seperti X (Twitter) saya sering menemui orang yang spill kasus pelecehan seksual dengan mengungkapkan identitas dari nama lengkap hingga alamat si terduga pelaku. Bagaimana sih hukumnya mengungkap data diri terduga pelaku pelecehan seksual di medsos? Apakah mengungkap identitas terduga pelaku pelecehan seksual di medsos termasuk perbuatan pencemaran nama baik? Mengingat biasanya mengungkap identitas pelaku pelecehan seksual dilakukan dengan alasan agar orang lain waspada dan tidak terjadi kasus serupa.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pelecehan seksual tidaklah dibenarkan dan merupakan tindakan yang melanggar norma kesusilaan dan norma hukum yang dapat dijerat sanksi pidana dalam UU TPKS.
Namun demikian, mengungkap identitas terduga pelaku pelecehan seksual dengan tujuan agar orang lebih waspada dan tidak terjadi lagi kasus serupa adalah tindakan yang melanggar asas praduga tak bersalah dan bertentangan dengan spirit pelindungan data pribadi dalam UU PDP. Selain itu, perbuatan mengungkap identitas seseorang juga berpotensi melanggar ketentuan dalam UU 1/2024, KUHP, dan UU 1/2023 tentang pencemaran nama baik.
Lantas, langkah apa yang sebaiknya dilakukan oleh korban pelecehan seksual?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul yang Ungkap Identitas Pelaku Pelecehan Seksual di Medsos, Bolehkah? yang pertama kali dipublikasikan pada 25 Oktober 2022 dan dimutakhirkan pertama kali pada 25 Januari 2024.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Jerat Hukum Pelaku Pelecehan Seksual
Kami turut prihatin atas kejadian kekerasan seksual yang dialami oleh korban. Pelecehan seksual tidaklah dibenarkan dan merupakan tindakan yang melanggar norma kesusilaan dan norma hukum yang dapat dijerat sanksi pidana.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Lantas, apa itu pelecehan seksual? Dalam UU TPKS, pelecehan seksual adalah salah satu bentuk tindak pidana kekerasan seksual yang terdiri atas pelecehan seksual fisik dan pelecehan seksual non fisik.[1]
Lalu, apa sanksi pidana bagi pelaku pelecehan seksual? Hukuman bagi pelaku pelecehan seksual fisik adalah sebagai berikut:[2]
Pelecehan seksual fisik dengan maksud merendahkan harkat dan martabat seseorang diancam pidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp50 juta.
Pelecehan seksual fisik dengan tujuan menempatkan seseorang di bawah kekuasaannya secara melawan hukum baik di dalam maupun di luar perkawinan diancam pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp300 juta.
Pelecehan seksual fisik dengan menyalahgunakan kedudukan, wewenang dan kepercayaan atau karena tipu muslihat atau hubungan keadaan atau memanfaatkan kerentanan, ketidaksetaraan atau ketergantungan seseorang untuk melakukan persetubuhan atau tindakan cabul dengan pelaku/orang lain diancam pidana penjara maksimal 12 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp300 juta.
Adapun pelaku pelecehan seksual nonfisik seperti siulan, main mata, ucapan bernuansa seksual,[3] dan lain-lain diancam pidana penjara maksimal 9 bulan dan/atau pidana denda maksimal Rp10 juta.[4]
Jika pelecehan seksual tersebut dilakukan melalui media sosial (“medsos”) atau internet yang merupakan delik aduan (kecuali korban adalah anak atau penyandang disabilitas), maka pelaku dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau denda maksimal Rp200 juta.[5]
Hukumnya Mengungkap Identitas Pelaku Pelecehan Seksual di Medsos
Namun demikian, mengungkap (spill) identitas terduga pelaku pelecehan seksual di medsos berpotensi melanggar hukum. Hal ini karena pelecehan seksual tersebut dilakukan oleh terduga pelaku. Sehingga, kami mengasumsikan bahwa kasus tersebut belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan tidak dilakukan untuk proses penegakan hukum.[6]
Selain itu, menurut hemat kami, mengungkap kejahatan orang lain melalui media sosial juga berpotensi dijerat Pasal 27A UU 1/2024 tentang perubahan kedua UU ITE sebagai berikut:
Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.
Kemudian, orang yang melanggar Pasal 27A UU 1/2024 dapat dipidana penjara maksimal 2 tahun, dan/atau denda maksimal Rp400 juta, sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (4) UU 1/2024.
Selanjutnya, menurut Penjelasan Pasal 27A UU 1/2024, yang dimaksud dari perbuatan “menyerang kehormatan atau nama baik” adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri orang lain sehingga merugikan orang tersebut, termasuk menista dan/atau memfitnah.
Namun, tindak pidana dalam Pasal 27A UU 1/2024 adalah tindak pidana aduan, sehingga tindak pidana ini hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban atau orang yang terkena tindak pidana, dan bukan oleh badan hukum.[7]
Patut pula dicatat bahwa perbuatan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 27A UU 1/2024 tidak dapat dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.[8]
Sebagai informasi, ketentuan Pasal 27A UU 1/2024 memuat unsur “menyerang kehormatan atau nama baik seseorang” yang merujuk pada Pasal 310 KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku jo.Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023 (hal. 358) jo. Pasal 3 Perma 2/2012 dan Pasal 433 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[9] yaitu tahun 2026.
Pasal 310 KUHP jo. Putusan MK No. 78/PUU-XXI/2023
Pasal 433 UU 1/2023
Barang siapa sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal dengan cara lisan, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta;[10]
Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta[11];
Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.
Setiap orang yang dengan lisan menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum, dipidana karena pencemaran, dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II yaitu Rp10 juta[12];
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan di tempat umum, dipidana karena pencemaran tertulis, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III yaitu Rp50 juta[13];
Perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dipidana jika dilakukan untuk kepentingan umum atau karena terpaksa membela diri.
Patut dicatat, baik tindak pidana Pasal 310 KUHP maupun Pasal 433 UU 1/2023 tidak dituntut jika tidak ada pengaduan dari korban tindak pidana.[14]
Dengan demikian, menurut hemat kami, spill atau mengungkap identitas terduga pelaku pelecehan seksual di media sosial berpotensi dijerat dengan pasal pencemaran nama baik jika terdapat aduan dari terduga pelaku tersebut. Namun, mengungkapkan identitas terduga pelaku pelecehan seksual, tidak dapat dijerat dengan pasal pencemaran nama baik jika dilakukan untuk kepentingan umum atau jika dilakukan karena terpaksa membela diri.
Hukumnya Mengungkap Identitas Orang Lain menurut UU PDP
Selanjutnya, mengungkap pelecehan seksual di medsos dengan mengungkapkan identitas dari nama lengkap hingga alamat terduga pelaku, berpotensi melanggar ketentuan dalam UU PDP berkaitan dengan pelindungan data pribadi.
Nama lengkap, alamat dan informasi lain yang dapat mengidentifikasi seseorang termasuk data pribadi bersifat umum[15] yang termasuk objek pelindungan dalam UU PDP.
Menurut UU PDP, perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh data pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang bisa merugikan pemilik data pribadi dipidana penjara maksimal 5 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp5 miliar. Sedangkan perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan data pribadi yang bukan miliknya dipidana penjara maksimal 4 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp4 miliar.[16]
Upaya Hukum yang Dapat Ditempuh Korban Pelecehan Seksual
Berdasarkan uraian di atas, kami menyarankan apabila pelecehan seksual tersebut benar terjadi, korban dapat mengambil langkah-langkah hukum termasuk meminta bantuan, sebagaimana diuraikan dalam artikel Cara Melaporkan Pelecehan Seksual Tanpa Bukti.
Dalam artikel tersebut disebutkan tiga langkah yang dapat ditempuh korban yaitu:
Melaporkan ke pimpinan yang tepat jika terjadi di tempat kerja.
Meminta pendampingan korban dari mulai melaporkan ke Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, hingga mencari pendampingan pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), tenaga kesehatan, dan lain-lain.
Melaporkan tindak pidana pelecehan seksual ke kepolisian.
Kami berharap setiap langkah yang ditempuh oleh korban dalam mencari keadilan atas tindakan kekerasan seksual yang dialaminya, diproses oleh pihak-pihak yang berwenang dengan menggunakan perspektif pada hak asasi manusia dan korban.[17]
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.